Kamis, 01 Agustus 2013
‘Fly-Over Pangeran Antasari’, Keren ga’ sih?
Kamis, 01 Agustus 2013 by Christie Damayanti
By Christie Damayanti

indonesiaexpost.com
Sejak aku ingin ‘memperbaiki’ Jakarta
semasa kuliah, dan aku selalu berdiskusi dengan papa yang dulu sebagai
pemda Jakarta ( yang peduli ) mulai sekitar tahun 1988, aku mengamati
bahwa konsep2 solusi Jakarta itu sering tidak ada yang komprehesif.
Bukan hanya fisik Jakarta saja, tetapi juga secara pemikiran sosial
kemasyarakatan, sering terbentur dengan banyak hal.
Aku tidak akan ‘masuk’ ke ranah bidang
lain. Yang aku selalu soroti adalah konsep2 arsitektural dalam perkotaan
dan tata laksananya, dimana aku sebagai arsitek dan urban planner.
Konsep arsitektur dan desain perancangan perkotaan di Jakarta, ( yang
aku amati ya ) belum ada sistimatika yang komprehensif. Semua konsep2
solusi permasalahan fisik di Jakarta selalu TIDAK komprehensif dan hanya
berada di SATU TITIK saja! Pun di satu titik itu belum bisa dikatakan
sebuah solusi, karena solusi itu menjadi permasalahan baru di titik
tersebut, bahkan menjadi permasalahan di titik yanhglain!
Tidak percaya? Contoh sebuah solusi 1 titik yang menjadi titik permasalahan baru, adalah fly-over jalan Antasari, setelah jalan Prapanca Kebayoran Baru :
Dibawah fly-over jalan Antasari
merupakan jalan-ku untuk terapi otak dari rumahku di Tebet ke
Dharmawangsa Essence. Dari Mampang Prapatan, ke jalan Wijaya, belok ke
Prapanca sampai Pangeran Antasari sampai Dharmawangsa, setiap hari Kamis
pagi. Kemacetan selalu dan terus melanda, bahkan berada di bawah
fly-over Antasari pun, kami mengalami kemacetan!
[1]. Bahwa walau sudah ada fly-over Antarasari pun masih sering mengalami kemacetan!

Dibawah fly-over Antasari tetap mengalami kemacetan.
Ok! Sekarang sebenarnya, mengapa dibuat
jalan layang sepanjang jalan Pangeran Antasari? Sebagian besar kita
membangun fly-over adalah untuk mengurangi kemacetan, ATAU untuk
memotong jalan serta konsep perkotaan lainnya.
Dan fly-over Antasari
merupakan jalan layang yang salah satunya, untuk ‘mengatasi’ dan solusi
kemacetan di ruas jalan tersebut. Karena aku memang tahu, bahwa jalan
Mampang prapatan, Wijaya, Prapanca ( Kantor Walikota Jakarta Selatan )
serta Pangeran Antasari, merupakan ruas jalan padat dan rawan kemacetan!
Ditambah dengan perpotongan dari Kemang! Sebuah keruwetan yang luar
biasa, terutama di jam2 sibuk pagi dan sore hari!
Begitu aku pertama kali melihat jalan layang itu selesai, aku merasakan ada yang aneh! Apa ya? Karena teman2ku berkata bahwa, “Fly-over Antarasari bagus sekali! Keren sekali!” Walau belum ada temanku yang mengatakan fly-over Antarasari membuat tidak macet!
Lalu, bagaimana dengan penampakan
fisiknya? Mungkin semua warga Jakarta yang tidak mengetahui tentang
konsep2 arsitektur serta prinsip2 perkotaan, fly-over ini sangat keren,
gagah dan modern. Baik, itu memang benar. Tetapi apakah ada yang tahu,
bahwa ruang tampak bangunan di sepanjang jalan fly-over ini menjadi
‘berantakan’ serta seperti asal saja karena tidak disesuaikan dengan
prinsip2 desain bangunan dissekelilingnya.
’sky-line’ bangunan2 di sepanjang jalan
fly-over ini menjadi amburadul. Tampak depan sebuah hotel misalnya (
Hotel Prapanca ) menjadi tidak seai dengan apa yang si pemilik hotel ini
inginkan! Ada sebuah tiang penyanggah fly-over di depan hotel! Juga ada
sebuah tiang di depan pom bensin. Bahkan berada di tengah2 lahan kosong
yang sedianya untuk sebuah ruah atau bangunan publik! …..
Itu sangat
menyalahi konsep2 arsitektural juga termasuk konsep2 perkotaan!
Aku tidak tahu pembangunan fly-over ini,
waktu itu. Mungkin aku sedang tidak mampu mengamati karena aku sakit,
tetapi aku sangat yakin bahwa awal pembangunan jalan fly-over ini banyak
mempunyai permasalahan! Aku yakin bahwa pemilik2 bangunan2 itu sudah
atau akan protes, karena bangunan2 mereka tertutup tiang penyanggah
yang cukup besar dan ‘bebeng!’.
[2]. Bahwa tiang2 penyanggah fly-over Antasari banyak menutupi bangunan2 di sepanjang jalan tersebut!




