Kamis, 18 Juli 2013

Gali Sana, Gali Sini… Memang Mereka Tikus?



By Christie Damayanti

1374129902794479753
www.insurancechat.co.za

Sebenarnya bagaimana sih koordinasi antar instansi atau departemen sebuah kota, dalam hal ini adalah kota Jakarta? Dalam pengamatanku, koordinasi antar instansi atau departemen di Jakarta ( atau Indonesia? ), bukan hanya berbelit2 tetapi juga ‘ga sinkron’. Jangankan koordinasi secara komprehensif, koordinasi biasa2 pun masih banyak bermasalah …..

Secara arsitektural dan secara desain tata kota, bahwa untuk men-desain sebuah kota, atau pemukiman saja lah, masing2 departemen atau instansi harus berkoordinasi. Tidak usah jauh2. Dalam aku bekerja sebagai arsitek di banyak tempat, untuk aku bisa membangun sebuah rumah, aku harus bekerja sama dan berkoordinasi dengan ahli sipil untuk menghitung strukturnya. 

Aku juga harus memanggil ahli ME ( mekanikal dan elektrikal ) untuk mendesain kebutuhan listrik, telpon dan yang berhubungan dengan pengairan. Minimal itu. Bisa juga aku berkoordinasi dengan arsitek landscape, atau juga gentang ahli ’smarthome’ ( lihat tulisanku Konsep ‘Rumah Pintar’ : Hasil Teknologi Canggih [Edisi Arsitektural] ). Karena aku tidak mampu untuk bekerja sendiri ……

Itu hanya sekedar sebuah rumah tinggal. Bagaimana dengan mega proyek2 besar yang selalu aku desain dalam 20 tahun lebih ini aku bekerja? Bahwa kami harus membentuk team-work dan kerjasama team merupakan hal yan paling utama untuk hasil yang gemilang.

Bukan hanya yang berhubungan dengan arsitektural saja yang bisa dilakukan, tetapi semua hal! Bahkan team-work antara anak2 dan orang tua pun harus menjadi keharusan, dan kekompakan untuk keluarga yang sejahtera pun bisa tercapai.

Itu yang personal, yang pribadi. Lalu bagaimana dengan koordinasi kota? Bagaimana dengan koordinasi sebuah negara? Adalah sebuah keharusan …..

***

Pengamatanku tentang koordinasi Jakarta, mungkin terlalu berlebihan. Aku mengerti bahwa tidak gampang membuat koordinasi antara instansi atau departemen. Jangankan kota atau negara. Koordinasi untuk membuat mega proyek2ku saja harus dengan ‘tangan besi’. 

Maksudnya, jika kita harus koordinasi antara konsultan dan kontraktor dalam meeting besar melibatkan dari bigboss sampai engineering, bahkan tukang2 jika di lapangan ( arsitektur, struktur, ME, landscape, dll ), kita harus ‘ gebah2′ mereka. Hehehe … bahasa Indonesia ‘gebah2′ apa ya?

Begini  :

Rapat koordinasi proyek biasanya tiap 1 minggu sekali, seharian di lanjutkan dengan lasung ke lapangan sampai malam. Hasil meeting yang sudah berjalan, harus diterapkan untuk 1 minggu berikutnya. Tetapi permasalahannya adalah, konsultan dan kontraktor itu bukan hanya membawahi 1 proyek saja, tetapi lebih dari itu. Jika berupa konsultan dan kontraktor sebuah mega proyek, pastilah mereka juga perusahaan besar. Dan jika perusahaan besar, pastilah proyek2 mereka banyak sekali, bahkan sampai puluhan proyek …..

Nah, masalahnya, bigboss mereka harus mengkoordinasikan pekerjaan2 itu dengan team dan anak2 buahnya. Dan karena pekerjaannya besar dan banyak, aku sangat mengerti jika dalam 1 minggu kedepan mereka ‘lupa’, sehingga dalam meeting selanjutnya, pekerjaan itu belum bisa diterapkan …..

