Selasa, 23 Juli 2013

“Enakkan Rumah di Pinggiran Jakarta atau Tinggal di Bantaran Sungai, Ya?”



By Christie Damayanti

13745723801428475531
www.bisnis-kepri.com

Kebutuhan perumahan di Jakarta sekarang ini melaju dengan pesat. Bahwa maaih banyak warga Jakarta yang belum memiliki rumah sendiri, karena harga rumah memang mahal, tidak terkecuali rumah2 murah dan sederhana. Sebenarnya, bukan harga rumahnya yang mahal, tetapi harga tanahnya yang tinggi, sehingga jika ingin membeli rumah sederhana di Jakarta, harga rumahnya tetap saja mahal, kecuali memang mereka mencari rumah sederhana di sekitar Jakarta, seperti Depok, Bekasi atau pun di Cengkareng.

Pemerintah aarta sebenarnya sudah mencanagkan untuk kbutuhan rumah warga Jakarta, terutama dari kalangan menegah kebawah. Tetapi seperti yang aku tuliskan sebelumnya ( lihat tulisanku Mungkinkah Warga Berpenghasilan Rendah Mempunyai Tempat Tinggal? ), bahwa memang terlalu mahal untuk membeli rumah bagi warga berpenghasilan rendah. Pilihannya adalah perumahan sederhana di daerah peremajaan atau di lokasi2 baru. Harus di daerah yang benar2 baru, untuk menghasilkan tempat yang masih relatif murah. Karena jika kita mengembangkan perumahan di tempat2 yang sudah ‘terlihat’, warga tentulah mematok harga tinggi untuk pembebasan lahannya.

Itulah manusia, khususnya warga Jakarta. Jika warga tahu bahwa tempat tinggalnya mau digusur untuk pembebasan lahan bagi perumahan, tanahnya akan dipatok terlalu tinggi sehingga akhirnya harga tanah menjadi mahal. Warga sepertinya mencari keuntungan diri sendiri. Untukku, demi mencari keuntungan, itu sah-sah saja. 

Tetapi ketika warga mematok harga dengan arga yang tidak wajar hanya untuk diri sendiri dan tidak peduli untuk semuanya, sangatlah tidak mempunyai ’sense of belonging’ bagi sesamanya …..

Pengembang swasta memang diatur oleh pemda Jakaarta untuk perimbangan antara pembangunan perumahan rumah mewah : rumah menengah : rumah sederhana adalah 1 : 3 : 6. Tetapi pada kenyataannya para pengembang swata cenderung ‘melupakan’ kebijaksanaan itu. 

Kawasan pemukiman searang ini sangat mengutamakan pembangunan perumahan tingkat menengah sampai mewah serta dilengkapi dengan prasarana dan fasilitas2 lingkungannya yang super mewah, tanpa mengimbangi dengan perumahan sederhana, di suatu lokasi ( lihat tulisanku Sedikit Pemikiran untuk Jakarta : Manajemen Pembangunan terhadap Pertumbuhan Fisik Kota ( Bagian : 8  )

Apalagi untuk membuka daerah baru, kebijaksanaan ini perlu adanya pengaturan untuk memperoleh ijin lokasi dan pembebasan tanah, agar pembengunan rumah sederhana dan sangat sederhana bisa tercapai.

Sedikit riset sudah membuktikan bahwa pola hirarki antara anggota rumah tangga :
1.       Pembagian ruangan
2.       Apa akibat dari pembagian terhadap kehidupan nasing2 anggota keluarga
3.       Keserasian hubungan suami istri
4.       Rasa betah di rumah
5.       Kegiatan di luar rumah
6.       Lamanya tiap anggota keluarga di luar rumah
7.       Pola keserasian hubungan antar tetangga

Keterangan hasil riset :

Standard sebuah keluarga Indonesia dengan konsep 2 atau 3 anak mereka, adalah 5 orang : ayah, ibu serta 2 atau 3 anak mereka ( lelaki atau perempuan ), sehingga pembagian kamar tidurnya sudah diatasi : 1 kamar untuk ayah ibunya, 1 kamar untuk anak lelaki dan 1 kamar untuk anak perempuan. 

Lalu ada ruang keluaarga bersama dengan ruang tamu. Juga ada ruang makan, dapur dan 1 kamar mandi. Ini adalah konsep rumah sederhana untuk keluargaIndonesia, ber-type 36 m2 sampai 45 m2 ( walaupun sangat sempit ). Jika dibawah ini,sungguh tidak manusiawi. Type 21 m2 atau 28 m2 mungiin hanya untuk warga single atau tidak mempunyai anak …..

1374572428436674948

Tanah untuk rumah type 36 m2 adalah sekitar 72 m2 ( karena KDB nya 50% harus ruang terbuka hijau ). Tanahnya bisa untuk bercocok-tanam. Jika ingin membangun ruangan lagi, harus meminta ijin pemda dan harus sesuai dengan peraturan2 yang berlaku …..

Apa akibat dari pembarian ruang? Jelas terlihat. Bahwa antara kamar tidur, harus dibedakan untuk anak2 lelaki dan anak perempuan supaya mereka mulai belajar bahwa memang ada perbedaan antara mereka dan menjadikan mereka lebih berhati2 dan saling menghormati.

Untuk kamar orang tua, harus ada keserasian untuk hubungan suami istri. Jika kamar anak tetap dicampur dengan orang tua, apalagi sampai anak2 sudah besar, akan mengganggu hubungan suami istri. Dan itu bisa terjadi jika rumah mereka sangat kecil, bahkan untuk pintunya saja hanya memakai korden.

