Senin, 15 Juli 2013
‘Hidup di Jakarta itu Serasa Dalam Hutan, Siapa yang Kuat Dialah yang Menang!’
Senin, 15 Juli 2013 by Christie Damayanti
By Christie Damayanti


www.telegraph.co.uk
Sebelumnya :
Semua link tentang disabled, setelah artikel dibawah ini.
Tahu tidak? Setelah aku cacat dan dalam
keterbatasanku sebagai insan pasca stroke, aku benar2 merasakan dan
mengalami sendiri apa yang banyak orang katakan bahwa ‘hidup di Jakarta itu serasa dalam hutan, siapa yang kuat dialah yang menang!’ Ya, aku sekarang mengalami seperti itu!
Ketika aku sehat, aku bisa menyombongkan diri bahwa,
“Aku bisa! Tanpa bantuan orang, aku bisa! Dalam hal fisik, apalagi pemikiran, aku sudah menaklukan Jakarta, bahkan dunia!”
Ya, sebuah kesombongan yang sering kali
membuat kita lupa bahwa kesuksesan atau perjalanan hidup kita adalah
sama sekali bukan kekuatan kita! Tetapi semuanya karena kasih dan
kemurahan Tuhan saja. Semuanya sesuai dengan rencana Tuhan saja!
Tetapi dengan keterbatasan aku sekarang
ini, aku sangat sulit melakukan semuanya sendirian, terutama dalam hal
fisik. Pemikiran masih seperti dulu tetapi fisik? Tidak! Karena aku
memang sudah cacat, secara fisik!
***
Ok! Aku tidak membahas tentang kecacatan
sebagi fokus tulisanku sekarang ini. Aku hanya mau berkata bahwa sebuah
kota Jakarta, tempat aku dilahirkan, tempat aku menuntut ilmu dan
tempat aku mengerahkan sebagian dari waktuku untuk berusaha memperbaiki,
ternyata Jakarta tetap menjadi ‘momok’ dan ‘hutan belantara’ untuk
orang2 disabled seperti aku! Keterbatasan sebagian warga kota Jakarta,
bukan hanya dituntut untuk mandiri saja, tetapi lebih lagi untuk
‘menaklukkan’ Jakarta sebagai tempat tinggal yang nyaman bagi kami.
Warga disabled Jakarta tidak sedikit,
bukan hanya yang memakai kursi roda saja, tetapi fasilitas2 tuna netra
atau tuna rungu pun ( mungkin ) 90,9% Jakarta belum mengadaptasikannya.
Komunitas2 disabled bermunculan di Jakarta, dengan salah satunya aku
berada didalamnya.
Bahwa kami, warga disabled Jakarta,
sebenarnya tidak ingin di-eksklusif-kan. Kami ingin membaur. Kami tidak
mau di kasihiani, tetapi kami ingin dimengerti! Bahwa kami juga warga
kota, kami juga warga negara, yang mempunyai hak dan kewajiban, walau
kami dalam keterbatasan!
Lalu, sebagai kota, aparat2 kota dan
negara mempunyai kewajiban untuk kami bisa membaur, dengan memberi dan
membangun fasilitas2 disabled untuk bisa berinteraksi sebagai warga kota
dan warga negara. Itu hak kami. Dan kewajiban kami adalah sama seperi
warga kota dan warga negara yang sehat dan normal. Untuk aku, aku sudah
menjalankan kewajibanku, tetapi aku ( dan semua sahabat disabled di
Jakarta ) belum sepenuhnya mendapatkan hakku ( kami ), terutama di
Jakarta.

www.cae.org.uk

www.idgo.ac.uk
Perbedaan antara ramp dan tangga,
tetap bisa di desain cantik dan apik. Tetapi mengapa tidak banyak
pemilik bangunan yang tidak peduli dengan ini? Padahal ini adalah
kebutuhan untuk insan disabled.
Misalkan saja. Jangankan fasilitas2
umum2 kota. Fasilitas bangunan2 umum ( yang dari developer, bukan dari
pemerintah ) saja, hak kami belum tercukupi. Di mall. Sebagai arsitek
yang benare tahu permasalahan serta peduli tentang ‘arti disabled’, aku
amati hanya 1 atau 2 mall saja di Jakarta yang bisa memenuhi hak kami
sebagai disabled. Dengan adanya ramp dan toilet disabled ( yang TIDAK
terkunci lho! ), sedikit banyak mungkin sudah 50% hak kami sebagai
disabled terpenuhi.

www.sfgov2.org

commons.wikipedia.org
Insan disabled yag mandiri untuk ‘menjelajah’ kota mereka …..
Tetapi jangan lupa! Disabled itu bukan
hanya berjalan dengan kursi roda saja, tetapi ada tuna rungu, tuna
netra, atau tuna grahita. Sampai sekarang, belum ada mall yang mengusung
fasilitas untuk disabled tuna rungu, tuna netra atau tuna2 yang lain.