Terbayang ga, jika pekerjaan yang seharusnya sdah diterapkan tetapi ‘lupa’ dan sama sekali belum dikerjakan? Pastilah proyek tersebut mundur, dan pekerjaan2 lainnya bertumpuk diatasnya, sehingga jika pekerjaan yang belum diterapkan tetap harus dikerjakan, artinya pekerjaan2 yang sudah ada diatasnya harus ‘dibongkar’ lagi. Sebuah ‘tangan besi’ dari atasan merupakan kunci kedisiplinan untuk sebuah mega proyek yang harus selesai sesuai dengan target, untuk sebuah kesuksesan ……

Begitu juga tentang koordinasi kota, khususnya Jakarta. Aku sangat mengerti jika terjadi ‘lupa’. Banyak sekali tulisan2ku tentang Jakarta yang selalu aku katakan bahwa

Konsep Jakarta itu sebenarnya sudah bagus, karena pastilah mereka mempunyai ahli2 dibidangnya masing2 untuk sebuah perkotaan yang heterogen. Tetapi ketika konsep itu diterapkan sebagai ‘mega proyek jakarta’, implementasinya sangat kurang. 

Koordinasinya seharusnya seperti proyek2ku, bahkan lebih lagi. Dan koordinasi itu harus lebih komprehensif lagi! Dan ini yang belum aku dapatkan di Jakarta bahwa konsep Jakarta yang sudah bagus itu, masih harus di koordinasikan dengan konprehensif! Karena, Jakarta adalah sebuah kota. Bukan hanya sebuah proyek konstruksi. Sebuah kota sangat ‘crowded’, ada manusia serta banyak permasalahannya. Jadi, bagaimana dengan koordinasi yang komprehensif untuk Jakarta?

Contoh soal, sesuai dengan judul. 

Memang mereka tikus?

Cerita ini berawal dengan sering kali jalan2 yang baru jadi dibongkar lagi ( digali ) karena mereka ‘kelupaan’ sesuatu di dalam sana. Jalan2 besar yang sudah mulus, harus di gali lagi, sampai akhirnya permukaan jalan harus ditambal2 yang akhirnya bisa membahayakan pengemudi mobil.

1374129950763870102
poskota.co.id
13741300071715993404
www.antarafoto.com
Ckckck ….. tidak ada pengaman berupa pagar, tidak ada tanda2 bahaya, bahkan sebuah ‘back-u’ melintang di jalan raya tanpa ada pengaman …….

13741300521693239982
1374130149256092275
Contoh di sebuah negara, selalu membuat pagar pengaman jika ada pekerjaan perbaikan jalan.

1374130209973519513
megapolitan.kompas.com





Di Jalan Sudirman, masih lumayan, walau hanya ada disana saja. Bagaimana di jalan2 yang bukan protokol?

Bukan itu saja. Bagaimana dengan koordinasi tentang mutu jalan? Aku benar2 tidak habis pikir ketika jalan layang dekat rumahku sewaktu baru selesai, tetapi beberapa minggu kemudian permkaan jalannya sudah rusak,sehingga membahayakan pengemudi. Rusaknya pun bukan hanya 1 titik, tetapi di beberapa titik, bahkan ada yang besar dan lebar! 

Memangnya, tidak dikoordinasikan untuk mutu material dan standard prosedur pemasangannya???  

Atau karena memang mutu semuanya di’turun’kan kualitasnya?

Koordinasi yang komprehensif harus terus dilakukan antar instansi atau depertemen, khususnya yang berhubungan dengan keselamatan. 

