Selasa, 09 Juli 2013

Hubungan ‘Antartetangga?’, Masa Bodohlah!



By Christie Damayanti


13733587771016932394
www.pbase.com

Jika kita sempat bertandang ke negara lain, coba amati tentang nyamannya hidup ‘bertetangga’. Aku tidak mau menulis tentang antara rumah tetangga, tetapi aku ingin coba menulis tentang tetangga gedung, antar pekantoran atau antar pertokoan dan mall.

Tidak usah jauh2. Singapore saja. Ketika kita berjalan2 di sepanjang Orchard Road, antara ‘tetangga’ ( mall dan perkantoran ) semuanya tidak berpagar. Konsepnya jelas, Singapore adalah negara atau kot kecil. Singapore tidak mau warganya terkukung. Dan Singapore ingin mereka semua bisa hidup dengan nyaman, aman serta tenang. Dan dengan konsep hidup seperti ini, Singapore mendesain kotanya dengan ‘ramah’, terbuka untuk warganya, bahkan untuk ‘tamu2nya’ ( warga negara lain ) ….

Hampir semua negara mendesain kotanya dengan ‘ramah dan terbuka’, menyambut warganya apalagi menyambut warna negara lain. Bukan hanya ‘tetangga’ antara bangunan2 tinggi dan besar, bahkan antara rumah2 penduduknyapun, hampir semua tidak berpagar!

Tetapi jika di Jakarta, jangankan tanpa pagar, pedestrian2 yang sudah di desain dengan baik, ttapi dipergunakan denan sembarangan dan mengganggu para pejalan kaki ……


13733588401373589875
totosociety.com
13733588961517199376
newsdetik.com

Coba lihat! Pedestrian menjadi ‘jalan kendaraan’, bahkan bus pun masuk ke pedestrian. Padahal, pedestrian di desain untuk pejalan kaki, sehingga jika ada kendaraan besar melewatinya, pedestrian akan rusak …..

***

Adikku tinggal di Dallas, di sebuah kompleks nyaman. Konsep tanah perumahannya adalah bangunan tunggal dan antara bangunan ( termasuk rumah ) satu dengan bangunan yang lain, mempunyai jarak tertentu, sehingga sesuai dengan ‘hidup sehat di perkotaan’.

Standard konsep seperti itu sudah jamak di hampir semua negara. Warga kota di didik ‘keras’ oleh pemerintahnya untuk peduli serta berusaha mempunyai ’sense of belonging’ yang tinggi terhadap kota dan negaranya. Kepedullian2 seperti ini, justru merupakan awal dari majunya sebuah bangsa yang besar …..

Bagaimana dengan Indonesia, khususnya Jakarta?

Jangankan antar bangunan tetangga, taman kota pun dipagari! Lihat tulisanku ‘Keangkuhan dan Kesombongan’ Taman Monas.


13733589741918304623
travel.detik.com
Konsep nyaman untuk hubungan antar tetangga gedung, untuk membina keterbukaan warga Jakarta

Di Jakarta sendiri, pernah ada sebuah bangunan yang ‘ramah’ dan terbuka. Dengan mendesain sedemikian, sehingga di depan bangunan tersebut terbuka bebas, dengan taman yang cantik, air mancur cantik dan selalu menyemburkan airnya, serta tempat2 duduk yang cukup nyaman untuk maka siang. Si pemilik gedung pun, mempersilahkan pedagang2 makanan masuk ke pelataran mereka, tetapi sesuai dengan ‘perjanjian’, bahwa harus menjaga kebersihan, harus menjaga keamanan dan kenyamanan masyarakat pun harus di jaga. 

Beberapa orang satpam selalu lalu lalang disana, sampai pada suatu hari …..

Semuanya sepi. Sebelumnya ramai, apalagi pagi2, pedagang makanan seperti soto, bubur ayam dan gorengan sudah berkumpul dan pegawai2 kantor pun membeli dan makan disana. Bahkan banyak anak2 ( entah anak2 si pegawai atau anak2 yang memang ingin makan disana ) ikut membeli dan makan disana.

Lalu, pedagang2 yang seharusnya tidak bisa disana karena tidak mempunyai ‘ijin’ ( karena banyak sekali, anak2 yang berjualan permen atau majalah atau rokok di lampu2 merah ) berkerumun disana, bukan hanya pagi2 saja, bahkan sampai sore dan banyak dari mereka sembunyi2 tidur di pelataran yang nyaman …..

Bukan itu saja, banyak ojek memanfaatkan tempat itu untuk menjajakan jasanya, sambil duduk2 dan makan cemilan gorengan. Yang mana seharusnya tempat itu di desain si empunya gedung untuk fasilitas dan kenyamanan pegawai gedung perkantoran mewah tersebut.

