Rabu, 17 Juli 2013

‘Dunia Glamour dan Gemerlap’ Kelapa Gading



By Christie Damayanti


1374037223438252798
www.summarecon.com

Sebuah developer berskala nasional dipercaya untuk mengembangkan daerah yang tadinya tempat ‘jin buang anak’, menjadi sebuah kota gemerlap, tempat segala macam ada dan merupakan ‘kepala naga’, yang bagi etnis tertentu dipercaya sebagai tempat penuh rezeki, hoki dan jika bisnia di kembangkan disana, pastilah akan untung besar! 

Dikatakan tempat ‘jin buang anak’ karena daerahnya berawa2, gelap jika sudah magrib dan jika membuka kaca jendela, masih terdengar suara jangkrik, jika di luar perumahan2 sederhana tersebut yang membentuk cluster2 sederhana.

Aku ingat, ketika aku masih kuliah antara tahun 1988 sampai tahun 1992, tempat itu benar2 sebuah tempat ‘jin buang anak’, dengan rawa2 serta jalan2 kecil yang hanya cukup 1 mobil saja. Tahun itu masih lumayan karena walau hanya sekedar perumahan sederhana disana, sudah dibangun sebuah pertokoan lingkungan. Tahun2 sebelumnya, aku baru 1 kali kesana karena tempat itu sungguh tidak menarik!

 
Selama aku kuliah, aku mendapat tawaran beberapa kali untuk mendesain interior rumah2 sederhana, seperti misalnya mendesain dapur, lemari2 atau meja kursi untuk rumah mereka, dan aku termasuk mengadakannya, bersama dengan seorang teman. Salah satunya adalah daerah itu. 

Dengan rumah2 sederhana 36 m2 sampai 90 m2, mungkin sudah puluhan rumah yang aku desain dan termasuk pengadaannya.

Tempat itu benar2 tidak menarik, dulunya. Dari kampusku di Grogol, jika aku harus datang untuk koordinasi dengan tukang2ku, dengan mengendarai mobil temanku, kami menuju ke tempat itu, berseberangan dengan Grogol. Jauh memang tetapi belum terlalu macet, sehingga kami bisa bolak balik 1,5 jam kesana untuk berkoordinasi desain dan itu hampir setiap hari jika kuliah sedang kosong atau tidak ada asistensi dengan asisten2 dosen. Mencari material pun merupakan awal pekerjaanku sebelum lulus kuliah. Cukup menyenangkan, sesuai dengan bidang dan minatku …..

***
Tahun demi tahun berlalu, daerah itu berkembang sangat pesat. Dari sebuah daerah tempat ‘jin buang anak’, daerah itu menjadi sebuah kota gemerlap, kota tempat kaum hedonis berkumpul dan kota ‘kerajaan’ bisnis, apapaun bisnis itu! Mulai dari tempat wisata kuliner, makanan apapun ada! Lalu 5 buah mall besar menjadi satu serta mall2 yang lain, dengan tenant2 bagus dengan harga sewa mahal. Beberapa hypermart2, ribuan ruko, ratusan showroom mobil baik mobil baru ataupun mobil bekas, puluhan apartemen, ratusan perkantoran, sekolah2, rumah sakit dan klinik dan semua bisnis yang ada di Jakarta, bersanding sebagai fasilitas puluhan ribu rumah2 baik rumah sederhana berharga puluhan juta ( dahulu ) sampai rumah2 mewah berharga puluhan milyar!

Ckckck, Aku geleng2 kepala karena perkembangan daerah ini,  bertolak belakang yang aku pelajari di kuliah ataupun di hati dan pemikiranku, sebagai arsitek dan pemerhati lingkungan.

Pasti semua heran, mengapa aku berkata begitu? Mengapa aku mengatakan bahwa perkembangan daerah ini, seakan2 aku tidak ‘merestuinya?’ Bahkan aku yakin, sebagian besar kompasianer akan ‘misuh2′ dengan tatapan sinisku. Ah, biarkan saja deh…

Ya, daerah itu Kelapa Gading! Kota gemerlap Kelapa Gading, sebuah suburb di Jakarta yang mungkin ( menurutku ) adalah suburb terbesar serta sangat berhasil dan bukan lagi sebagai suburb, bahkan Kelapa Gading sudah merupakan bagian ‘kota’ yang merupakan tujuan semua warga Jakarta jika mau mendapatkan apapun, termasuk enterteinment. Bahkan mall2nya merupakan mall yang banyak dicari oleh keluarga2, termasuk anak2ku. Konsepnya modern dan harganya tidak terlalu mahal. 

Apartemen2 dari yang sederhana sampai yang mewah juga termasuk yang diminati oleh warga Jakarta. Dan semuanya menjadikan Kelapa Gading sebuah kota gemerlap serta harga2 disana terus menanjak! Bahkan sebuah rumah tua kecil sekitar 60 m2 di belakang Kelapa Gading, dihargai sampai 600 juta, walau bangunannya sudah saatnya di ‘demolished’ karena sudah tidak layak pakai! Jadi hanya harga tanahnya saja! 
Luar biasa!

