Kamis, 13 Juni 2013
‘Champagne’ Pelipur Dongkol saat Menumpang Garuda Indonesia
Kamis, 13 Juni 2013 by Christie Damayanti
By Christie Damayanti

Aku sudah lama sekali tidak naik Garuda
Indonesia jika ke luar negeri, apalagi sejak Garuda Indonesia menghapus
jalur Jakarta - Los Angeles dengan mampir atau transit di Singapore
sejak beberapa tahun yang lalu.
Tahun 1994, ketika itu aku baru
mempunyai uang sendiri dari gajiku sebagai arsitek junior di sebuah
perusahaan besar, aku berencana ke Los Angeles untuk berlibur. Waktu
itu, adikku sedang mengambil kuliah S2 nya di University of South
California ( USC ). Dan aku tinggal di apartemen adikku sebagai
mahasiswa.
Dollar Amerika ketika itu masih kurang
dari 1000 rupiah ( aku lupa persisnya berapa ), sehingga dengan modal
tiket sekitar kurang dari 1000 Dollar, aku bisa kesana dengan uang
gajiku sendiri tanpa merepotkan orang tua lagi. Dan aku mencari tiket
yang termurah tetapi berkualitas. Pilihanku adalah Garuda Indonesia,
dengan pesawat besar, Airbus.
Liburanku tujuannya untuk menengok adikku sekalian berjalan2 karena dia libur Natal. 4 minggu disana, berwisata di Los Angeles, San Diego, Las Vegas, San Francisco sampai ke Lake Tahoe ( lihat tulisanku |
‘Lake Tahoe‘: Berwisata Salju di Alam Pegunungan - Kompasiana dan Pengalaman Pertama dalam Badai Salju
).
Setelah itu, pulang ke Jakarta mampir ke Honolulu di Hawaii di malam
tahun baru 1994 ke tahun 1995. Rencana sempurna! Perfect! Masalahnya,
ini liburanku pertama ke luar negeri sendiri dengan biaya sendiri pula!
Benar2 sempurna! Perfecto!
Ok. Aku diantar ke bandara dengan
percaya diri penuh bahwa aku mampu membayar sendiri dengan gajiku
sendiri. Aku memilih tempat duduk di terdepan di tengah2, depan layar
televisi untuk nonton film. Pesawat seingatku tidak penuh.
Dengan Airbus
untuk ratusan penumpang, dan pilihan tempat dudukku sangat nyaman untuk
aku bisa berbaring karena di kanan kiriku tidak ada penumpanga. Aku
berada di tengah2 dari 5 tempat duduk yang semuanya kosong. Barisnya
3-5-3 dan aku di baris tengah2. Duh, aku membayangkan aku bisa berbaring
dengan nyaman di atas tempat duduk, sambil nonton film atau
mendengarkan musik!
Hmmmm ….. Hmmmm …..
Pesawatku sore dan perjalananku dari
Jakarta ke Los Angeles memakan waktu sekitar 21 jam termasuk transit di
Singapore, lewat Jepang dan Hawaii.
Pertama, semuanya sempurna. Kami berada
di lingkungan yang tahu tata krama. Aku santai dan nyaman. Ketika
setelah dari Singapore, beberapa orang turun disana dan beberapa orang
naik dari Singapore. Dan kesemuanya orang Indonesia. Wah, ternyata di
kanan kiri tempat dudukku, terisi. Jadi batal deh untuk bisa berbaring.
Ah, agak kecewa tetapi ya sudahlah …..
Makan malam berlangsung dengan baik. Aku
tetap menikmatinya. Dan ketika jam tidur, aku persiapkan diri untuk
tidur nyaman, ah, tidak nyaman sih, tetapi dinyaman2in saja!
Ketika itu, sedikir kehebohan terjadi.
Aku mencari2, ada apa? Ternyata, banyak penumpang yang mrncari tempat
untuk tidur di mana?? Di semua selasar! Dan semua tempat yang sebenarnya
bukan untuk tidur!
Heh?? Gimana? Kenapa?? Astagaaaa …..
Banyak penumpang, lelaki atau perempuan,
anak2 atau dewasa, membawa bantal mereka ( bahkan ada yang membawa
bantal dari rumah mereka ) dan selimut mereka, untuk berjalan dan
mencari tempat untuk tidur mereka! Seperti naik kereta, mereka dengan
seenaknya saja ‘ndelosor’ dan tidak peduli selasar itu untuk lalu lalang
penumpang yang lain dan para petugas pesawat. Jadi, jika kita mau ke
toilet kita harus melangkahi mereka!
Wah …..
Dan yang lebih menyebalkan lagi, ada
