Kamis, 17 Oktober 2013
‘Pluit’, Kawasan di Utara Jakarta yang Sarat dengan Masalah
Kamis, 17 Oktober 2013 by Christie Damayanti
By Christie Damayanti
Pluit, salah satu kawasan terpadat di Jakarta
Ketika kita mendengar kata ‘Pluit’,
boleh taruhan, bahwa kata itu mempunyai konotasi ‘permasalahan’. Entah
mengapa, kawasan itu ternyata memang banyak permasalahan bagi Jakarta.
Dari geografisnya, Pluit memang berada di utara Jakarta. Itu artinya
Pluit berada di sisi laut Jakarta. Suasana disana, untukku sungguh tidak
nyaman.
Sejak kami masih kecil dan orang tuaku
selalu atau sering membawaku ke Pluit, yang aku lihat dan bayangkan
bahwa Pluit sangat croded, pun jaman tahun 1980-an. Udaranya tidak
nyaman, sepertinya mengandung garam. Tangan terasa ‘pliket’, apalagi
jika berkeringat ( padahal dengan Pluit tidak banyak pepohonan dan tidak
mampu menyerap CO ), dan memang dibuktikan ketika kita cuci tangan di
sebuah rumah makan, tangan kita justru semakin ‘pliket’, selalu licin
dan sediit berbau. Apalagi jika jalan2 disana tergenang air. Mobil harus
langsung dicuci sesampainya di rumah, karena ika tidak air garam itu
mampu membuat keropos mobil kita …..
Tidak heran, teman2ku yang tinggal
di Pluit, mobilnya tidak semulus teman2ku yang tinggal di daerah lain di
Jakarta …..
Disamping itu, banjir merupakan hal yang
lumrah untuk Pluit. Mereka tidak sadar, mengapa banjir selalu menikuti
Pluit? Salah satunya adalah semakin menurunnya dataran Pluuit karena
semakin banyaknya reklamasi ( salah satunya ) yang banyak di bangun oleh
pengembang2 Jakarta.
Konotasi Pluit sekarang in adalah
berfokus pada Waduk Pluit yang sempat bermasalah walau sekarang menjadi
tempat yang luar biasa. Juga adanya reklamasi besar disana, yang membuat
perlahan ( tapi pasti ) Jakarta akan ‘tenggelam’. Pluit juga merupakan
kawasan perdagangan dan pergudangan, sehingga sungguh tidak nyaman untuk
sekedar berjalan2 disana, walau banyak titik2 strategis untuk
sebenarnya Pluit bisa berbenah.
Coba lihat tulisanku Ada Apa dengan Waduk Pluit?, ‘Waduk Pluit’ : Mengapa Baru Sekarang? dan Sedikit Konsep untuk Waduk Pluit untuk Pak Jokowi. Atau juga tentang ini Perkampungan Nelayan dan Pasar Ikan : Apakah Pemda Masih Tidak Mau Peduli?. Masih
banyak lagi yang aku ingin Pluit dibenahi. Tata letak perkotaannya pun
menurutku semakin kesini semakin semrawut, sehingga jujur, aku sangat
menghindari untuk kesana. Ditambah lagi dengan kemacetan yang semakin
tidak menentu.
Tahun 1970-an, pertama kali aku ke
Pluit ketika orang tuaku mengajak kami untuk berwisata ke Taman Buaya,
kemudian ke Pasar Ikan. Aku ingat betul, tempat wisata itu menjadi lebih
bermakna ketika warga Jakara masih cukup peduli denan lingkungannya.
Kami juga sering mengunjungi taman yang selalu mengadakan pameran pohon2
buah, dan mamaku sering membelinya disana.
Waktu itu, sepertinya udara
di Pluit masih cukup baik ( segar ), dan jika berkeringat tidak
‘pliket’.
Diakhiri dengan makan siang Bakmi
Keriting, yang sudah ada sejak dulu, merupakan akhir yang indah, secara
kami memang suka wisata kuliner. Restauran2 disana dulu, hanya berupa
restauran2 kecil dengan jenis masakan China, cukup bersaing dengan
masakan China di Mangga Besar, sampai
sekarang!
Tahun 1990-an, sebuah hypermart dari
Amerika ( Walmart ) dibangun disana dan seketika itu juga Pluit berubah
dan berkembang dengan pesat. Walau Walmart sudah angkat kaki dari sana,
Pluit sepertinya tidak mau kalah bersaing dengan kawasan2 lainnya di
Jakarta, terbukti banyak pengembang yang ‘menebar pesona’, sehingga
dalam kurun waktu kurang dari 10 tahun, Pluit semakin tenggelam karena
reklamasi serta beban2 lain di atas dataran Pluit …..
Menapaki kawasan Pluit memang tidak
hanya sekedar sebuah kawasan perdagangan dan pergudangan. Sebuah rumah
sakit dengan bangunan bertingkat 5 nya yang berfungsi sebagai ‘rumah
duka’, merupakan tempat yang selalu penuh.
