Senin, 08 Juli 2013
Konser Piano versus Insan Pascastroke
Senin, 08 Juli 2013 by Christie Damayanti
By Christie Damayanti

Satu-satunya mimpi masa kecilku yang
tidak ( atau belum? ) terwujud adalah berhubungan dengan salah satu
hobiku, yaitu bermain piano dalam konser besar dengan mengundang teman,
saudara serta banyak orang di sebuah tempat khusus untuk konser
profesional.
Ya, aku belajar piano bertema klasik, sejak berumur sekitar
8 tahun kelas 3 SD, tahun 1979. Dan aku menyelesaikan belajar piano
hanya sampai lulus SMA. Jadi sekita 9 tahun aku belajar piano, tidak
belum pernah mengawali langkahku untuk mengembangkan sayapku dalam
bermusik sebagai pianis amatir lewat sebuah konser.
Dulu, tidak banyak sekolah musik dan
tidak banyak yang mengadakan sebuah konser, besar maupun kecil2lan.
Belum ada konser kecil untuk memperkenalkan bermusik untuk anak2, baik
piano, gitar, biola, organ dan sebagainya. Belum banyak juga orang tua
yang meminta anak2nya untuk bermusik dalam sebuah les di sekolah musik
karena tahun 1980-an, anak2 lebih suka bermain dan berhobi secara fisik,
seperti naik sepeda atau berenang, sehingga memang baru ada 1 atau 2
sekolah musik yang bagus untuk belajar musik.
Begitu juga aku.
Walau orang tuaku tetap
terus berusaha untuk aku ( dan adik2ku ) mempunyai ‘nilai lebih’
selalin bersekolah, tetapi untuk mengembangkan diriku sendiri, aku tetap
berusaha untuk mandiri. Dan setahuku waktu itu ( karena belum ada
internet dan networking kami masih sangat terbatas ), sangat sedikit
anak2 atau remaja membuat konser. Waktu itu aku ingat, aku memang
sering datang ke konser piano, tetapi ‘import’.
Artinya, remaja2 dari
negara lain dan konser di auditorium di hotel2 besar, dan biasanya
memang untuk mencari dana …..
Walau mimpi masa kecilku, sudah
diwujudkan lewat anakku, Michelle dengan 2 konser bersamanya dengan
seolah musiknya, Yamaha ( lihat tulisanku Mimpi Masa Kecilku Terwujud Lewat Anakku, Michelle ….. )
***
Semalam, hari Minggu 7 Juli 2013, aku
dan Michelle ( kami memang bermain piano, sebelum aku sakit ) diajak
sepupuku untuk nonton konser amal dalam rangka pendirian sebuah ‘Yayasan
Bea Siswa Neurologi’ di The Soehanna Hall di The Energy Building SCBD.
Seorang piais remaja ‘campuran’ ( mamanya dari Indonesia dan papanya
dari Amerika ).
Namanya Daniel Juna Sidharta Leibovic, berumur 18 tahun.
Baru lulus SMA di Amerika dan melanjutkan pendidikannya di Yale University bulan Agustus 2013 ini.

