Selasa, 04 Juni 2013
‘Kanal’ hanya Mampu Mengurangi Beban Banjir Sesaat Bagaimana, Pak Jokowi?
Selasa, 04 Juni 2013 by Christie Damayanti
By Christie Damayanti
Tags:
Jakarta
Kanal idaman. Bebas sedimentasi lumpur, bebar sampah dan mampu mengendalikan banjir …..
Mengapa sistim kanal di
Jakarta tidak berhasil? Karena topografi Jakarta yang datar sehingga air
tidak bisa mengalir secara grafitasi. Sedimentasi lumpur dan sampah
juga menyebabkan aliran air tidak lancar. Pengendalian banjir dengan
pembangunan kanal atau saluran air, hanya mampu mengurangi beban banjir
sesaat …..
Sebuah buku keren dari Restu Gunawan (
‘Gagalnya Sistem Kanal : Pengendalian Banjir Jakarta dari Masa ke Masa’,
April 2010 ) ada di depanku. Aku belum baca detail, tetapi di cover
buku ini mengatakan pernyataan paragraf pertama diatas. Sama sekali
tidak salah, bahkan sangat benar!
Seperti yang aku tuliskan pada ……, peta 3
dimensi itu sangat perlu. Dengan sistim kanal ( yang notebene merupakan
konsep membuat saluran air untuk mengalirkan air banjir, atau ’sungai
buatan’ ) seharusnya air banjir dapat mengalir menuju laut. Pun
seharusnya dari hulu, kanal mampu untuk mengalirkam air ke arah laut.
Tetapi apa yang terjadi?
Pemikiranku sangat sederhana. Jika
sebuah kanal atau sungani buatan di bangun atau di gali, seharusnya para
desainer menggali bukan hanya asal menggali! Seharusnya, sistem
penggaliannya melihat peta countur 3 dimensi, apalagi kita tahu bahwa
topografi Jakarta sangat datar. Kita juga tahu, bahwa air itu mengalir
dari permukaan yang tinggi ke permukaan yang rendah, sehingga jika mau
menggali kanal, konsep berpikir kita adalah melihat peta contour 3
dimensi Jakarta, untuk melihat bagaimana air bisa mengalir ke permukaan
laut!
Tetapi pada kenyatanya, peta contour 3
dimensi untuk Jakarta tidak atau belum diadakan, sehingga untuk
membangun Jakarta, kita hanya memakai peta 2 dimensi saja!
Konsep untuk mengalirkan air dari
dataran yang tinggi ke dataran yang rendah, sungguh diperlukan untuk
mengatur aliran air di permukaan tanah keseluruh selokan kota yang
terangkai dalam sebuah network, serta untuk membangun ketinggian muka
tanah ( misalnya, jika ingin membangun bangunan, kita harus tahu yang
mana yang harus ditinggikan dan yang mana justru harus dibuat rendah ).
Tidak salah kan, aku mematok bahwa peta contour 3 dimensi Jakarta harus
ada?
Mem-copas tulisanku sendiri :
“Selama ini, untuk membangun bangunan atau apapun, pemda hanya berdasarkan pada Peta Dasar 2 Dimensi, BUKAN Peta Kontur 3 Dimensi. Artinya adalah bahwa seluruh wilayah Jakaarta ini DIANGGAP
semuanya rata dan datar saja, sehingg permukaan tanah dianggap SAMA
TINGGI. Padahal secara fakta PASTI terdapat daerah rendah dan daerah
tinggi, walaupun Jakarta bukan sebuah kota yang berbukit2.
Dan KESALAHAN FATAL ini sudah dilakukan sejak awal dibuatnya Master Plan DKI Jaarta sejak tahun 1965-an ……”
“Konsep ini, mungkin akan lebih
berguna untuk dasar penyusunan Rencana Detail Tata Ruang ( RDTR ),
dengan memakai Peta Master Plan Ketinggian Muka Tanah di dalam bentuk ‘Peta Kontur Wilayah Jakarta’. Peta
tersebut juaa merupakan salah satu saran utama untuk bisa melakukan
antisipasi banjir Jakarta, karena bisa untuk mengatur kebijakkan
ketinggian permukaan tanah Jakarta yang dibuat berdasarkan bantuan foto
udara”.