13740372821080934845
jakartacity.olx.co.id
Perumahan mewah di Kelapa Gading tetapi merupaka rumah2 lama tahun 1995-an …..
13740373431396167407

Rumah mewah ( sekali ) di Bukit Gading Villa, Kelapa Gading

Akhirnya, apapun yang dijual disana, akan mendatangkan rupiah yang tidak sedikit, termasuk rumah2 sederhana, yang oleh pembelinya akan diganti sebagai ruko atau rumah yang lebih baik, dan dijual lagi dengan harga yang lebih tinggi lagi! 

Sebuah ‘harga’ yang harus dibayar oleh sebagian warga Jakarta yang tinggal disana, dengan kemacetan yang luar biasa, hidup gemerlap serta banjir yang pasti melanda jika hujan, karena disana sepertinya tidak berlomba untuk mencari hidup dan rumah yang tenang, tetapi mereka berlomba terus mencari rupiah, keuntungan dan gengsi serta kenikmatan duniawi saja dengan hidup terus ‘mendaki’ ……

Sedikit ilustrasi, mengapa aku sunggung tidak ‘appreciated’ dengan kehidupan di Kelapa Gading :

1. Konsep perumahan

Sebenarnya konsepnya cukup baik. Developer itu pasti mempunyai arsitek2 apik yang mendesain lingkungan yang cantik. Tetapi begitu rumah2 berpindah tangan kepada pembeli, semuanya tidak terkendali. Sebagian besar rumah2 itu, apalagi yang berada di 1 tingkat dari Boulevard utama, dialihkan fungsinya menjadi bisnis. Menjadi ruko yang bisa untuk perkantoran, dagang, restoran bahkan tempat ibadah ( lihat tulisanku Tahukah Kita bahwa Tempat Tinggal Kita Tidak Boleh untuk Berdagang? dan “Ah …, Itu Kan Hanya Sirik saja, Jika Tetangga Kita Berhasil” Duh! ).

1374037377839243738

Arsitek selalu mendesain dengan apik, sesuai denan aturan dan lingkungannya. Peruntukan rumah pun harus ssesuai, dari tata kota, jadi tidak bisa ‘rumah dijadikan bisnis : resto, ruko atau rumah ibadah’.

Konsep peraturan sebuah rumah harus ada GSB ( Garis Sepadan Bangunan ), GSJ ( Garis Sepadan Jalan ) dengan MINIMAL ada 2 bukaan untuk penyerapan, seperti foto diatas. INI ADALAH PERATURAN dan SANGAT STANDARD!

Artinya, daerah itu sudah tidak terkendali. Karena jika konsep dari developer yang di desain dengan cantik dan apik dengan peraturan2 untuk mendesain rumah ( misalnya adanya GSB atau GSJ serta memiliki bukaan untuk penyerapan di dalam rumah ), si pemilik rumah melebur aturan2 rumahnya dan semuanya di fungsikan sebagi ruang2 untuk berkegiatan! Banyak rumah2 disana tidak mempunyai penyerapan ( menjadi beton ), GSB dan GSJ nya di langgar. Dan tidak heran jika banjir melanda karena air tidak bisa mencari tanah untuk menyerap.

13740374251490825761
Tampak depan, rumah seperti ini bagian depan harus merupakan tanah dan penyerapan. Jika ingin untuk ‘carport’, silahkan saja tetapi memakai conblock yang bisa menyerap air, bukan beton dengan keramin seperti ini!

1374037446619703038

Begitu juga untuk bagian dalam rumah yang terbuka di belakang ( lihat foto diatas ), seharusnya sebagai ruang terbuka hijau, sediir taman dengan tanah penyerapan. Jika ingin ‘kering’, silahkan saja, tetapi bisa memakai batu2 hitam atau putih, jangan mem-beton seperti ini! Bagaimana penyerapan tiap rumah??

2. Konsep jalan

Sekali lagi, developer pasti sudah memikirkan tentang jalan, tetapi developer tidak menyangkan bahwa tempat ini berkembang sedemikian pesat sampai jalan2 disana tidak menampung lagi mobil2 yang ada!
Aku tahu ( karena dulu mertuaku tinggal disana ) bahwa 1 rumah ( bahkan rumah kecil ) mempunyai 2 atau 3 mobil. Bagaimana rumah dan wargga kaya? Pasti 5 mobil dimilikinya. Hitung berapa mobil yang akan melewati jalan tersebut. Tidak heran kan? 

Belum lagi ‘tamu2′ di luar Kelapa Gading mask kesana, dulu saja ketika aku masih sering nginap disana di tempat mertua tahun 2006 kebawah, jika mau ke kantorpun sudah macet, juga pulang kantor dan weekend pasti macet! Sekarang? Setiap saat macet, seperti Jakarta downtown!