Konsep rumah tangga itu haruslah menjadikan anggota keluarga betah untuk tinggal di rumah. Misalnya, untuk rumah sederhana ber-type 36 m2 atau 45 m2, tanah yang didapat sekitar 2x lipatnya ( sekitar 72 m2 sampai 90 m2 ). Sisa tanahnya, bisa untuk membangun rumah lebih besar lagi jika mereka mempunyai dana lebih, atau  bisa untuk menanam2 yang bermanfaat bagi hidup mereka. Misalnya, menanam apotik hidup, atau buah2an dan sayuran yang  mana paling tidak bisa tidak usah belaja, dan bisa mengambil buah dan sayuran di tanah mereka sendiri …..

Bagaimana dengan kehidupan mereka diluar rumah? Untuk bekerja atau bersekolah memang suatu keharusan, dan ibu mereka tinggal dirumah. Sebuah rumah yang apik dan serasi, merupakan ‘tempat untuk pulang’ dari beerja atau dari sekolah, jika seorang ibu mampu untuk mengelolanya …..
***


Untuk membangun sebuah pemukiman di Jakarta, seperti yang sudah aku tuliskan diatas tadi bahwa memang tidak gampang untuk warga berpenghasilan rendah untuk memiliki sebuah rumah. Jika dihitung dari lokasi dan situasi dari lingkungan sebuah rumah yang aku tuliskan diatas, sepertinya itulah rumah idaman, bagi warga kota. Sebuah rumah sederhana untuk keluarga.

Ok! Jika hanya untuk sekedar ruah tinggal tanpa memikirkan jauh dekatnya tempat bekerja atau sekolah anak2nya, sepertinya tidak menjadi masalah jika membeli rumah di sebuah developer kecil di ujung Depok atau Bekasi ujung.

Dengan harga uang sekarang, 1 meter persegi rumah sederhana ( mungkin ) sekitar 1 juta sampai 1,5 juta rupiah, tergantung daerahnya. Jadi untuk rumah type 36 m2, terpatok harga 36 juta sampai 54 juta TIDAK TERMASUK HARGA TANAHNYA. Atau untuk rumah type 45 m2 terpatok 45 juta sampai 68 juta, juga belum termasuk harga tanah.

1374572470317670014
1374572867406499346

Contoh rumah sangat sederhana ( lebih rendah dari rumah sederhana ) di pinggiran kota2 besar. Jika dibangun di jakarta atau di kota2 besar, harganya tidak ‘menutup’, dengan mareial murah, tidak mampu untuk Jakarta ‘menjualnya’, harus di pinggiran kota besar.


1374572943792120185

Beda rumah sedrhana dengan rumah sangat sederhana, adalah penampilan luarnya.Tetapi jika mempunyai dana lebih, kita bisa meningkatkan rumah sangat sederhana menjadi sebuah rumah sederhana.

Sekarang, dengan harga seperti ini, apakah masih ada warga berpenghasilan rendah mampu untuk membelinya? Walau ada Kredit Kepemilikan Rumah, dengan warga berpenghasilan dibawah 1 atau 2 juta, aku yakin, mereka tidak akan mampu menyicilnya!

Belum harga tanahnya! Belum kebutuhan hidup mereka, belum cost yang haaru mereka keluarkan untuk bekerja atau sekolah. Jadi, walau sudah mencari rumah di ujung Depok atau ujung Bekasi, tetap bisakan sebuah rumah menjadi rumah idaman bagi warga Jakarta?

Belum lagi ceerita tentang rusunami. Dengan luas hanya dibawah 30 m2 dan harga lebih mahal dari yang aku tuliskan diatas, tentulah rusunami bukan alternatif jalan yang baik, apalagi pada kenyataannya rusunami banyak diminati oleh warga berpenghasilan menegah untuk hanya sekedar investasi. Dan walau katanya apartemen murah, rusunami harganya jauh lebih mahal dari rumah sederhana di ujung kota.

Cerita tentang rusunami, akan ada di tulisan2ku berikutnya ……

Masalah baru :

1.       Jika warga Jakarta berpenghasilan rendah tetap belum mempunyai rumah sekarang ini, bagaimana jika ‘mereka’ terus bertambah lagi? Bagaimana dengan kebutuhan rumah mereka? Bagaimana dengan konsep pemerintah untuk menyediakan perumahan bagi warga Jaarta berpenghasilan rendah?

2.       Jika memang pemda berusaha untuk terus berupaya untuk menyediakan rumah bagi mereka, apakah mereka tetap ’seenaknya saja’ dengan selalu meminta, meminta dan meminta saja untuk sekedar ‘rumahnya kejahuhan, daerahnya tidak nyaman atau enakkan rumah di tempah yang dulu’ …..

Ya, seharusnya warga Jakarta bisa mengerti, memahami dan mau bekerja sama bahwa untuk membangun rumah itu tidak gampang dan tidak murah.  

Dengan pemda jakarta ‘mengusur’ pemukiman padat yang notebene bukan untuk hunian dan tidak mendapat ijin untuk mendirikan rumah, seharusnya warga Jakarta bisa bekerjasama dengan pemda untuk mengikuti kemungkinan2 tinggal di rumah2 yang sudah disediakan sebagai rumah sederhana atau sangat sederhana …..

Tags: ,

0 Responses to ““Enakkan Rumah di Pinggiran Jakarta atau Tinggal di Bantaran Sungai, Ya?””

Posting Komentar

Subscribe

Berlangganan Artikel Saya

© 2013 Christie Damayanti. All rights reserved.
Designed by SpicyTricks