Kalau demikian, jelas si empunya gedung marah, dan benar2 melarang semuanya yang  sebelumnya dipersilahkan ‘masuk’. Lalu, fasilitas taman tersebut dibongkar besar2an dan konsepnya dirubah! Tamannya di pagar tinggi dan sekarang sama sekali tidak ada space untuk sekedar bercengkerama atau ojeg2 menawaran jasa serta pedagang2 makanan berhenti disana …..

Sekali lagi, salah siapa??

Si empunya bangunan sudah ‘berbaik bati’ untuk ‘menerima’ tamu2nya dengan memberikan fasilitas2 umum berupa taman dan asesorisnya untuk pegawai2 disana bisa bercengkerama sambil makan pagi dan siang serta memberi makanan untuk makan malam. Tetapi semuanya berantakan ketika masyarakat yang benar2 hanya mengejar keuntungan pribadi saja, berbuat yang tidak sesuai dengan ‘peraturan2′ yang ada, sehingga i empunya gedung justru ‘mengusir’ dan menutup fasilitas2 yang ada dan memagari taman2 cantik yang semestinya bisa dijadikan ‘taman kota’ …..

***

Sekarang ini, sebenarnya sudah banyak urban planner lokal yang bisa mendesain Jakarta lebih baik. Tetapi, tidak banyak pilihannya. Maksudnya, walau banyak urban planner luar biasa mampu mendesain Jakarta lebih baik, tetapi jika warga kota Jakarta masih sangat tidak mau peduli dengan kotanya dan hanya mementingkan diri sendiri saja, Jakarta tetap tidak bisa lebih baik!

Jika aku gembar gembor terus menulis untuk meng-edukasi warga kota untuk ( misalnya ) mentaati peraturan apapun peraturan tersebut, tetapi jika mereka ‘bebal’ dan benar2 hanya memikirkan diri sendiri, semuanya akan sia2 …..

Konsep Jakarta sendiri pun sebenarnya sudah cantik dan apik dengan urban2 planner yang ciamik. Tetapi ketika edukasi masyarakat sangat lambat untuk mereka mampu menyerap dengan baik, jakarta akan terus tertinggal. Konsep2 kota di negara2 lain sudah ribuan langkah di depan kita, Jakarta masih tetap diam di tempat. Dan ketika Jakarta sudah mampu ‘menyusul’ mereka, Jakarta akan terengah2 sampai akhirnya kita akan hanya sekedar ‘melabrak semuanya’ tanpa mengindahkan prosedur2 yang ada …..

Misalnya saja tentang konsep sebuah mall di sepanjang Jalan Dr. Satrio, yang dulu Bapak Ciputra ingin membuat ‘Orchard Road’ ala Jakarta disana. Semuanya memang mall dan perkantoran. Ada di atas tanah dan ada yang di bawah tanah. Cantik dan nyaman dengan pedestrian2 yang lebar ala Orchard Road. Tetapi konsep itu, berhenti ketika krismon melanda tahun 1998 dan akhirnya sekarang semmuanya amburadul …..


13733590591940494465
ww.idjakarta.com
1373359090127195223
www.tempo.co

Jalan Dr. Sartio sebelum dibangun jalan layang saja udah ssemrawut, tanpa mengindahkan ‘antar tetangga’. Apalagi ketika jalan layang sudah dibangun, menjadikan jalan ini boro2 seperti ‘Orchard Road’ di Singapore, sekedar jalan sebagai daerah elite saja, belum berhasil …..

Antara mall ( ITC - Ambassador - Kuningan City ), sangat berdempetan dan tidak mempunyai pedestrian2 besar yang menghubungkan antar tetangga, bahkan semakin dipersempit dengan pembangunan jalan layang dari Sahid sampai Casablanca, bahkan katanya terus sampai mana?

Artinya apa? Konsep pak Ciputra untuk membuat ‘Orchard Road’ ala Jakarta tiba2 harus berhenti, tetapi hanya dengan hitungan belasan tahun sampai sekarang, berubah total dengan konsep kota yang ‘acak kadut’. Jalan layang melintang tidak terarah, dan sangat tidak komprehensif. 

Dimana 3 mall besar bersebelahan tanpa mengindahkan hubungan ‘antara tetangga’ ( pedestrian nyaman ) serta tanpa peduli dengan parkir yang kapasitasnya hanya diatas 50% saja, juga ketidakpedulian si pemilik gedung untuk mengatur kendaraan2 umum ( angkot dan taksi ), membuat jalan Dr. Satrio sangat crowded, seperti ‘daerah tidak bertuan’! Walaupun sebenarnya, daerah itu merupakan daerah elite, Segitiga Emas!

Siapa yang salah? Dan siapa yang mampu ‘membetulkan’ konsep2 strategis supaya daerah itu kembali lagi sebagai daerah elita yang cantik dan nyaman? Itulah Jakarta …..


Tags: ,

0 Responses to “Hubungan ‘Antartetangga?’, Masa Bodohlah!”

Posting Komentar

Subscribe

Berlangganan Artikel Saya

© 2013 Christie Damayanti. All rights reserved.
Designed by SpicyTricks