***
Memang aku belum membaca seluruh buku
diatas, tetapi salah satu gagalnya sistem kanal di Jakarta, setidaknya
karena tidak adanya peta contour 3 dimensi Jakarta untuk membuat,
membangun dan menggali kanal2 di Jakarta. Tentang sedimentasi lumpur dan
sampah2 memang membuat kanal2 tidak bisa mengalirkan air banjir, tetapi
itu adalah lain persoalan.
Tiap tahun terus ada pengerukan JIKA MUSIM HUJAN TIBA! Bagaimana jika musim kemarau? Lalu, bagaimana sikap warga Jakarta?
Ada 2 hal tentang pengerukan sungai dan kanal Jakarta :
1. Mengapa pengerukan hanya
jika musim hujan mulai datang? Mengapa tidak setiap saat, sehingga
dalam 1 tahun pengerukan, pendangkalan sungai / kanal akan lebih
berkurang. Sekalian jika orang2 yang sedang mengeruk, tolng juga untuk
menghimbau ( bahkan menegur dan membuat sangsi ) jia ada yang membuang
sampah sembarangan disana
2. Mengapa peremajaan
sungai ( yang sejak lama kan dilakukan ) sampai sekarang belum terlihat?
Untuk peremajaan sungai, seharusnya bukan hanya menggali untuk
pendalaman sungai saja, termasuk untuk pendalaman sungai sesuai dengan
gravitasi, air mengalir ke tempat yang lebih rendah …..
Ini adalah sampah di BKT. Bagaimana BKT bisa mengendalikan banjir? Bagaimana sikap warga Jakarta?
Perspektif fisiografi yang meliputi
geomorfolori, klimatologi dan hidrologi merupakan faktor2 yang berperan
penting dalam siklus hidrologi. Tetapi jangan lupa! Ada faktor2 luar
dari siklus ini untuk membuat sebuah air banjir dapat mengalir secara
baik ke laut. Bahwa air selalu mengalir dari dataran tinggi ke dataran
rendah.
Jika proses dan siklus hidrologi selalu dan sudah ada dari
awalnya, dan konsep air mengalir memang demikian adanya, mengapa sebagai
manusia dan orang2 yang peduli tentang masalah banjir khususnya serta
peduli tentang Jakarta umumnya, tidak mau tahu dan memikirkan tentang
sebuah peta contour 3 dimensi untuk membangun Jakarta?
Sekarang, apakah kanal2 besar ( Banjir
Kanal Barat / BKB dan Banjir Kanal Timur / BKT ) merupakan solusi untuk
persoalan banjir Jakarta? Menurutku tidak! Banjir besar yang katanya 5
tahun sekali untuk tahun 2012 kemarin, memang tidak terjadi seperti 5
tahun sebelumnya ( terjadi tetapi tidak sebesar sebelumnya ).
Tetapi
menurutku, kanal2 besar Jakarta memang bisa mengantisipasi banjir Jakarta HANYA SEMENTARA SAJA, seperti
kata Restu Gunawan di bukunya! Artinya, entah beberapa tahun lagi, akan
terus banjir besar di Jakarta, apalagi karena warga Jakarta juga tidak
peduli tentang kebersihan, dan menutup ruang2 terbuka hijau di
lingkungannya, yang menambah air tidak bisa terserap ke tanah ……
Akan kah banjir Jakarta bisa diatasi? Bagaimana, pak Jokowi?
Tentang Saya:
Christie Damayanti. Just a stroke survivor and cancer survivor, architect, 'urban and city planner', traveller, also as Jesus's belonging. Follow me on Twitter
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Responses to “‘Kanal’ hanya Mampu Mengurangi Beban Banjir Sesaat Bagaimana, Pak Jokowi?”
Posting Komentar