Senin, 22 Juli 2013
Jakarta ‘Kota Sejuta Minimarket’
Senin, 22 Juli 2013 by Christie Damayanti
By Christie Damayanti

fokus.news.viva.co.id
Sebelumnya :
Ada yang tahu, berapa jarak ideal untuk
sebuah minimart di lingkungan2 perumahan? Atau sebelumnya, adakah yang
tahu berapa jarak untuk sebuah pasar tradisional? Mungkin untuk pasar
tradisional, jaraknya masih sesuai dengan peraturan2 pemda, karena pasar
tradisional sudah mulai ‘ditinggalkan’ oleh warga, jika ada tempat yang
lebih bersih dengan haga yang relatif hampir sama dengan pasar
tradisional. Termasuk para asisten rumah tangga, yang lebih memilih
masuk ke minimart dibanding dengan pasar tradisional.
Minimarket dalam perundang2an adalah
termasuk sebagai ‘toko modern’, bukan pasar tradisional, walau sekarang
ini, lebih banyak warga berbelanja di minimarket dibanding pasar
tradisional, sedangkan pasar tradisional masih sebagai ‘fans’ untuk
warga yang lebih mencari harga murah, walau harus berpanas2 disana.
Dan
setiap toko modern waji memperhitungkan kondisi sosial ekonomi
masyarakat sekitar, serta jarak setiap toko modern dan pasar
tradosional, harus sesuai dengan peraturan. Bahwa sebuah
minimarket ata sebuah toko medern, luasnya adalah kurang dari 400 m2 dan
lokasinya harus mengacu kepada Rencana Tata Ruang Wilayah Kota dan
Rencana Detail Tata Ruang Kota ( RDTR ).
Bahwa pengaturan sebuah lokasi untuk minimarket boleh ada di setiap jaringan jalan ( jala lingkungan ) pada lingkungan hunian perkotaan. Artinya adalah minimarket bisa berada di wilayah pemukiman warga. Dan minimarket bukan sebuah toko dalam skala perkotaan.
Jika si pemilik minimarket, baik sendiri atau ‘franchise’ atau berintegrasi dengan pusat perbelanjaan, harus memperhatikan :
- Kepadatan penduduk
- Perkembangan pemukima baru ( hunian atau perumahan baru )
- Aksesibilitas wilayah ( arus lalu lintas )
- Ketersediaan infrastruktur
- Keberadaan pasar tradisional di wilayah tersebut
Tetapi jika daerah hunian
lama, baik hunian padat atau hunian2 untuk warga kelas menengah keatas,
untuk sebuah minimarket dengan luas bangunan antara 100 m2 sampai 200
m2, harus berjarak radius sekitar 500 m ( ½ km ) dari pasar lingkungan
dan terletak di sisi jalan lingkungan.
Cukup jelas sebagai warga yang ingin
membangun sebuah minimarket. Tetapi ‘tidak cukup jelas’ untuk peduli
dengan lingkungannya, sebagai warga yang egois dan hanya ingin mencari
keuntungan sendiri, bukan kebersamaan lingkungan …..

