Rabu, 17 Juli 2013
Semakin Bertambah Saja ‘Beban Jakarta’ …..
Rabu, 17 Juli 2013 by Christie Damayanti
By Christie Damayanti

property.okezone.com
Jakarta yang benar2 padat, tanpa jeda untuk Ruang Terbuka Hijau ( RTH ). Apaka kita masih ingin ‘membebani’ Jakarta?
Konsep hunian Jakarta, setahuku dengan keadaan Jakarta sekarang ini adalah ‘poros Timur - Barat’.
Walau tetap ada hunian2 di Jakarta Utara ( apalagi dengan sedang di
reklamasi-kan tanah Jakarta menjorok ke laut, reklamasi ini sebenarnya
tidak sesuai dengan kondisi alam dengagn semakin berkurangnya hutan
mangrove serta tidak sesuainya tentang arus laut dimana semua air akan
berbubah sedemikian jika ada tangan2 yang membuat arus laut menjadi
tidak seimbang ), dan ke Jakarta Selatan ( yang sebenarnya untuk daerah
peresapan air ), ‘poros Timur - Barat’ adalah yang terbaik.
Aku tidak mau membahas tentang reklamasi
sekarang ini. Sekarang yang mau aku bahas adalah konsep hunia Jakarta.
Bahwa karena Jaarta merupakan kota pantai dan selatan Jakarta merupakan
daerah peresapan, hunia Jakarta memang seharusnya hanya dari Timur ke
Barat saja …..
Tetapi bagaimana realisasinya?
‘Poros Timur - Barat’, memang terjadi,
terbukti bahwa banyak sekali developer2 atau pengembang2 membebaskan
tanah untuk hunia ke daerah Timur ( Bekasi ) dan ke daerah Barat (
Serpong, Cengkareng ). Tetapi kenyataannya lagi bahwa banyak juga
pengembang2 yang membebaskan lahan ke daerah Selatan Jakarta ( Bogor,
Bintaro dan sebagian Depok ) serta ke Utara Jakarta dengan reklamasi.
Awalnya adalah, ‘poros Timur-Barat’ dari
Pulo Gebang ( Kantor Walikota Jakarta Timur ) sampai ke Kembangan (
Kantor Walikota Jakarta Barat ). Bahwa sebagian besar hunian akan di
lebur ke arah tersebut. Sehingga fasilitas2 hunian di antara jalan itu
mulai di kerjakan sesuai konsep. Panjang dan besar jalan, seharusnya
sesuai dengan perhitungan perbandingan jumlah warga Jakarta yang
menghuni di Timur dan Barat Jakarta. Keanehan pertama yang terjadi, yang
aku amati adalah :
“Mengapa besar Jalan dari Pulo Gebang sampai Kembangan tidak di desain sesuai dengan
kebutuhannya?”
Dari Pulo Gebang. Daerah ini memang
merupakan daerah baru, jadi cukup nyaman. Tetapi ketika dari Pulo Gebang
menuju Klender sampai ke Kampung Melayu, mengapa sampai sekarang lebar
jalan disana tidak pernah berubah?
Padahal, daerah Pulo Gebang sampai
Kampung Melayu atau setelah Pulo Gebang ke Bekasi, sudah pada penduduk.
Lebar jalannya hanya 2 mobil saja, dengan kanan kiri untuk parkir.
Sedangakan, jika diperlebarpun pasti harus membebaskan tanah di
kanan-kirinya. Dan si pemilik rumahpun tidak ‘bodoh’, mereka tahu bahwa
daerah itu sudah berkembang sehingga mereka menjual tanah mereka dengan
mahal. Jika sejak dulu di desain dengagn komprehensif, pastilah akan
lebih baik …..
Begitu juga lebar jalan dari Kembangan
sampai tol. Tidak ada perubahan lebar jalan. Padahal Jakarta Barat lebih
padat lagi dibandingan dari Jakarta Timur.
Yang lebih ‘aneh’ lagi, selatan Jakarta
di’bela-bela’in untuk hunian padahal seharusnya untuk penyerapan, tetapi
justru dibangun untuk hunian. Memang, masih bisa untuk hunia, tetapi
tidak sebagian besar! Justru sebagian besar di Selatan Jakaarta adalah
untuk penyerapan, apalagi semakin ke selatan ( ke arah Bogor ), semakin
membutuhkan penyerapan, untuk air dari hulu tidak memenuhi Jakarta …….
Ditambah dengan reklamasi Jakarta yang menurutku, justru akan ‘merusak’
Jakarta dan pulau2 yang lain, dengan berubah arus air laut.
“Apakah belum cukup Jakarta sebagai
‘kelinci percobaan?’ Konsep Jakarta sebenarnya sudah bagus dengan banyak
urban planner tetapi entah bagaimana, Jakarta dibutuhkan untuk
‘coba-coba’ untuk (katanya ) Jakarta lebih baik lagi”.
Memang, tol ke daerah Timur dan Barat
Jakarta sudah terealisasi. Yang aku ingat, pemda Jakarta memang akan
