Selasa, 09 Juli 2013
Hubungan ‘Antartetangga?’, Masa Bodohlah!
Selasa, 09 Juli 2013 by Christie Damayanti
By Christie Damayanti

www.pbase.com
Jika kita sempat bertandang ke negara
lain, coba amati tentang nyamannya hidup ‘bertetangga’. Aku tidak mau
menulis tentang antara rumah tetangga, tetapi aku ingin coba menulis
tentang tetangga gedung, antar pekantoran atau antar pertokoan dan mall.
Tidak usah jauh2. Singapore saja. Ketika
kita berjalan2 di sepanjang Orchard Road, antara ‘tetangga’ ( mall dan
perkantoran ) semuanya tidak berpagar. Konsepnya jelas, Singapore adalah
negara atau kot kecil. Singapore tidak mau warganya terkukung. Dan
Singapore ingin mereka semua bisa hidup dengan nyaman, aman serta
tenang. Dan dengan konsep hidup seperti ini, Singapore mendesain kotanya
dengan ‘ramah’, terbuka untuk warganya, bahkan untuk ‘tamu2nya’ ( warga
negara lain ) ….
Hampir semua negara mendesain kotanya
dengan ‘ramah dan terbuka’, menyambut warganya apalagi menyambut warna
negara lain. Bukan hanya ‘tetangga’ antara bangunan2 tinggi dan besar,
bahkan antara rumah2 penduduknyapun, hampir semua tidak berpagar!
Tetapi jika di Jakarta, jangankan tanpa
pagar, pedestrian2 yang sudah di desain dengan baik, ttapi dipergunakan
denan sembarangan dan mengganggu para pejalan kaki ……

totosociety.com

newsdetik.com
Coba lihat! Pedestrian menjadi
‘jalan kendaraan’, bahkan bus pun masuk ke pedestrian. Padahal,
pedestrian di desain untuk pejalan kaki, sehingga jika ada kendaraan
besar melewatinya, pedestrian akan rusak …..
***
Adikku tinggal di Dallas, di sebuah
kompleks nyaman. Konsep tanah perumahannya adalah bangunan tunggal dan
antara bangunan ( termasuk rumah ) satu dengan bangunan yang lain,
mempunyai jarak tertentu, sehingga sesuai dengan ‘hidup sehat di
perkotaan’.
Standard konsep seperti itu sudah jamak
di hampir semua negara. Warga kota di didik ‘keras’ oleh pemerintahnya
untuk peduli serta berusaha mempunyai ’sense of belonging’ yang tinggi
terhadap kota dan negaranya. Kepedullian2 seperti ini, justru merupakan
awal dari majunya sebuah bangsa yang besar …..
Bagaimana dengan Indonesia, khususnya Jakarta?
Jangankan antar bangunan tetangga, taman kota pun dipagari! Lihat tulisanku ‘Keangkuhan dan Kesombongan’ Taman Monas.

