Senin, 18 Februari 2013
Kehujanan di Pancuran 7 : Kabut, Hujan, Hutan dan Kegelapan …..
Senin, 18 Februari 2013 by Christie Damayanti
By Christie Damayanti
Tags:
Jalan-Jalan ,
regional
Di sela2 waktu antara pelayanan ke 2
sekolah di Purwoerto tentang Internet Sehat dan Aman, tim Idkita dan
Kominfo sempat menikmati wisata Pancuran Tujuh dan wisata kuliner. Walau
hanya sekedarnya saja, pun bisa menambah semangat kami untuk melakukan
yang terbaik.
Hari pertama, Jumat 15 Februari 2013
setelah kami sosialisasi dan dialog dengan siswa-siswi SMPN 1 Baturaden,
jam 16.00 kami sudah selesai dan bersiap untuk terus berwisata ke
Baturaden. Ada 2 pilihan, ke Taman Wisata Baturaden atau ke Pancuran
Pitu, karena tidak cukup waktu untuk 2 tempat wisata itu, sehingga kami
memutuskan ke Pancuran Pitu ( lihat tulisanku ‘Pancuran 7 (Pitu)’: Kawasan Wisata di Kaki Gunung Slamet ).
Menurutku, Taman Wisata tidak terlalu istimewa, tetapi Pancuran Tujuh
sangat istimewa, dengan perjalanan lewat hutan hujan tropis, salah satu
hutan lindung di lereng gunung Slamet, bagian Purwokerto ( lihat
tulisanku ‘Hutan Hujan Tropis’, Baturaden di Gunung Slamet : Indahnya Bumi Indonesiaku ).
Sebenarnya medung tebal sudah bergantung
di atas kami, tetapi kami tidak peduli. Dengan tim IDKita Kompasiana ( 5
orang ) dan tim Kominfo ( 8 orang ), kami semangat sekali untuk
berwisata, walau aku sendiri agak tidak yakin kalau aku bisa kesana
mengingat keterbatasanku.
Sepanjang jalan, kami bercanda ria, tidak ada
batasan2. Dengan Bu Mariam F.Barata, kami tetap menghormatinya sebagai
Direktur Pemberdayaan Telematika Kemen Kominfo, tetapi sebagai teman dan
sahabat beliau sangat simpatik menyambut ajakan pertemanan dan
persahabatan kami …..
Dari sekolah itu, hanya sekitar 10
menit, dengan jalan menanjak. Dengan 2 mobil sewaan dari hotel yang
disewa oleh Kominfo ( tim Kominfo 2 hari tinggal di Hotel Aston, dan tim
IDKita Kompasiana tinggal di ranch milik keluargaku, Berlibur di ‘Ranch’ Keluarga dengan Kehidupan Desa ), kami menuju Pancuran Pitu.
Mendung tebal semakin tebal …..
Pohon Damar dewasa yang di selimuti pakis yang menumpang hidup disana. Pepohonan perawan yang seharusnya terus di jaga …..
Setelah membayar untuk kesana melewati
hutan lindung, perjalanan kami mulai sangat menarik! Masing2 dari kami
mengeuarkan foto digital, dan mba Kei siap dengan kamera besarnya. Hujan
memang belum turun, tetapi dihutan dengan mendung tebal sekali, serasa
berada di sebuah alam yang lain, dunia antah berantah ….. dan ketika
mobil kami terus menanjak menuju Pancuran Pitu, ada di suatu titik
pepohonan Damar dengan pohon2nya yang besar dan tinggi, daun2nya sangat
rengkat, sehingga sedikit sekali sinar yang masuk, sehingga di titik itu
benar2 gelap! Excited!
Terus menanjak, berkelok2, setiap detik
terjadi pemotretan. Pemandangan alam hutan memang luar biasa! Dengan
sebagian besar pohon Damar dewasa, tinggi dan daunnya rangkat, serta
berjenis2 paku2an sangat cantik, menambah daerah ini benar2 tidak ada
duanya di dunia!
Dari Baturaden untuk sampai ke batas
perjalanan mobil Pancuran Pitu, sekitar 7 km. Sekitar 30 menit kami
sampai, berkelok2 dan menanjak sambil memotret hutan, membuat kami puas,
sebelum kami turun menuju ke Pancuran Pitu.
Seperti terakhir aku kesana, aku tidak
ikut ke Pancuran Pitu dengan keterbatasanku. Sebenarnya hanya sekitar
250 meter tiba disana, tetapi tidak mungkin untukku. Kami harus turun
bertangga2, berkelak kelok jalan kaki, licin dan berbatu2, dimana sama
sekali tidak mungkin untukku. Ditambah untuk kembali lagi, menanjak
terjal …… waaahhhh …..
