Kamis, 17 Oktober 2013
Belum Adakah yang Tertarik untuk Meremajakan Kawasan ‘Jatinegara?’
Kamis, 17 Oktober 2013 by Christie Damayanti
By Christie Damayanti
Jatinegara adalah ‘tetangga’ dari tempat
tinggalku di kawasan Tebet. Sebuah tempat yang cukup spesifik, ditambah
dengan cerita sejarah yang lumayan banyak. Jatinegara cukup dikenal
dengan bangunan2 sejarahnya, serta sekarang ini dikenal sebagai ‘pasar’
yang benar2 tempat berbelanja dari kebutuhan makanan, kebutuhan sandang,
bahkan cukup bisa mengalahkan grosir di tempat lain. Tetapi Jatinegara
juga dikenal sebagai kawasan menengah kebawah, walau tidak sedikit
teman2ku tinggal di Jatinegara padahal aku tahu mereka orang2 berada.
Ketika aku masih kecil, mamaku
sering mengajak ke Pasar Jatinegara, bahkan Pasar Jatinegara merupakan
pasar favorite mamaku, setelah Pasar Cikini. Jalan Jatinegara Barat dan
Jatinegara Timur pun sama sekali tidak berubah dari sekitar tahun
1970-an sampai sekarang. Bedanya hanya terdapat jalur Busway ditengah2
jalan dan di jalan Jatinegara Timur terdapat Terminal Trans
Jakarta.
Arsitekturnya,
Pasar Jetinegara sendiri, sama sekali
tidak berubah dari jalan. Entah sekarang di dalamnya karena setelah
banyak supermarket dibangun, mama sudah jarang ke pasar untuk menghemat
waktu dan tenaga. Bagunan2nyapun tidak banyak berubah. Ruko2 dengan
eksterior China, beberapa masih ‘dilestarikan’ oleh pemiliknya ( walau
tidak sesuai dengan kata ‘dilestarikan’, yang ada adalah mereka
membiarkan saja bangunan mereka rusak sesuai dengan umurnya. Karena
tidak ada biaya? Atau tidak peduli? Entahlah ….. ).
Dalam
sejarahnya, Jatinegara memang dikenal sebagai kawasan perdagangan, yang
sampai sekarang etnis China yang selalu unggul, termasuk di Jatinegara.
Pasar Jatinegara ( Pasar Mester ) dari arah Jatinegara Timur
Beberapa bangunan2 lama dirombak dan di
bangun baru dengan desai modern, justru membuat ’skyline’ Jatinegara
amburadul, secara arsitektural. Tetapi ruko2 sekitar pasar 90% tidak
berubah, bahkan barang2 yang dijualnya pun sebagian besar masih sama :
toko kelontong, toko alat2 tulis, toko plastik, warung2 kecil, dan
sebagainya.Tetapi seberang pasar, hampir semua pedagang berubah. Banyak
menjual material bangunan.
Itu di jalan Jatinegara Barat. Untuk
jalan Jatinegara Timur, lebih dari 50% berubah! Toko2nya dirombak dan
dibangun baru. Banyak resto2 baru dan kami sering makan disana, makanan
China kesukaan kami. Dan jalan Jatinegara Timur semakin berubah modern,
berbeda dengan jalan Jatinegara Barat.
Gereja GPIB Koinania, di pertigaan jalan Jatinegara Barat ( sebelah kanan ) dan Jalan Jatinegara Timur ( sebelah kiri ),
Ada beberapa bangunan yang seharusnya
dilestarikan sebagai ‘kota tua Jakarta’. Beberapa itu antara lain Gereja
Koinania di ujung pertigaan jalan Jatinegara Barat dan Timur. Gereja
Santo Joseph di Sekolah Marsudirini Vons Vitae di Jalan Matraman, Gereja
Santo Antonius di Sekolah Vincentius di Jalan Otista Raya dan Gereja
Gembala Baik di Sekolah Santa Maria Fatima di jalan Jatinegara Barat
seberang Pasar Jatinegara, tempat anak2ku belajar sejak TK sampai SMP.
Gereja Santa Maria Fatima, tempat
anak2ku bersekolah dari TK sampai SMP. Bangunan beersejarah jaman
Koonial Belanda, bercampur dengan China.
Gereja Santo Yoseph di Sekolah Marsudirini
Bukan hanya banyak Gereja cantik yang
harus dilestarikan, Klenteng Bio Shia Djin Kong pun harus dilestarikan.
Kkelenteng ini berada di dalam Pasar Jatinegara, masuk lewat Jatinegara
Barat ( Pasar Jatinegara tembus dari Jaktinegara Barat ke Jatinegara
Timur ).
Sekolah2nya pun sangat indah sebagai
sekolah yang sudah berumur lebih dari 100 tahun. Mereka memang merawat
sekolah2 itu denga dana murid2nya. Aku sagnat seang ketika semakin lama
sekolah2 itu memancarkan aura sebagai Sekolah yang peduli dengan
bangunan tuanya, dan itu artinya sekolah2 itu merupakan sekolah yang
juga peduli dengan anak didiknya! ( jika bangunannya saja diperhatikan, pastinya anak didiknya sangat diperhatikan ).
Stasiun Jatinegara pun aku melihatnya
tidak jauh berubah sejak tahun 1970-an. Bedanya adalah lebih ramai dan
crowded. Pemerintah daerah sepertinya tidak ( atau belum ) meremajakan
Stasiun Jatinegara. Bahkan daerah Pasar Rawa Pening yang terkenal dengan
pasar batu akik nya, tetap seperti dahulu, hanya lebi ramai da crowded
saja.