Beberapa bangunan disepanjang
fly-over tersebut, yang tertutup tiang2 peyanggah. Bayangkan jika rumah
kita tertutup tiang besar! Melihat dari jendalan membuat mata ’sepet’
dan hati sesak …..
Bagaimana dengan hotel Prapanca?
Sebuah hotel itu adalah ‘hospitality’ atau pelayanan. Jadi jika ada
sebuah tiang besar didepannya, bagaimana tentang konsep sebuah hotel?
Yang lain lagi, bagaimana dengan ruang
publik bagi pedestrian dan bagaimana dengan trotoar sisi kanan dan kiri
jalan itu? Apakah pemda sudah memikirkan tentang pedestrian sepanjang
jalan tersebut? Sebenarnya, GSJ ( Garis Sepadan Jalan ) pada suatu
bangunan, harus sesuai dengan aturan. Artinya, mengapa aturan itu ada?
Bahwa jika kita mempunyai lahan dan ingin membuat bangunan, peraturan
GSJ adalah sekitar ½ lebar jalan didepannya. Artinya, jika pemda MEMANG
HARUS memakai lahan kita untuk kepentingan umum, GSJ itu bisa dipangkas,
sehingga pedestrian di depan lahan dan bangunan kita tetap terjaga, dan
cukup luas untuk tidak membahayakan warga karena jalan yang ramai …..
Coba perhatikan foto ini. Dengan
besarnya tiang penyanggah fly-over membuat trotoar terkikis dan
pedestrian harus berjalan di badan jalan, dan itu sangat membahayakan!
Seharusnya, pemda memotog GSJ bangunan2
sepanjang jalan yang harus dibangun fly-over, lalu membuat trotoar yang
nyaman sebelum fly-over dibangun! Itu salah satu konsep komprehensif,
WALAUPUN baru salah satunya! Konsep komprehensif itu :
- Pemda harus melihat Jakarta secara keseluruhan secara over-view untuk melihat positif dan negatifnya, secara fisik
- Melihat apakah ada titik2
rawan permasalahan, seperti misalnya tentang kemacetan, PKL, daerah
’slum’ untuk pemukiman kumuh, dan sebagainaya
- Setelah itu bagaimana sosulisnya? Tetapi JANGAN HANYA MELIHAT SOLUSI DALAM 1 TITIK SAJA! Solusinya
harus juga komprehensif! Karena jika hanya melihat solusi 1 titik saja,
akan membuat sebuah permasalahan lain di titik yang sama atau di titik2
sekitarnya!
Di pojokan jalan ( pertemuan dengan
Jalan Kemang ) justru tiang penyanggah itu berdiri, sehingga jika ada
pejalan kaki membelok ke kiri, mereka langsung berhadapan dengan tiang2
besar tersebut. Kaget, tentu saja, dan karena di pojokan jalan, akan
sangat membahayakan si pelajan kaki tersebut.
[3]. Bahwa fly-over Antasari
belum mampu untuk ‘merangkul’ warga untuk lebih aman, karena tiang2
penyanggahnya mengikis pedestrian.
Jadi, apakah fly-over Antasari ini sudah
sesuai sebagai solusi untuk ‘memberantas’ kemacetan di ssepanjang jalan
itu? Secara awam dan tanpa membuat riset, menurut aku koq, tidak ya!
Hanya memindahkan permasalahan, karena kenyataannya di bawah jalan
fly-over Antasari tersebut tetap saja macet dan ketika kita turun dari
fly-over, mulut jalan sudah bertumpuk kendaraan!


Jika kita berjalan melewat tiang2
besar ini, kita harus turun ke badan jalan. Berbahaya,apalagi jika
anak2. Jika di badn jalan, apalagi terdapat kendaraan2 umum besar, akan
lebih berbahaya.
[4]. Bahwa seharusnya untuk membuat sebuah fly-over, memikirkan tentang ‘muara’ mulut jalan tersebut.
Jika lebar jalan dibawahnya tidak
ditambah, alhasil kendaran akan bertumpuk : dari yang dibawah jalan dan
dari yang di fly-over. ‘Bottle-neck’ ini sering tidak dipikirkan
akibatnya! Dan bottle-neck tetap saja terjadi, walau sudah sering
dikatakan oleh banyak orang. Dengan saja di radio2 atau di televisi2.
Bahwa bottle-neck salah satu penyebab kemacetan ……
Untuk sebuah kota sebesar
Jakarta, tidak hanya meihat 1 titik saja untuk sebuah permasalahan,
tetapi harus disa melihat keseluruhannya, untuk mendapatkan sebuah
solusi sesuai dengan konteks perkotaannya …..


Tentang Saya:

Christie Damayanti. Just a stroke survivor and cancer survivor, architect, 'urban and city planner', traveller, also as Jesus's belonging. Follow me on Twitter
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Responses to “‘Fly-Over Pangeran Antasari’, Keren ga’ sih?”
Posting Komentar