3. Konsep lingkungan

Jika nomor 1 yang banyak pemilik rumah menjadikan rumahnya sebagai tempat bisnis, pastilah sampah2 lebih banyak dibandingkan dengan sekedar sampah rumah tangga. Jika kita masuk sebuah cluster di Kelapa Gading, coba lihat sampah2 disana. Bukan hanya sampah rumah tangga saja, sampah restoran saja, bahkan lemari2 rusak serta meja kursi rusak atau barang2 yang bukan sampah rumah tangga, bertumpuk di beberapa titik, tanpa penanganan petugas2 kebersihan. Bahkan di beberapa cluster yang seharusnya menjadi fasilitas umum seperti taman bermain lingkungan itu, berubah menjadi ‘tempat tidur’ para tunawisma.

13740374951365256332
igading.com
Salah satu sudut Kelapa Gading di pinggir kali, dimana di daerah ini selalu sebagai ‘tempat sampah’, bahkan banyak tunawisma tidur disana …..

13740375381109569414
www.flickr.com
1374037599918730665
news.liputan6.com

Banjir dan kemacetan yang parah di elapa Gading, akibat ‘kelalaian’ dan ketidak-pedulian warga Jakarta ( terutama di Kelapa Gading ) tentang lingkungan ……

Ini hanya sekedar ilustrasi saja. Jika mau diteliti lagi, mungkin ada ratusan lembar buku yang membahas cerita tentang Kelapa Gading …..

***

Kelapa Gading adalah sebuah contoh yang sebenarnya ‘berhasil’ dalam hal Jakarta membangun suburb, dengan konsep ‘rumah, kerja dan rekreasi ada disana’ dan mereka tidak harus datang ke Jakarta downtown. Keberhasilan ini seharusnya tetap dipantau ‘after sales service’ nya. 

Artinya, jika developer melempar produknya dan ditangkap oleh pembeli, si pembeli tetap harus mematuhi peraturan2 yang sudah didesain sebaik2nya oleh developer. Aku tidak tahu, apakah developer nya yang lalai dengan ‘after sales service’nya, atau memang warga Jakarta disana lah yang tidak peduli dengan apapun ( yang penting ‘rumahku ya rumahku, memang ga boleh aku jadikan ruko?’ ).

Jual beli mobil disanapun merupakan bisnis yang luar biasa menguntungkan. Aku tahu karena dulu mantan suamiku pernah berbisnis jual beli mobil dan mendatangkan keuntungan yang luar biasa! Padahal panjang jalan2 utama disana pasti tidak akan bertambah, karena Kelapa Gading memang sebuah perumahan, suburb, bukan sebuah kota seperti Jakarta yang memang harus menambakan panjang jalan …..

Kelapa Gading sudah tidak terkendali. Banyak developer baru yang membangun disana, dan teus membangun. Fasilitas2 umum memang terus bermunculan, tetapi jangan salah, semua fasilitas umum tersebut merupakan fasilitas umum high-class, dan yang bisa ‘memakai’ fasilitas itu adalah warga berduit …..

Sekarang, aku malas kesana karena pasti macet. Ke mall pun susah cari parkir. Anak2ku yang dulu les bahasa Inggris dan les musik disana, pun aku pindahkan ke yang lebih dekat dari rumahku. Dan aku tidak tahu, sampai kapan Kelapa Gading terus berkembang. Apakah masih sampai 10 tahun mendatang, kah? Atau 20 - 30 tahun lagi? Seperti apakah Kelapa Gading 30 tahun lagi? Hmmmmm …..

Dan bagaimana campur tangan pemda Jakarta? Apakah pemda sudah tidak mau tahu lagi tentang yang seperti ini, karena sudah ‘dilimpahkan’ kepada developer2 disana?? Tambah bingung saja …..

Aku hanya sebagai pengamat saja, dari segi lingkungan dan perkotaan. Kepedulianku tidak akan dipedulikan oleh mereka, bahkan aku akan ‘disingkirkan’ karena mungkin mengganggu bisnis mereka.

Ah, masa bodohlah. Tetap mengamati ……

Salamku …..

Tags:

1 Responses to “‘Dunia Glamour dan Gemerlap’ Kelapa Gading”

veranti mengatakan...
29 Maret 2019 pukul 16.24

Tau ga ada beberapa situs judi online Poker Pilihan yang recomended banget!!
Modal Murah Menang Mudah!!
Gabung sekarang di beberapa situs judi online pilihan kami yang memiliki rating tertinggi diantaranya adalah :

https://mdominoqq.co
https://ahlikiu.cc
https://campion99.com
www.jurusqiu.com

Jadilah pemain yang smart dalam memilih situs judi online terbaik dan menanglah bersama situs judi online pilihan kami :)


Posting Komentar

Subscribe

Berlangganan Artikel Saya

© 2013 Christie Damayanti. All rights reserved.
Designed by SpicyTricks