Rabu, 17 Juli 2013
‘Dunia Glamour dan Gemerlap’ Kelapa Gading
Rabu, 17 Juli 2013 by Christie Damayanti
By Christie Damayanti

www.summarecon.com
Sebuah developer berskala nasional
dipercaya untuk mengembangkan daerah yang tadinya tempat ‘jin buang
anak’, menjadi sebuah kota gemerlap, tempat segala macam ada dan
merupakan ‘kepala naga’, yang bagi etnis tertentu dipercaya sebagai
tempat penuh rezeki, hoki dan jika bisnia di kembangkan disana, pastilah
akan untung besar!
Dikatakan tempat ‘jin buang anak’ karena daerahnya
berawa2, gelap jika sudah magrib dan jika membuka kaca jendela, masih
terdengar suara jangkrik, jika di luar perumahan2 sederhana tersebut
yang membentuk cluster2 sederhana.
Aku ingat, ketika aku masih kuliah
antara tahun 1988 sampai tahun 1992, tempat itu benar2 sebuah tempat
‘jin buang anak’, dengan rawa2 serta jalan2 kecil yang hanya cukup 1
mobil saja. Tahun itu masih lumayan karena walau hanya sekedar perumahan
sederhana disana, sudah dibangun sebuah pertokoan lingkungan. Tahun2
sebelumnya, aku baru 1 kali kesana karena tempat itu sungguh tidak
menarik!
Selama aku kuliah, aku mendapat tawaran beberapa kali untuk
mendesain interior rumah2 sederhana, seperti misalnya mendesain dapur,
lemari2 atau meja kursi untuk rumah mereka, dan aku termasuk
mengadakannya, bersama dengan seorang teman. Salah satunya adalah daerah
itu.
Dengan rumah2 sederhana 36 m2 sampai 90 m2, mungkin sudah puluhan rumah yang aku desain dan termasuk pengadaannya.
Tempat itu benar2 tidak menarik,
dulunya. Dari kampusku di Grogol, jika aku harus datang untuk koordinasi
dengan tukang2ku, dengan mengendarai mobil temanku, kami menuju ke
tempat itu, berseberangan dengan Grogol. Jauh memang tetapi belum
terlalu macet, sehingga kami bisa bolak balik 1,5 jam kesana untuk
berkoordinasi desain dan itu hampir setiap hari jika kuliah sedang
kosong atau tidak ada asistensi dengan asisten2 dosen. Mencari material
pun merupakan awal pekerjaanku sebelum lulus kuliah. Cukup menyenangkan,
sesuai dengan bidang dan minatku …..
***
Tahun demi tahun berlalu, daerah itu berkembang sangat pesat. Dari
sebuah daerah tempat ‘jin buang anak’, daerah itu menjadi sebuah kota
gemerlap, kota tempat kaum hedonis berkumpul dan kota ‘kerajaan’ bisnis,
apapaun bisnis itu! Mulai dari tempat wisata kuliner, makanan apapun
ada! Lalu 5 buah mall besar menjadi satu serta mall2 yang lain, dengan
tenant2 bagus dengan harga sewa mahal. Beberapa hypermart2, ribuan ruko,
ratusan showroom mobil baik mobil baru ataupun mobil bekas, puluhan
apartemen, ratusan perkantoran, sekolah2, rumah sakit dan klinik dan
semua bisnis yang ada di Jakarta, bersanding sebagai fasilitas puluhan
ribu rumah2 baik rumah sederhana berharga puluhan juta ( dahulu ) sampai
rumah2 mewah berharga puluhan milyar!
Ckckck, Aku geleng2 kepala karena
perkembangan daerah ini, bertolak belakang yang aku pelajari di kuliah
ataupun di hati dan pemikiranku, sebagai arsitek dan pemerhati
lingkungan.
Pasti semua heran, mengapa aku berkata
begitu? Mengapa aku mengatakan bahwa perkembangan daerah ini, seakan2
aku tidak ‘merestuinya?’ Bahkan aku yakin, sebagian besar kompasianer
akan ‘misuh2′ dengan tatapan sinisku. Ah, biarkan saja deh…
Ya, daerah itu Kelapa Gading! Kota
gemerlap Kelapa Gading, sebuah suburb di Jakarta yang mungkin (
menurutku ) adalah suburb terbesar serta sangat berhasil dan bukan lagi
sebagai suburb, bahkan Kelapa Gading sudah merupakan bagian ‘kota’ yang
merupakan tujuan semua warga Jakarta jika mau mendapatkan apapun,
termasuk enterteinment. Bahkan mall2nya merupakan mall yang banyak
dicari oleh keluarga2, termasuk anak2ku. Konsepnya modern dan harganya
tidak terlalu mahal.
Apartemen2 dari yang sederhana sampai yang mewah
juga termasuk yang diminati oleh warga Jakarta. Dan semuanya menjadikan
Kelapa Gading sebuah kota gemerlap serta harga2 disana terus menanjak!
Bahkan sebuah rumah tua kecil sekitar 60 m2 di belakang Kelapa Gading,
dihargai sampai 600 juta, walau bangunannya sudah saatnya di
‘demolished’ karena sudah tidak layak pakai! Jadi hanya harga tanahnya
saja!
Luar biasa!

jakartacity.olx.co.id
Perumahan mewah di Kelapa Gading tetapi merupaka rumah2 lama tahun 1995-an …..