travel.detik.com
Konsep nyaman untuk hubungan antar tetangga gedung, untuk membina keterbukaan warga Jakarta
Di Jakarta sendiri, pernah ada sebuah
bangunan yang ‘ramah’ dan terbuka. Dengan mendesain sedemikian, sehingga
di depan bangunan tersebut terbuka bebas, dengan taman yang cantik, air
mancur cantik dan selalu menyemburkan airnya, serta tempat2 duduk yang
cukup nyaman untuk maka siang. Si pemilik gedung pun, mempersilahkan
pedagang2 makanan masuk ke pelataran mereka, tetapi sesuai dengan
‘perjanjian’, bahwa harus menjaga kebersihan, harus menjaga keamanan dan
kenyamanan masyarakat pun harus di jaga.
Beberapa orang satpam selalu
lalu lalang disana, sampai pada suatu hari …..
Semuanya sepi. Sebelumnya ramai, apalagi
pagi2, pedagang makanan seperti soto, bubur ayam dan gorengan sudah
berkumpul dan pegawai2 kantor pun membeli dan makan disana. Bahkan
banyak anak2 ( entah anak2 si pegawai atau anak2 yang memang ingin makan
disana ) ikut membeli dan makan disana.
Lalu, pedagang2 yang seharusnya tidak
bisa disana karena tidak mempunyai ‘ijin’ ( karena banyak sekali, anak2
yang berjualan permen atau majalah atau rokok di lampu2 merah )
berkerumun disana, bukan hanya pagi2 saja, bahkan sampai sore dan banyak
dari mereka sembunyi2 tidur di pelataran yang nyaman …..
Bukan itu saja, banyak ojek memanfaatkan
tempat itu untuk menjajakan jasanya, sambil duduk2 dan makan cemilan
gorengan. Yang mana seharusnya tempat itu di desain si empunya gedung
untuk fasilitas dan kenyamanan pegawai gedung perkantoran mewah
tersebut.
Kalau demikian, jelas si empunya gedung
marah, dan benar2 melarang semuanya yang sebelumnya dipersilahkan
‘masuk’. Lalu, fasilitas taman tersebut dibongkar besar2an dan konsepnya
dirubah! Tamannya di pagar tinggi dan sekarang sama sekali tidak ada
space untuk sekedar bercengkerama atau ojeg2 menawaran jasa serta
pedagang2 makanan berhenti disana …..
Sekali lagi, salah siapa??
Si empunya bangunan sudah ‘berbaik bati’
untuk ‘menerima’ tamu2nya dengan memberikan fasilitas2 umum berupa
taman dan asesorisnya untuk pegawai2 disana bisa bercengkerama sambil
makan pagi dan siang serta memberi makanan untuk makan malam. Tetapi
semuanya berantakan ketika masyarakat yang benar2 hanya mengejar
keuntungan pribadi saja, berbuat yang tidak sesuai dengan ‘peraturan2′
yang ada, sehingga i empunya gedung justru ‘mengusir’ dan menutup
fasilitas2 yang ada dan memagari taman2 cantik yang semestinya bisa
dijadikan ‘taman kota’ …..
***
Sekarang ini, sebenarnya sudah banyak
urban planner lokal yang bisa mendesain Jakarta lebih baik. Tetapi,
tidak banyak pilihannya. Maksudnya, walau banyak urban
planner luar biasa mampu mendesain Jakarta lebih baik, tetapi jika warga
kota Jakarta masih sangat tidak mau peduli dengan kotanya dan hanya
mementingkan diri sendiri saja, Jakarta tetap tidak bisa lebih baik!
Jika aku gembar gembor terus menulis
untuk meng-edukasi warga kota untuk ( misalnya ) mentaati peraturan
apapun peraturan tersebut, tetapi jika mereka ‘bebal’ dan benar2 hanya
memikirkan diri sendiri, semuanya akan sia2 …..
Konsep Jakarta sendiri pun sebenarnya
sudah cantik dan apik dengan urban2 planner yang ciamik. Tetapi ketika
edukasi masyarakat sangat lambat untuk mereka mampu menyerap dengan
baik, jakarta akan terus tertinggal. Konsep2 kota di negara2 lain sudah
ribuan langkah di depan kita, Jakarta masih tetap diam di tempat. Dan
ketika Jakarta sudah mampu ‘menyusul’ mereka, Jakarta akan terengah2
sampai akhirnya kita akan hanya sekedar ‘melabrak semuanya’ tanpa
mengindahkan prosedur2 yang ada …..
Misalnya saja tentang konsep sebuah mall
di sepanjang Jalan Dr. Satrio, yang dulu Bapak Ciputra ingin membuat
‘Orchard Road’ ala Jakarta disana. Semuanya memang mall dan perkantoran.
Ada di atas tanah dan ada yang di bawah tanah. Cantik dan nyaman dengan
pedestrian2 yang lebar ala Orchard Road. Tetapi konsep itu, berhenti
ketika krismon melanda tahun 1998 dan akhirnya sekarang semmuanya
amburadul …..

ww.idjakarta.com

www.tempo.co
Jalan Dr. Sartio sebelum dibangun
jalan layang saja udah ssemrawut, tanpa mengindahkan ‘antar tetangga’.
Apalagi ketika jalan layang sudah dibangun, menjadikan jalan ini boro2
seperti ‘Orchard Road’ di Singapore, sekedar jalan sebagai daerah elite
saja, belum berhasil …..
Antara mall ( ITC - Ambassador -
Kuningan City ), sangat berdempetan dan tidak mempunyai pedestrian2
besar yang menghubungkan antar tetangga, bahkan semakin dipersempit
dengan pembangunan jalan layang dari Sahid sampai Casablanca, bahkan
katanya terus sampai mana?
Artinya apa? Konsep pak Ciputra untuk
membuat ‘Orchard Road’ ala Jakarta tiba2 harus berhenti, tetapi hanya
dengan hitungan belasan tahun sampai sekarang, berubah total dengan
konsep kota yang ‘acak kadut’. Jalan layang melintang tidak terarah, dan
sangat tidak komprehensif.
Dimana 3 mall besar bersebelahan tanpa
mengindahkan hubungan ‘antara tetangga’ ( pedestrian nyaman ) serta
tanpa peduli dengan parkir yang kapasitasnya hanya diatas 50% saja, juga
ketidakpedulian si pemilik gedung untuk mengatur kendaraan2 umum (
angkot dan taksi ), membuat jalan Dr. Satrio sangat crowded, seperti
‘daerah tidak bertuan’! Walaupun sebenarnya, daerah itu merupakan daerah
elite, Segitiga Emas!
Siapa yang salah? Dan siapa yang mampu
‘membetulkan’ konsep2 strategis supaya daerah itu kembali lagi sebagai
daerah elita yang cantik dan nyaman? Itulah Jakarta …..


Tentang Saya:

Christie Damayanti. Just a stroke survivor and cancer survivor, architect, 'urban and city planner', traveller, also as Jesus's belonging. Follow me on Twitter
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Responses to “Hubungan ‘Antartetangga?’, Masa Bodohlah!”
Posting Komentar