Cerita foto dari mba Kei :
Sebenarnya, aku sudah beberapa kali
kesana, ketika aku masih sehat. Pertama kali kesana ketika masih kecil,
dan belum ada jalan mobil, sehingga benar2 berjalan kami dari bawah,
menanjak Gunung Slamet lalu turun kebawah menuju Pancuran Pitu …..
Jalan setapak menuju Pancuran Tujuh. Cukup terjal dengan material licin, sangat berbahaya untukku.
Kabut berbaur dengan asap belerang di sana.
Bu Mariam, bu Fitri dan mba Kei
Membasuh muka denga air belerang (
air panas bbelerang ), bahkan dari tim Kominfo ada yang mandi dan pijat
belerang. Katanya, hangat dan segar walau suasana hujan …..
Kabut berbaur dengan asap belerang, walau tidak bau …..
Basah2an kehujanan dengan baju hujan berwarna warni, mencolok di rerimbunan hutan lindung hijau Baturaden …..
Yang lain langsung bersiap untuk turun,
hanya aku, Valentino serta pak Joko yang tinggal diatas. Aku hanya
berjalan2 di sekitar tempat parkir, ditemani Vaentino. Berfoto2 bersama
hutan cantik, serta mengobrol tentang kegiatan sebelumnya. Tiba2 hujan
mulai turun, awalnya ha nya rintik2 kecil, tetapi aku sudah duduk diatas
mobil karena kakiku akan mogok berjalan jika melihat air dan hujan …..
“Wah, mereka paati kehujanan, bajunya pasti basah”, itu yang aku pikir tentang tim yang turun ke Pancuran Tujuh.
Aku diam2 saja di mobil, hanya foto2
kabut dan gelap. Kabut sangat tebal, gelap membayanginya. Hasil
jepretanku seakan ada di sebuah dunia lain, sangat menarik. Ketika
benar2 sudah gelap dan hujan semakin kebat, aku beranjak untuk membuka
iPadku, tetapi tidak ada signal ….. sehingga aku hanya diam saja. BB ku
pun ‘no-signal’. Valentino dan pak Joko diam2 di luar sambil mengobrol.
Aku sendiri, dalam kegelapan …..
Kabut, hujan, hutan dan kegelapan …..
Mungkin sekitar 30 menit atau 45 menit,
tim yang turun ke Pancuran Tujuh mulai berdatangan. Semua memakai baju
hujan dari plastik, bahkan mba Kei harus ganti baju karena bajunya sudah
basah. Semua basah, semua kedinginan, tetapi semua senang dan bahagia
….. sebuah perjalanan penuh makna, ketika kami dengan Kominfo melayani
anak dan remaja serta guru dan orang tua sosialisasi tentang Internet
Sehat dan Aman, setelah itu kami berwisata, dan mendobrak aturan2
birokrasi dalam persahabatan …..
Sekitar jam 6 malam, kami beranjak turun
dari Hutan Lindung Baturaden. Suasananya sungguh semakin gelap, hanya
lampu mobil yang menerangi jalan kami, tidak ada lampu jalanan. Kupikir
jika mobil ini mogok, dan tidak ada signal disana, tidak ada yang bisa
dihubungi, mungkin kita harus berjalan kaki turun, padahal hujan terus
turun dan semakin lebat.
Memang bukan mobil kami yang mogok,
tetapi semua mobil di depan kami mogok dan menghalangi mobil2
dibelakangnya, termasuk kami. Tidak banyak yang bisa kami bantu, hanya
minta mobil itu bisa di sisihkan untuk kami bisa melewatinya. Sebenarnya
kasihan, tetapi mau bilang apa?
Hari beeranjak gelap, dan beberapa
penumpang mobil yang mogok itu turun dan berjalan kaki untuk mencari
bantuan, basah2an karena hujan …..
Keluar dari hutan lindung, sepertinya
aku keluar dari sebuah dunia lain. Melihat rumah2 dan lampu2 serta
banyak irang, seakan2 aku sudah di dnia peradaban lagi. Dan setelah itu,
kami mulai mencari makan malam untuk selanjutnya harus istirahat,
karena besoknya kami masih ada tuga lagi, sosialisasi orang tua di SMPN 1
Sumbang, juga tentang Internet Sehat dan Aman …..
IDKita Kompasiana bersama dengan Kominfo di Purwokerto :
Tentang Saya:
Christie Damayanti. Just a stroke survivor and cancer survivor, architect, 'urban and city planner', traveller, also as Jesus's belonging. Follow me on Twitter
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Responses to “Kehujanan di Pancuran 7 : Kabut, Hujan, Hutan dan Kegelapan …..”
Posting Komentar