Rumah mewah ( sekali ) di Bukit Gading Villa, Kelapa Gading
Akhirnya, apapun yang dijual disana,
akan mendatangkan rupiah yang tidak sedikit, termasuk rumah2 sederhana,
yang oleh pembelinya akan diganti sebagai ruko atau rumah yang lebih
baik, dan dijual lagi dengan harga yang lebih tinggi lagi!
Sebuah
‘harga’ yang harus dibayar oleh sebagian warga Jakarta yang tinggal
disana, dengan kemacetan yang luar biasa, hidup gemerlap serta banjir
yang pasti melanda jika hujan, karena disana sepertinya tidak berlomba
untuk mencari hidup dan rumah yang tenang, tetapi mereka berlomba terus
mencari rupiah, keuntungan dan gengsi serta kenikmatan duniawi saja
dengan hidup terus ‘mendaki’ ……
Sedikit ilustrasi, mengapa aku sunggung tidak ‘appreciated’ dengan kehidupan di Kelapa Gading :
1. Konsep perumahan
Sebenarnya konsepnya cukup baik.
Developer itu pasti mempunyai arsitek2 apik yang mendesain lingkungan
yang cantik. Tetapi begitu rumah2 berpindah tangan kepada pembeli,
semuanya tidak terkendali. Sebagian besar rumah2 itu, apalagi yang
berada di 1 tingkat dari Boulevard utama, dialihkan fungsinya menjadi
bisnis. Menjadi ruko yang bisa untuk perkantoran, dagang, restoran
bahkan tempat ibadah ( lihat tulisanku Tahukah Kita bahwa Tempat Tinggal Kita Tidak Boleh untuk Berdagang? dan “Ah …, Itu Kan Hanya Sirik saja, Jika Tetangga Kita Berhasil” Duh! ).

Arsitek selalu mendesain dengan
apik, sesuai denan aturan dan lingkungannya. Peruntukan rumah pun harus
ssesuai, dari tata kota, jadi tidak bisa ‘rumah dijadikan bisnis :
resto, ruko atau rumah ibadah’.
Konsep peraturan sebuah rumah harus ada GSB ( Garis Sepadan Bangunan ), GSJ ( Garis Sepadan Jalan ) dengan MINIMAL ada 2 bukaan untuk penyerapan, seperti foto diatas. INI ADALAH PERATURAN dan SANGAT STANDARD!
Artinya, daerah itu sudah tidak
terkendali. Karena jika konsep dari developer yang di desain dengan
cantik dan apik dengan peraturan2 untuk mendesain rumah ( misalnya
adanya GSB atau GSJ serta memiliki bukaan untuk penyerapan di dalam
rumah ), si pemilik rumah melebur aturan2 rumahnya dan semuanya di
fungsikan sebagi ruang2 untuk berkegiatan! Banyak rumah2 disana tidak
mempunyai penyerapan ( menjadi beton ), GSB dan GSJ nya di langgar. Dan
tidak heran jika banjir melanda karena air tidak bisa mencari tanah
untuk menyerap.

Tampak depan, rumah seperti ini
bagian depan harus merupakan tanah dan penyerapan. Jika ingin untuk
‘carport’, silahkan saja tetapi memakai conblock yang bisa menyerap air,
bukan beton dengan keramin seperti ini!

Begitu juga untuk bagian dalam rumah
yang terbuka di belakang ( lihat foto diatas ), seharusnya sebagai
ruang terbuka hijau, sediir taman dengan tanah penyerapan. Jika ingin
‘kering’, silahkan saja, tetapi bisa memakai batu2 hitam atau putih,
jangan mem-beton seperti ini! Bagaimana penyerapan tiap rumah??
2. Konsep jalan
Sekali lagi, developer pasti sudah
memikirkan tentang jalan, tetapi developer tidak menyangkan bahwa tempat
ini berkembang sedemikian pesat sampai jalan2 disana tidak menampung
lagi mobil2 yang ada!
Aku tahu ( karena dulu mertuaku tinggal
disana ) bahwa 1 rumah ( bahkan rumah kecil ) mempunyai 2 atau 3 mobil.
Bagaimana rumah dan wargga kaya? Pasti 5 mobil dimilikinya. Hitung
berapa mobil yang akan melewati jalan tersebut. Tidak heran kan?
Belum
lagi ‘tamu2′ di luar Kelapa Gading mask kesana, dulu saja ketika aku
masih sering nginap disana di tempat mertua tahun 2006 kebawah, jika mau
ke kantorpun sudah macet, juga pulang kantor dan weekend pasti macet!
Sekarang? Setiap saat macet, seperti Jakarta downtown!
3. Konsep lingkungan
Jika nomor 1 yang banyak pemilik rumah
menjadikan rumahnya sebagai tempat bisnis, pastilah sampah2 lebih banyak
dibandingkan dengan sekedar sampah rumah tangga. Jika kita masuk sebuah
cluster di Kelapa Gading, coba lihat sampah2 disana. Bukan hanya sampah
rumah tangga saja, sampah restoran saja, bahkan lemari2 rusak serta
meja kursi rusak atau barang2 yang bukan sampah rumah tangga, bertumpuk
di beberapa titik, tanpa penanganan petugas2 kebersihan. Bahkan di
beberapa cluster yang seharusnya menjadi fasilitas umum seperti taman
bermain lingkungan itu, berubah menjadi ‘tempat tidur’ para tunawisma.