penumpang di sebelahku ‘ndelosor’ di bawah kaki ku dan penumpang2 lain (
karena deretan tempat dudukku paling depan )! Astaga! Aku marah2 dan
minta dia tidak tidur disana. Memang berhasil, tetapi menyebalkan
sekali! Memangnya pesawat sama dengan kereta?
Dan seingatku, petugas
pramugari dan pramugaranya tidak mampu ‘mengusir’ penumpang2 yang tidur
di selasar! Berarti ketika mereka memberikan snack tengah malam, mereka
harus selalu membangunkan penumpang yang tidur di selasar untuk
mendorong kereta makanan. Ckckck …..
Terlihat sekali pribadi bangsa kita.
Sepertinya susah untuk diberi aturan dan pengertian. Padahal saudara2
sebangsa dan setanah air waktu itu, terlihat sebagai ‘orang2 berduit’
dan hidupnya cukup baik dengan barang2 yang menempel di tubuhnya. Tetapi
pembawaannya benar2 khas warga Indonesia yang seenaknya saja dan tidak
peduli dengan lingkungannya (?) …..
Sampai Los Angeles, dongkolku tidak
berakhir. Ketika aku susah berjalan untuk ke toilet melewari selasar
pesawat, bertambah lagi karena toiletnya penuh sampah, bau pesing dan
tidak ada sabun dan tissuenya tidak dirapihkan. Mungkin sabun2nya (
waktu itu sabun batangan, belum terdapat sabun cair di pesawat ) di bawa
untuk souvenir.
Dan ketika penumpang berebut mengambil bagasi cabin
mereka dan turun dari pesawat, aku hanya menggeleng2kan kepalaku saja.
Aku turun terakhir dan melihat kertas2 sampah berserakkan dimana2 tanpa
ada yang peduli, sebelum petugas kebersihan membersihkan pesawat ……
Aku sedikit protes ke awak cabin. Dan
terlihat mereka tidak berdaya dengan penumpang2 kali itu. Aku sudah
sering ke luar negeri memakai Garuda Indonesia, tetapi tidak ada yang
seperti penumpang2 waktu itu. Mungkin memang mereka baru pertama kali
naik pesawat, yak?? OKB, yak?? Hehehe …..
***
4 minggu aku tinggal di California, dan pulang ke Jakarta lewat Honolulu
di Hawaii. Itu malam tahun baru, 31 Desember 1994. Jadi malam tahun
baru di pesawat menuju Hawaii. Los Angeles ke Honolulu, kalau tidak
salah sekitar 5 atau 6 jam. Tepat jam 12.00 teng, para awak cabin
beserta pilotnya, menyeruak ke tempat penumpang, membawa Champagne
berbotol2, pramugari2nya membawa gelas2 kecil, menuangkan segelas demi
segelas untuk penumpang.
Lalu mereka menyanyikan beberapa lagu
gembira sambil mengajak kami ikut bernyanyi. Suasananya sangat meriah
dan sejenak pilot2nya seperti melupakan bahwa dia bertanggungjawab
membawa ratusn penumpang di atas ribuan kaki dalam pesawat …..
Mungkin sekitar 15 menit kami bergembira
ria bersama. Champagne2 terus tertuang dan dadaku hangat lewat tegukan2
dari mulutku. Nyaman dan happy …..
***
Garuda Indonesia memang kebanggaan kita. Garuda Indonesia waktu itu bisa
membuat banyak orang ( terlebih aku ) sangat dongkol dan sebal dengan
peringai penumpang yang ‘kamse’. Tetapi Garuda Indonesia mampu
mengembalikan 'mood'ku setelah para awak cabin memberikan Champagne di
malam tahun baru.
Jadi, protes kerasku kepada Garuda dengan sebuah
‘ruang dan waktu yang salah’ ( menurutku ), tidak jadi aku layangkan.
Dan sampai sekarang, Garuda Indonesia tetap merupakan kebanggaan
Indonesia, juga kebanggaanku sebagai kaum muda Indonesia ( waktu itu
masih muda, hihihi …. ).


Tags: Catatan Harian , Jalan-Jalan , transpotasi
Tentang Saya:

Christie Damayanti. Just a stroke survivor and cancer survivor, architect, 'urban and city planner', traveller, also as Jesus's belonging. Follow me on Twitter
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 Responses to “‘Champagne’ Pelipur Dongkol saat Menumpang Garuda Indonesia”
31 Oktober 2018 pukul 19.41
Pengalaman yg lucu sekali wkwkwk...
Posting Komentar