Daniel, remaja gagah dan menawan itu,
adalah seorang cucu dari Prof. Dr. Pirguna Sidharta. Beliau adalah
seorang Doktor dengan predikat cum laude dari Universiteit Leiden
dengan spesialis bidang ilmu kedokteran syaraf ( neurologi ), tahun
1956.
Dan beliau sudah dipanggil Tuhan. Tetapi banyak karya2 buku dari
Prof. D. Sidharta ini, kini menjadi acuan bagi mahasiswa kedokteran
syaraf di berbagai perguruan tinggi di indonesia.
Sebuah konser amal bukan berarti si
pemain ‘asal2an’. Daniel contohnya. Seorang remaja yang hidupnya hanya
untuk belajar dan bermain piano. Ketika acara selesai, sempat kami
sedikit berbincang dengannya. Ketika Michelle berkata bahwa dia juga
sedang belajar piano sejak SD, Daniel bertanya,
“How old are you?”
Dan Michelle menjawat ‘fourteen’, dia
langsung berkata bahwa ketika dia berumur 14 tahun, permainan pianonya
masih berantakan. Dan dia terus berlatih, berlatih dan terus berlatih,
sampai umur 18 tahun ini, dia menjadi salah satu pianis muda berbakat di
Amerika, dengan banyak prestasi, seperti pernah sebagai soois bersama
Richmond Symphony Orchestra di Virginia, juga pemenang Easter Music
Festival Young Artist Award tahun 2012 dan mendapatkan beasiswa Summer
Music Scholar’s Award dari Virginia Music Teachers’ Association.
Dia menasehati Michelle untuk terus
berlatih dan berlatih sampai mimpinya ( dan mimpi Michelle ) menjadi
kenyataan. Aku tersenyum ketika Michelle manggut2 mendengar kata2
Daniel. Heran saja, biasanya dia tidak suka bertemu dengan orang asing
karena pemalunya. Tetapi kemarin, jstru dia mau berfoto dengannya,
mungkin memang dia juga bermimpi sebagai pianist di sebuah konser,
seperti mimpiku waktu aku kecil dan remaja …..
***
Stroke memang merupakan salah satu
penyebab kematian paling umum di Indonesia, seperti apa yang aku tulis
di banyak artikelku mengenai stroke. Meskipun Prof. Sidharta telah
banyak mengobati pasien stroke, namun baru setelah beliau menjadi
penderita stroke ( insan pasca stroe ), beliau mengalami secara langsung
adanya kesadaran tentang penyebab stroke serta tidak memadainya
perawatan dan fasilitas2 rumah2 sait di Indonesia, terutama berhubungan
dengan pasien stroke.

Misi Yayasan Beasiswa Neurologi adalah
untuk mendorong penelitian dan perkembangan pada bidang Neurologi dengan
memberikan beasiswa tahunan kepada mahasiswa kedokteran tahun ke-4 atau
lebih tinggi yang memiliki nilai akademis yang baik dan komitmen pada
bidang kesehatan pada umumnya dan khususnya spesialisasi pada ilmu
kedokteran syaraf / neurologi.
Beasiswa lainnya akan diberikan kepada
mahasiwa yang memiliki minat yang kuat untuk memperdalam bidang studi
tentang stroke, termasuk pencegahan, pengobatan dab]n bagaimana prinsip2
tersebut bisa diterapkan di Indonesia.
Yayasan Beasiswa Neurologi ini, juga
berniat untuk mendidik masyarakt dengan menyebarkan informasi mengenai
bidang pendidikan neurologi, dan tidak terbatas pada stroke saja, tetapi
hal2 yang lain yang berkaitan dengan stroke dan syaraf.
***
Telingaku berdiri tegak! Hmmmmm ……
mungkin aku bisa melakukan sesuatu untuk pelayananku, berkenaan dengan
teman2 atau insan pasca stroke ( khususnya yang sangat depresi ), untuk
mereka bisa berkembang menjadi seorang ’stroke survivor’aku akan (
paling tidak ) berkolaborasi dalam meng-edukasi masyarakat lewat event2
khusus atau mengajak pasa insan pasca stroke bisa sharing dan ‘curhat’
dengan tim ini, untuk mencari sedikit solusi atau hanya sekedar ingin
tahu, bagaimana mereka dapat terus memulihkan dirinya …..
Sebuah konser piano yang luar biasa,
menurutku! Seorang cucu yang ingin mematu kakeknya dalam mewujudkan
cita2 kakeknya untuk pelayanan bagi banyak orang dalam dunia kedokteran,
khususnya di bidang neorologi, termasuk stroke …..
Dan Tuhan selalu memberikan sebuah
jawaban paada waktunya, semuanya tidak pernah menjadi sebuah kebetulan.
Pelayananku semakin menjadi nyata, dan satu demi satu Tuhan membukakan
tingkap2 langit NYA untuk aku bisa terus melayani NYA lewat insan pasca
stroe khususnya, dan sahabat2 disabled pada umumnya …..
Salamku …..


Tentang Saya:

Christie Damayanti. Just a stroke survivor and cancer survivor, architect, 'urban and city planner', traveller, also as Jesus's belonging. Follow me on Twitter
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Responses to “Konser Piano versus Insan Pascastroke”
Posting Komentar