igading.com
Salah satu sudut Kelapa Gading di
pinggir kali, dimana di daerah ini selalu sebagai ‘tempat sampah’,
bahkan banyak tunawisma tidur disana …..

www.flickr.com

news.liputan6.com
Banjir dan kemacetan yang parah di
elapa Gading, akibat ‘kelalaian’ dan ketidak-pedulian warga Jakarta (
terutama di Kelapa Gading ) tentang lingkungan ……
Ini hanya sekedar ilustrasi saja. Jika
mau diteliti lagi, mungkin ada ratusan lembar buku yang membahas cerita
tentang Kelapa Gading …..
***
Kelapa Gading adalah sebuah contoh yang sebenarnya ‘berhasil’ dalam hal Jakarta membangun suburb, dengan konsep ‘rumah, kerja dan rekreasi ada disana’ dan mereka tidak harus datang ke Jakarta downtown. Keberhasilan ini seharusnya tetap dipantau ‘after sales service’ nya.
Artinya, jika
developer melempar produknya dan ditangkap oleh pembeli, si pembeli
tetap harus mematuhi peraturan2 yang sudah didesain sebaik2nya oleh
developer. Aku tidak tahu, apakah developer nya yang lalai
dengan ‘after sales service’nya, atau memang warga Jakarta disana lah
yang tidak peduli dengan apapun ( yang penting ‘rumahku ya rumahku,
memang ga boleh aku jadikan ruko?’ ).
Jual beli mobil disanapun merupakan
bisnis yang luar biasa menguntungkan. Aku tahu karena dulu mantan
suamiku pernah berbisnis jual beli mobil dan mendatangkan keuntungan
yang luar biasa! Padahal panjang jalan2 utama disana pasti tidak akan
bertambah, karena Kelapa Gading memang sebuah perumahan, suburb, bukan
sebuah kota seperti Jakarta yang memang harus menambakan panjang jalan
…..
Kelapa Gading sudah tidak terkendali.
Banyak developer baru yang membangun disana, dan teus membangun.
Fasilitas2 umum memang terus bermunculan, tetapi jangan salah, semua
fasilitas umum tersebut merupakan fasilitas umum high-class, dan yang
bisa ‘memakai’ fasilitas itu adalah warga berduit …..
Sekarang, aku malas kesana karena pasti
macet. Ke mall pun susah cari parkir. Anak2ku yang dulu les bahasa
Inggris dan les musik disana, pun aku pindahkan ke yang lebih dekat dari
rumahku. Dan aku tidak tahu, sampai kapan Kelapa Gading terus
berkembang. Apakah masih sampai 10 tahun mendatang, kah? Atau 20 - 30
tahun lagi? Seperti apakah Kelapa Gading 30 tahun lagi? Hmmmmm …..
Dan bagaimana campur tangan pemda
Jakarta? Apakah pemda sudah tidak mau tahu lagi tentang yang seperti
ini, karena sudah ‘dilimpahkan’ kepada developer2 disana?? Tambah bingung saja …..
Aku hanya sebagai pengamat saja, dari
segi lingkungan dan perkotaan. Kepedulianku tidak akan dipedulikan oleh
mereka, bahkan aku akan ‘disingkirkan’ karena mungkin mengganggu bisnis
mereka.
Ah, masa bodohlah. Tetap mengamati ……
Salamku …..


Tentang Saya:

Christie Damayanti. Just a stroke survivor and cancer survivor, architect, 'urban and city planner', traveller, also as Jesus's belonging. Follow me on Twitter
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 Responses to “‘Dunia Glamour dan Gemerlap’ Kelapa Gading”
29 Maret 2019 pukul 16.24
Tau ga ada beberapa situs judi online Poker Pilihan yang recomended banget!!
Modal Murah Menang Mudah!!
Gabung sekarang di beberapa situs judi online pilihan kami yang memiliki rating tertinggi diantaranya adalah :
https://mdominoqq.co
https://ahlikiu.cc
https://campion99.com
www.jurusqiu.com
Jadilah pemain yang smart dalam memilih situs judi online terbaik dan menanglah bersama situs judi online pilihan kami :)
Posting Komentar