Toko2 serta sebaran pedagangan disana
memang tdak jauh berubah. Aku ingat ketika aku kuliah tahun 1988 sampai
1992, aku selalu datang ke sebuah toko kecil ( Toko Prapatan ) yang
waktu itu menjual ‘kertas kalkir’. Kertas untuk menggambar arsitektur.
Dijual gulungan dari 60gr, 70gr samai 100gr. Di toko2 buku terkenal pun
memang ada, tetapi bukan hanya harganya jauh lebih mahal saja, tetapi
‘kertas kalkir’ disana jarang ada. Jika di Toko Prapatan selalu
tersedia. Dan hampir semua mahasiswa arsitektur di beberapa universitas
yang tahu tentang itu pasti kesana, sehingga toko itu padat oleh
mahasiswa, karena bukan hanya kertas kalkir saja melainkan menjual
banyak alat2 tulis untuk arsitek.
Toko Prapatan di Jatinegara Timur, masih ada sampai sekarang …..
Bagaimana dengan wisata kulinernya?
Untukku, Jatinegara adalah salah satu
kawasan kuliner Chinese kegemaranku. Tidak usah jauh2 ke Mangga Bsar, di
Jatinegara pun terdapat beberapa restoran kecil atau kaki lima yang
menjual makanan enak! Seperti makanan China di lapangan jala Urip
Sumoharjo ada resto kecil TipTop. Makanannya enak2 sekali!
Lalu makanan di Warung China di seberang
RS Hermina Jatinegara Barat. Sejak dulu terkenal dengan bakmi dan nasi
gorengnya yang luar biasa sedap! 1 porsi hanya 20 ribu rupiah, bisa
untuk 3 orang karena besar sekali! Juga nasi gorengnya.
Di Jatinegara Timur ada warung kaki lima
yang baaru buka di atas jam 7 malam karena siang dan sorenya tempat itu
merupakan tempat parkir ruko2 disekitarnya. Menjual makanan sea food
khas China yang dulu aku sangat suka! Kepiting, udang, kerang atau
ikan2nya dengan berbagai masakan enak! Jika jam 7 sudah mulai antri
sampai jam 9 mulai habis. Dan jam 11 malam, semua 100% terjual!
Banyak resto2 kecil atau warung2 yang
selalu menjual bubur ayam yang habis setelah jam 9 pagi. Ada di sebelah
Sekolah Marsudirini, ada di Jatinegara Timur atau sepanjang jalan
Jatinegara Barat. Tetapi sayangnya, di jalan Jatinegara Barat, susah
untuk parkir mobil. Biasanya, aku ke bubur ayam khas China di sebelah
Marsudirini yang sudah terkenal sejak puluhan tahun yang lalu.
Di Jalan Otista III, ada warung kecil
menjual Bakmi Jawa, seperti di Yogya. Mereka memang hijrah dari Yogya
dengan membawa asesoris untuk warug kecilnya khas Yogya, sehingga jika
makan disana terdengag ‘klenengan Yogya’ dengan penanggalan ( kalender )
Jawa, mengingatkan aku pada warung Bakmi Jawa disana …..
Sepanjang jalan Otista sangat jauh
berubah dengan bangunan2 lama yang dibongkar, tetapi tetap tidak ada
peremajaan secara perkotaan. Sepertinya, investor2 yang ada di Jakarta
belum tertarik untuk mengembangkan atau meremajakan kawasan ini.
Sebuah cinema jadul ‘Nusantara’ di Jalan
Jatinegara Barat, baru saja di hancurkan dan sekarang sedang dibangun
bangunan baru, sangat modern. Ditengah2 Jatinegara Barat yang masih
‘cantik’ sebagai kawasan yang cukup banyk menyimpang sejarah, bangunan
baru ini merupakan bangunan yang menjadi ‘duri dalam daging’. Artinya,
seharusnya, pemda bukan menghancurkan bangunan2 lama ( apalagi memang
sarat dengan sejarah ) justru bagunan2 lama nya di pugar dan diremajakan
sebagai salah satu ‘kawasan kota lama Jakarta’, sehingga konsep ‘Kota
Lama Batavia’ berkesinambungan dari Kota Lama Batavia di Jakarta Barat,
sampai Jatinegara.
Lihat tulisanku tentang Kota Tua Jakarta serta konsep2 potensi wisata untuk Jakarta :
***
Sekarang, dengan tidak
banyaknya tempat2 wisata di Jakarta untuk warga terutama untuk wisatawan
asing, PALING TIDAK kita bisa menciptakan ‘tempat wisata’ kita sendiri,
dengan salah satunya merawat dan melestarikan bangunaan dan properti
kita sendiri, apalagi yang memang sarat dengan sejarah …..
Tentang Saya:
Christie Damayanti. Just a stroke survivor and cancer survivor, architect, 'urban and city planner', traveller, also as Jesus's belonging. Follow me on Twitter
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 Responses to “Belum Adakah yang Tertarik untuk Meremajakan Kawasan ‘Jatinegara?’”
23 Agustus 2014 pukul 09.46
Oh Jatinegara... tempat kelahiran nenek dan bapak ku.... Kangeennn banget pengen ke Jatinegara lagi.... Sayang, rumah nenek dah dijual, jadi nggak ada lagi tempat nostalgia & kumpul waktu lebaran.
Posting Komentar