www.tempo.co
2 minimarket bersebelahan dengan toko kelontong di sekelilingnya …..
Ada yang mengamati tidak, berapa jarak
antara minimarket di lingkungan kita? Dilingkungan kalian? Aku selalu
mengamati, apalagi di lingkungan rumahku sendiri. Rumahku memang berada
di sebuah kompleks di Tebet. Di belaang komplek ada sebuah jalan
sepanjang sekitar 1,5 km dan adri stasiun Tebet sampai jalan MT.Haryono.
Jalan sepanjang itu merupakan hunian padat penduduk. Semua fasilitas
lingkungan ada disana walau bukan berasa dari pemda DKI, kecuali stasiun
kereta.
Dari beberapa Masjid, sekolah, restauran
kecil atau warung2 ( banyak sekali ), perkantoran kecil, pasar
tradisional, salon, bengkel, termasuk minimarket. Dan dalam pengamatan
an perhitunganku, minimarket yang ada disana banak sekali, setiap
sekitar 100 m atau 200 m ( dari ‘franchise’ perusahaan besar, ataupun
membuka dengan nama sendiri ), pasti dibangun minimarket, bahkan pas di
belakang rumahku berdiri sebuah midimarket ( minimarket yang berukuran
lebih dari mini ), dan beberapa langkanh di seberangan berdiri
minimarket dengan ‘merek’ yang berbeda …..
Juga di depan komplekk yang sama tempat
aku tinggal, ada 2 midimarket berdampingan + 1 minimarket kecil
non-merek, berjualan barang2 kelontong! Dengan pasar yang berbeda!
Midimarket yang satu khusus untuk ‘menjaring’ anak muda hanya berbekal
kongkow2 sampai malaam ( karena memang buka 24 jam ), dengan harga
makanannya yang cukup mahal, sedangkan midimarket yang lain memang
khusus untuk menjual bahan makanan standard. Yang ecil pn mempunyai
pasar sendiri walau sepi …..
Kenyataannya, midimarket di belakang
rumahku, justru lebih ramai dari minimarket di seberangnya. Untuk warga
sebearnya tidak peduli, mau lebih ramai mana karena tdak ikut memiliki,
tetapi justru warga mendapat keuntungnan karena kebutuhannya terpenuhi, JIKA TIDAK MENGGANGGU!
Seorang teman pernah protes dengan
keberadaan minimarket di beberapa meter dari rumahnya di kawasan jakarta
Barat. Masalahnya adalah, minimarket tersebut mengganggu karena tidak
mempunyai tempat parkir sendiri, hanya 1 mobil saja. Padahal sekarang
ini yang belanja di minimarket bukan hanya para asisten rumah tangga
saja atau ibu2 saja, tetapi para pria pun sering berbelanja disana walau
hanya sekedar membeli rokok, pulsa, minuman ringan dan transaksi di ATM
…..
Dan mobil2 berhenti di minimarket disana, tetapi parkir memenuhi
beberapa kavling rumah disekitarnya, salah satunya rumah temanku.
Alhasil, temanku marah dan protes. Aku tidak tahu kelanjutannya, tetapi
beberapa hari lalu, minimarket itu tutup ( atau renovasi? ) …..
Catatan baru :
Jika mau membangun dan
membuak minimarket apalagi midimarket, sebaiknya harus mempunyai tempat
khusus untuk lahan parkir. Jika mau bekerjasama dengan bank untuk
layanan mesin ATM, itulah yang diutamakan!
Di daerah lain, aku sering melihat
tentang pasar tradisional berdampingan dengan sebuah atau beberapa buah
minimarket. Aku tidak tahu, persaingan seperti apa dan bagaimana
hasilnya, padahal sudah jelas peraturan2 untuk membangun dan membuka
sebuah minimarket yang jangan berjarak kurang dari 500.
Adanya mesin ATM pun merupakan salah
satu problem lain, terusan dengan masalah minimarket. Dengan adanya ATM
yang sekarang banyak terdapat di dalam minimarket ( kerjasama antara
bank pemilik ATM dengan minimarket tersebut ), membuat banyak mobil
berhenti hanya sekedar mengambil unang di ATM atau transaksi kecil
disana, dan tidak berbelanja disana.
Tidak masalah sih, tetapi jika
mengganggu. Tetapi apakah lama kelamaan pemilik minimarket tersebut
tidak ‘gerah’ karena mobil2 hanya ingin masuk menarik uang di ATM tanpa
membeli disana?
Aku tetap seorang warga kota yang
mengambil keuntungan dengan banyaknya minimarket dan midimarket di
belakang runahku, serta dekat dengan ATM disana.
Tetapi sebagai arsitek,
aku lebih memilih untuk mengubah pola pikir warga
Jakarta, untuk mau membangun lingkungannya dan jangan mengambil
keuntungan diri ( lebay? Tidak! Idealis? Yup! ).
Jika
peraturan ditegakkan di seluruh Jakarta, minimaret dan midimarket di
belaang rumahku dan sekeliling kompleks perumahanku, pastilah akan
tersingkir. Dan hasilnya aku juga tidak mempunyai akses gampang untuk
membeli kebutuhan sehari2. Tetapi Jakarta akan lebih tertib dan labi
nyaman untuk tempat tinggal ……
Semua jawabannya tergantung masing2 pribadi dan kepedulian warga Jakarta sendiri untuk membangun Jakarta yang lebih baik …..
Minimarket yang tidak
diatur, patilah mematikan pedagang kelontong. Tidakkah kita peduli?
Walaupun pemda sudah berusaha untuk mengatur …..
Salamku …..


Tentang Saya:

Christie Damayanti. Just a stroke survivor and cancer survivor, architect, 'urban and city planner', traveller, also as Jesus's belonging. Follow me on Twitter
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Responses to “Jakarta ‘Kota Sejuta Minimarket’”
Posting Komentar