Permukaan2 jalan di Jakarta, bahkan di jalan2 protokol, tidak ada yang 100% mulus, berdasarkan pengamatan secara fisik. Coba saja. Di Jalan Thamrin, Jalan Sudirman bahkan di jalan tol yang seharusnya ‘bebas hambatan’, tidak lepas dari permukaan jalan yang tidak rata. Seperti yang aku tuliskan di Hiiiii… Jalan Itu Berhantu! Ah, Masa’ sih?, pasti bukan hanya aku yang mengalami ketika tiba2 mobilku berbelok ke kanan yang kemungkinan karena jalan tol yang tidak rata …..

137413031456603385
bennythegreat.wordpress
13741303641773395107
bennythegreat.wordpress

Walau jalan protokol, Jalan Thamrin dan jalan Sudirman tidak lepas dengan bahaya. Jalan Thamrin yang ‘turun’ sehingga sangat berbahaya bagi pengemudi. Atau penutup’bak kontrol’ untuk perbaikan saluran air yang bisa menjebloskan roda sepeda motor, bahkan aku tidak yakin atas kekuatan penutup ‘bak kontrol’ tersebut …..

Sebuah koordinasi tentang keamanan dan kenyamanan untuk warga Jakarta tentang permukaan jalan, terlebih lagi sangat krusial. Seharusnya standard prosedur dalam perbaikan jalan tetap di lakukan dengan baik. Banyak, atau bahkan semua perbaikan jalan2 di Jakarta sepertinya tidak sesuai dengan standard prosedur yang ada, secara internasional. 

Apalagi jalan adalah hajat hidup orang banyak dan keselamatan sangat penting karena setiap hari seminggu bertahun2, warga Jakarta memakai jalan untuk apapun! Dan permikaan jalan tersebut merupakan keselematan warga, walau hanya untuk berjalan kaki saja …..

13741304311808282333
1374130474694932170

Perbaikan pedestrian, membuat pejalan kaki tidak bisa lewat! Dan di Jalan Sudirman, tanah2 becek sehabis hujan dapat membahayakan pengemudi mobil, bisa tergelincir. Selain itu merusak pemandangan, padalah ini adalah jalan protokol …..

Jika ada perbaikan jalan,seharsnya instansi yang mengerjakan harus membuat pagar dengan warna khusus ( bukan coret2an iseng saja ), tertutup dan terdapat rambu2 untuk peringatan adanya bahaya jika berjalan disana. Belum lagi tentang material yang harus di tempatkan yang baik dan rapi. Mobil2 pengangkut material harus sesuai dengan aturan main. 

Bahkan instansi yang mengerjakan harus bertanggung jawab dengan kebersihan dan kerapihan agar pengguna jalan aman jika harus melewatinya. Dan jika mungkin, pekerjaan yang merupakan kegiatan di tempat umum, dilakukan di malam hari, atau jika harus dilakukan siang hari, harus sesuai dengan prosedur demi keamanan dan kenyamanan pengguna jalan, yang notebene adalah warga Jakarta …..

13741305181789221591
www.asianews.co

Warna warni yang khas serta pagar penutup sesuai standard prosedur yang ditetapkan secara internasional, walau masing2 negara mempunyai peraturan2 sendiri. Tetapi tetap mengutamakan warga kota.

Tetapi apa yang terjadi? Bahkan sekedar ‘tanda bahaya’ pun untuk memberitahukan kepada warga yang lewat disana, sekedarnya saja …..

‘Tikus2′ si pengerat pun terus bermunculan, menggerogoti sendi2 kehidupan ibukota. Semua bentuk koordinasi pun di Jakarta belum terlihat. Bukan hanya sebuah koordinasi biasa, tetapi koordinaasi yang komprehensif, untuk keamanan dan kenyamanan serta ’safety’ warga Jakarta dalam penggunaan jalan ……

Pak Jokowi, bagaimana ini?

Tags:

0 Responses to “Gali Sana, Gali Sini… Memang Mereka Tikus?”

Posting Komentar

Subscribe

Berlangganan Artikel Saya

© 2013 Christie Damayanti. All rights reserved.
Designed by SpicyTricks