Insan tuna netra yang mandiri …..
Jika mall2 di luar negeri, hampai semua
bangunan2 umum lantainya merupakan fasilitas untuk tuna netra ( ada
pelapis lantai dengan panduan bagi tuna netra yang memakai tongkat,
sehingga dia bisa tahu, diama dia berada. Lalu lantai itu mengarahkannya
untuk ke lift atau ke tangga ). Bahkan di stasiun MRT. Begitu juga
lift2 umum, dengan huruf braille untuk memencetnya dan lift bersuara,
juga bagi tuna netra. Sehingga mereka bisa mandiri jika sekedar untuk
berjalan, bekerja, ber-transportasi di lingkungan kotanya …..

maunsmotors.co.uk

Fasilitas bus umum menjadikan insan disabled bisa bergerak lancar tanpa ditolong orang lain.

www.telegraph.co.uk

www.disabledholidayinfo.co.uk
Fasilitas kereta listrik.

www.heartcentre.org.uk
Bukan hanya mall saja, tetapi juga di
bangunan2 perkantoran bahkan perkantoran2 pemerintahan. Semua hak2
disabled terpenuhi, sehingga kewajiban2 disabled2 pun terpenuhi.
Begitu juga untuk fasilitas2 umum
perkotaan. Pedestrian2 besar dan cukup untuk pejalan kaki serta untuk
kursi roda. Pelapis2 lantai pedestrian untuk pembimbing bagi tongkat
tuna netra. Bus2 umum dengan fasilitas2 khusus untuk menaikan kursi roda
ke bus serta tempat2 khusus di bub tersebut bagi disabled. Taksi2
khusus yang siap membantu jika menaik dan menurunkan insan disabled.
Semua tersedia. Semua terpenuhi …..

rampassists.com.au
Bahkan hampir semua negara maju membuat ‘ramp mobile’ untuk dipindahkan2 bagi kebutuhan dan fasilitas insan disabled disana …..
Bagaimana dengan Jakarta khususnya dan Indonesia pada umumnya?
Seperti yang aku tuliskan diatas, hanya
di 1 atau 2 mall saja dengan fasilitas ramp serta toilet disabled.
Bangunan2 pemerintahan sama sekali belum ada fasilitas disabled. Bahkan
jika dari mobil, turun untuk ke lobby utama bangunan pemerintahannya
saja tidak terdapat fasilitas ramp. Padahal bagunan pemerintahan pasti
memakai tangga yang tinggi …..
Bangunan2 pemerintahan dimanapun
berkonsep monumental, berkesan megah serta berwibawa. Itu konsep yang
umum, dan sangat dimengerti untuk semua orang. Tetapi, apakah jika ada
insan disabled membutuhkan untuk bertemu pejabat kota, tidak bisa karena
tidak adanya fasilitas untuk bisa kesana? Bahkan ramp pun sama sekali
tidak ada?
Konsep fasilitas disabled memang tidak
murah dan tidak mudah. Sebuah ramp, harus sesuai dengan standard desain,
ber-derajat sekitar 5, sehingga memang ramp mempunyai tempat yang cukup
luas dibandingkan dengan tangga. Banyak arsitek yang sudah mendesain
ramp dengan standard baik, tetapi hampir semua pemilik bangaunan yang
tidak menyetujuinya. Mengapa? Aku tidak tahu!
Memang, sedikit banyak aku
pernah tahu alasannya, teapi pun tidak benar2 tahu karena semuanya
seakan hanya ‘kabar burung’ saja …..
Begitu juga tentang toilet disabled,
sesuai dengan link2 diatas. Bahwa untuk disabled dengan kursi roda,
sangat tidak gampang untuk ke toilet karena keterbatasannya. Misalnya,
seperti aku dengan tangan kanan yang lumpuh, membuka dan memakai celana
saja, tidak gampang! Ditambah dengan tempat / bilik yang kecil yang
tidak cukup dengan adanya kursi roda! Semakin stres lah insann disabled
untuk bergerak di bangunan2 umum …..
Apalagi fasilitas2 perkotaan! Trotoar2
yang kecil, sempit dan kumuh! Tanpa mengindahkan permukaannya untuk
dijalani sebuah kursi roda. Bahkan banyak jalan2 yang trotoar nya
dipakai untuk pedagang kaki lima bahkan untuk parkir motor dan mobil,
sehingga pejalan kaki memakai badan jalan. Lalu, bagaimana dengan yang
menggunakan kursi roda? Bagaimana jika tuna netra berjalan, dengan
memakai tongkat? Untuk warga normal saja susah, apalagi untuk kami?
Sangat tidak manusiawi ……



winarto.in


Bagaimana mau manusiawi?

Lalu yang ini. Trotoarnya bagus dan
cantik, tapi ini hanya cukup untuk 1 pejalan kaki saja. Bagaimana jika
salling bertemu? Pasti ada yang di rerumputan atau di badan jalan.
Bagaimana untuk kursi roda? Desainer sama sekalitidak memikirkannya …..
Ckckck …..
Jadi tidak berlebihan, bukan, jika aku
berkata bahwa ‘hidup di Jakarta itu serasa dalam hutan, siapa yang kuat
dialah yang menang?’. Bahkan kami, insan disabled adalah ‘orang2 yang
tersingkirkan, orang2 yang kalah, bahkan banyak oran g berkata kami
insan disabled adalah orang2 terbuang?’
Bukan hantya secara fisik saja Jakarta
menjadi ‘hutan’ bagi insan disabled, tetapi juga yang berhunungan dengan
‘hati dan kepedulian’, serta fasilitas2 non-fisik seperti pelecehan2,
bahkan untuk disabled muda, masih susah untuk mendapat pendidikan yang
layak …..
Tetapi tahu tidak? Bahwa,
kami insan disabed sudah memberikan kewajiban2 kami sebagai warga kota
dan sebagai warga negara! Kami bukan hanya bisa bekerja sebagai orang2
yang normal saja, bahkan sebagian besar dari kami berprestasi, melebihi
orang2 normal dan sehat.
Jadi, tidak salah bukan jika kami menuntut hak kami sebagai warga kota dan warga
negara?
Link tentang disabled :


Tags: metro , sosbud
Tentang Saya:

Christie Damayanti. Just a stroke survivor and cancer survivor, architect, 'urban and city planner', traveller, also as Jesus's belonging. Follow me on Twitter
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Responses to “‘Hidup di Jakarta itu Serasa Dalam Hutan, Siapa yang Kuat Dialah yang Menang!’”
Posting Komentar