Memang tidak selalu etnis
China yang menyewa tempat itu, tetapi pada kenyataannya, mereka yang
‘mengusai’nya. Begitu juga dengan pemukimannya. Aku belum pernah riset
tentang pemukiman di Pluit, tetapi secara kasa mata, kemungkinan
pemukiman elit di Pluit separuhnya dari 100% pemukiman yang ada. Dan
pemukiman padat dan ’slum’, merupakan titik permasalahannya, termasuk
ketika ‘terbongkarnya’ kasus Waduk Pluit, yang berakhir dengan menjadi
cantiknya Waduk Pluit.
Jika kita masuk di kawasan ini, kita
akan disambut dengan 3 mall besar, yang menandakan ‘kemewahan’ Pluit.
Lalu rumah2 besar sampai daerha kuliner Pluit dengan makanan2 eksotis
yang memang enak. Lalu, kita memasuki daerah Pasar Ikan yang sampai
sekarang belum ada yang mau membenahinya.
Bagaimana, pak Jokowi? Lihat Perkampungan Nelayan dan Pasar Ikan : Apakah Pemda Masih Tidak Mau Peduli?.
Lalu masuk ke kawasan elit Pantai Mutiara, yang akan aku bahas segera, lihat tulisanku Berlomba dan ‘Mendewakan’ Proyek Atas Nama Penyelamatan Jakarta? Aaahhh …….
Kawasan ini memang elit, tetapi tidak memberikan kenyamanan untuk
penghuninya, bahkan untuk warga Jakarta. Mengapa? Nanti akan aku bahas,
segera …..
Itu ke arah utara, ke arah laut.
Bagaimana dari ‘pintu masuk’ Pluuit kekanan? Melewati Rumah Duka
Atmajaya, masuk terus ke Pluit Barat, ke rah Ancol. Di daerah jalan
Kakap, jalan Tongkol, jalan Pasar Ikan sampai jalan Luar Batang,
sebenarnya merupakan kawasan Kota Tua Jakarta, yang seharusnya mendapat
perhatian dari warga sekitar dan pemda.
Sayang sekali, ketika banyak
turis mancanegara kesana untuk melihat dan mengenang sejarah Batavia,
kita sebagai warga Jakarta malah berlaku seenaknya, sampai daerah itu
menjadi daerah ‘jin buang anak’ …..
Perjalanan dari Pluit ke Ancol pun tidak
banyak bisa dilihat untuk orang2 yang tidak peduli dan tidak suka
dengan tempat2 seperti itu. Tetapi berbeda dengan aku. Walau aku tidak
nyaman dengan udara di Pluit, jika hanya didalam mobil kan tidak apa2,
sehingga aku sangat berminat dalam mengamati tempat2 itu. Banyak
bangunan tua yang benar2 tidak difungsikan lagi, dan menjadi tempat
rawan. Sayang sekali …..
***
Konsep pembangunan Pluit mungkin (
menurutku ) bisa berbeda dengan konsep2 pembangunan di kawasan2 lain di
Jakarta. Pluit merupakan tempat pemukiman yang ‘jomplang’, dari
perumahan yang sangat elit berharga puluhan milyard, sampai pemukiman
padat dan daerha ’slum’. Dan salah satu pemukiman ter-elit di Jakarta
adalah Pluit, secara ( yang aku dengar ) Pluit adalah ‘kepala naga’ yang
dipercaya sebagai tempat ‘hoki’ atau peruntungan bagi kalangan tertentu
…..
Sehingga, jika Pluit sebagai ‘kepala
naga’ dan warga Jakarta tertentu percaya bahwa tingga dan membuka usaha
di Pluit adalah peruntungan bagi mereka, mengapa Pluit tidak ‘dibangun’
sedemikian rupa supaya peruntungan ‘kepala naga’ tersebar bagi warga
Pluit yang dibawah kemiskinan? Bahwa warga elit Pluit bisa terketuk
hatinya untuk lebih peduli dengan lingkungannya, sehingga lambat laun
Pluit akan mampu membenahi diri.
Untuk memperbaiki Jakarta
memang harus sabar. Tidak bisa langung menyebar keseluruhan, tetapi
masing2 kawasan di Jakarta terus dipupuk untuk membenahi diri. Dengan
melihat
1. Budaya lokal,
2. Kesiapan diri untuk berkembang,
3. serta Kemampuan pemda untuk berkutat dalam mencari ujung permasalahan,
akan membuat Jakarta sedikit demi sedikit berubah.
Seperti Pluit ini, dengan
Waduk Pluit menjadi seperti sekarang ini, aku sangat yakin bahwa pemda
akan terus mencari solusi yang apik untuk pembenahan Jakarta sebagai
Jakarta Baru, segera ……
Tentang Saya:
Christie Damayanti. Just a stroke survivor and cancer survivor, architect, 'urban and city planner', traveller, also as Jesus's belonging. Follow me on Twitter
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Responses to “‘Pluit’, Kawasan di Utara Jakarta yang Sarat dengan Masalah”
Posting Komentar