membangun jalan tol untuk ‘poros Timur-Barat’, tetapi tidak untuk
selatan Jakarta! Artinya, seharusnya pemda tidak membangun tol untuk
mempermudah arus lalu lintas untuk rumah2 di selatan Jakarta.
Artinya
lagi, supaya warga Jakarta marus mikir jika mau beli rumah disana karena
tidak ada akses jalan tol, karena benar2 selatan Jakarta harus untuk
penyerapan air ……
Hunian Jakarta memang penuh
problematika. Yang bisa membeli hunian di Jakarta sekarang ini adalah
pekerja menegah keatas, dengan harga hunian yang luar biasa mahal!
Padahal, justru hunian di Jakarta ini seharusnya lebih diperuntukan oleh
pekerja menegah kebawah. Karena untuk warga Jakarta mengeah keatas,
mereka sudah mempunyai rumah, bahkan bukan hanya 1 rumah saja. Ada yang
lebih dari 2 rumah atau apartemen.
Tetapi bagaimana dengan warga Jakarta
mengah kebawah, bahkan wawrga Jakarta yang ‘jobless?’ Jangankan membeli
rumah, untuk mengontrak atau kost saja tidak bisa ….. mereka beramai2
membangun gubuk2 liar yang ada di sekeliling Jakarta …..
***
Kembali dengan ‘poros Timur-Barat’
hunian Jakarta. Sepertinya Jakarta semakin lama semakin semrawut tanpa
mengindahkan lingkungan. Jakarta sendiri, sudah semakin melebar dengan
dukungan kota2 kecil di seekliling Jakarta, seperti Jabodetabek (
Jakarta Bogor Depok Tangerang Bekasi ). Artinya Jabotabek ini sudah
merupakan ‘kota Jakarta’.
Warga Jakarta tinggal di Jabodetabek dan
mereka sebagian besar masih bekerja di jakarta downtown. Tetapi tidak
ada Utara Jakarta dalam Jabodetabek? Artinya, sebenarnya Jakarta ‘tidak
merestui’ adanya pelebaran hunian Utara Jakarta ( sayangnya tetap ada
ke arah Bogor ) …..
Hehehe …… mungkin ini hanya mimpi saja,
bahwa Jakarta tidak ‘merusak’ Jakarta sendiri dengan memperlebar Jakarta
ke selatan dan utara Jakarta. Justru lebar jalan pada ‘poros
Timur-Barat’ Jakarta lah yang harus diperhatikan. Dengan pelebaran
jalan2 tersebut, warga Jakarta semakin nyaman untuk melaju di ‘poros
Timur-Barat’ Jakarta.
Tetapi sepertinya agak terlambat. Artinya, semakin
kemari, semakin banyak warga Jakarta yang lebih memilih untuk mencari
rumah di selatan Jakaarta, karena memang di daerah selatan masih nyaman
untuk tinggal. Dan pemda sendiri pun tetap ‘melihat peluang’ agar
membangun jalan tol ke arah Selatan Jakarta …..
Beban fisik kota Jakarta sudah cukup
banyak. Dengan kepadatan penduduk dan gedung2 dan perumahan serta sistem
transportasi yang ada, ternyata
Jakarta pun mendapat beban baru, secara fisik, yaitu ketidak-pedulian
warga Jakarta dengan membangun perumahan2 di selatan Jakarta yang
seharusnya untuk penyerapan air. Tanah2 selatan Jakarta yang seharusnya
tidak untuk dibangun perumahan, menjadikan Jakarta secara fisik terus
‘menurun’. Ditambah lagi, air yang mengalir di atas permukan tanah (
karena tidak terserap ke dalam tanah ), merupakan beban baru untuk
Jakarta, tercinta ……
Apalagi beban reklamasi di Utara
Jakarta. Beban baru untuk Jakarta, karena semakin lama, tanah Jakarta
benar2 semakin ‘turun’. Apalagi beberapa ahli berkata bahwa air laut
Jawa sudah masuk sampai Monas …..
***
‘Poros Timur-Barat’ Jakarta untuk
hunian, pastilah sudah diperhitungkan dengan matang oleh ahli2 Jakarta.
Dengan beban Jakarta secara fisik, Jakarta melebar dengan dukungan2
kota2 kecil di sekelilingnya Jabodetabek. Apakah kita terus menerus akan
‘membebani’ Jakarta? Karena memang jika demikian, Jakarta semakin lama
akan semakin ‘menurun’, dan tempat tinggal kita semakin lama semakin
semrawut dan tidak nyaman, bahkan kita bisa segera ‘tenggelam’ …..


Tentang Saya:

Christie Damayanti. Just a stroke survivor and cancer survivor, architect, 'urban and city planner', traveller, also as Jesus's belonging. Follow me on Twitter
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Responses to “Semakin Bertambah Saja ‘Beban Jakarta’ …..”
Posting Komentar