Minggu, 31 Maret 2013
‘Tebet’, Salah Satu Tempat yang Masih Sesuai dengan Kenangan Masa Kecilku
Minggu, 31 Maret 2013 by Christie Damayanti
By Christie Damayanti
Mungkin hanya beberapa saja area2 di
Jakarta yang ( hampir ) tidak berubah, tergerus jaman. Mungkin area2 ini
masih merupakan tempat pemukiman yang cukup kuat konsepnya untuk tidak
berubah. Mungkin ‘tetua2′ di daerah ini mampu mempertahankan pemukiman
itu lewat generasi penerusnya. Atau, mungkin aku yang ’salah melihat?’
Entahlah …..
Sebenarnya, tidak benar jika area2
tersebut tidak berubah sama sekali. Pada kenyataannya, pemukiman aerea2
tersebut tetap bertumbuh dan berkembang, seiring dengan perkembangan
jaman. Misalnya saja, rumah2 mereka sebagian di rombak total menjadi
rumah2 modern, begitu juga ‘promanade’ daerah terasebut disulap menjadi
area bisnis dengan ruko2 modern. Tetapi aku melihat dan mengamatinya,
mereka tidak semata2 merubahnya tanpa tata aturan yang seenaknya. Tetapi
mereka mentaati aturan2 yang dibuat oleh pemda.
2 area di Jakarta yang aku amati,
sebagai daerah yang masih cukup nyaman untuk bermukim adalah Kebayoran
Baru dan Tebet. Walau untuk ‘masuk’ kesana atau ‘keluar’ dari sana,
tetap saja perjalanannya berbelit dengan kemacetan yang terus melanda.
Tetapi, Kebayoran Baru dan Tebet mampu membuat aku tetap merasakan
‘dunia masa lalu’ ku jika aku berjalan2 di kedua daerah tersebut.
Dalam artikel kali ini, aku akan membahas Tebet saja, dan berikutnya daerah Kebayoran Baru. Karena aku tinggal di Tebet sejak aku lahir ( sempat ‘keluar’ dari Tebet selama perjalanan perkinahanku 13 tahun sebelum bercerai ), memungkinkanku untuk terus mengamati perkembangan Tebet, terlebih lagi daerah pemukimannya serta ‘promanade’ nya. Cukup menarik!
***
Ketika aku belajar untuk mengamati dunia
arsitektur dan tata kota, aku sudah menyadari bahwa Tebet mempunyai
karakter tersendiri untuk konsep pemukimannya. Dengan bentuk lalu
lintasnya yang ‘labirin’ ( seperti daerah yang tidak bisa ditembus
karena sangat berkelok2 dengan jalan2 kecilnya yang sangat banyak ),
Tebet sangat sulit untuk dipugar. Mengapa? Karena jalan2 kecilnya sudah
di bangun sedemikian sejak dulu ( mungkin juga infra-strukturnya
termasuk sangat baik ), sehingga untuk dikonsepkan yang baru, agak
’sayang’ untuk melakukannya.
Jalan2 lingkungan di Tebet,dari 2 arah dengan mobil sampai hanya bisa untuk sepeda motor saja.
Nama2 jalannya pun sangat sulit
dibedakan. Seperti jalan Tebet Raya, Tebet Raya 1 sampai sekian puluh.
Lalu Tebet Barat Raya, Tebet Barat 1 sampai sekian puluh. Lalu juga
Tebet Barat Dalam Raya, Tebet Barat Dalam 1 sampai sekian puluh. Begitu
juga Tebet Timur Raya, Tebet Timur Dalam, dengan angka puluhan yang
mengikutinya! Jujur, aku sendiri yang sudah puluhan tahun agak tidak
hafal dengan nama2nya, kecuali jalan2 besarnya!
Dan di dalamnya pun,
berderet pemukiman warga,yang cukup rapi dan teratur. Dari jalan yang
selebar untuk 2 mobil dengan 2 arah sampai jalan pemukiman yang hanya
bisa untuk sepeda motor. Pun sampai sekarang, sebagian besar yang aku
dapati, masih cukup terarah dan kebersihat yang cukup baik, walau tidak
menutup kemungkinan tetap saja ada daerah2 yang agak semrawut.
‘Labirin’ jalan2 di Tebet Barat dan
Tebet Utara. Namanya hampir sama, dan ratusan jalan dengan nomor jalan
dari 1, 1a, 1b dan sebagainya sampai puluhan nomor jalan …..
Bagaimana dengan daerah jalan utamanya,
di daerah ‘promanade’ nya? Sejak dulu pun jalan utama nya adalah sentra
bisnis dengan banyak rukodan resto2. Justru sekarang ini daerah ini jauh
lebih berkenbang. Dengan jalan yang bersebelahan dengan SMP 115 ( SMP
unggulan ), merupakan daerah bagi kaum muda. Resto2 unik dengan harga
menarik, cafe2 cantik serta PKL2 yang hanya dibuka jam 19.00 keatas,
memang sempat menyebabkan jalanan macet disana, tetapi toh tidak menjadi
sebab merambatnya kemacetan ke arah Casablanca dari Kampung Melayu.
Tongkrongan anak muda di Tebet Utara
Belum lagi di jalan dari arah jalan MT
Haryono belok samping Gelael sampai tembus jalan Dr Soepomo, dipenuhi
dengan tembat2 bisnis : Pasar Tebet Barat yang sudah diperbaharui,
resto2 dan cafe2 cantik dan beberapa merek terkenal, cukup padat
menerima kunjungan warga Jakarta dari luar Tebet. Aku perhatikan pun,
mereka tidak melanggar2 aturan, seperti PKL nya cukup terarah, ada di
dalam lingkungan pasar, parkrnyapun cukup disiplin. Jika macet, itu
karwna terlalu pada mobil2 yang datang dan pergi. Beberapa rseto dan
cafe membuka dagangannya mulai jam 6.00 untuk makan pagi. Sadar bahwa
daerah pemukiman merupakan peluang bisnis bagi mereka untuk menjual
sarapan pagi, untuk yang tidak sempat sarapan di rumah …..
Tebet dahulu bukanlah daerah mahal di
Jakarta. Bahkan kata orang tuaku, Tebet dulu merupakan daerha menengah
kebawah. Tetapi sekarang Tebet sudah menjadi daerah menengah ke atas.
Tanahnya sudah cukup mahal. Dan Tebet termasuk bukan dareha banjir!
Jalan2 ‘labirin’ nya tidak banjir, walau jika hujan bertambah deras,
beberapa ruas jalan tergenang air karena saluran air tidak menampung air
lagi. Tetapi justru ‘tetangga’ Tebetlah yang mengirim pemikiran warga
Jakarta bahwa Tebet adalah daerah banjir.
Ya, Tebet ( Jakarta Selatan )
bertetangga dengan Kampung melayu ( Jakarta Timur ), yang dibatasi oleh
Suangi Ciliwung. Dan kompleks tempat aku tinggal benar2 bersebelahan
dengan Sungai Ciliwung ini, tetapi
pun kompleks ini tidak banjir. Tetapi
karena Sungai Ciliwung ini merupakan sungai besar untuk ‘mengirim’
banjir, maka lingkuang yang disekeliling sungai itu pastilah kebajiran.
Bukit Duri juga bertetangga dengan Tebet, dan Bukit Duri tetaplah bukan
Tebet.
Salah satu yang aku inginkan pemda untuk
membenahi Tebet adalah daerah RTH ( ruang terbuka hijau ) nya di
perbatasan anatar Tebet Timur dan Tebet Barat. Sebuah RTH yang cukup
besar dan luas. Dari dulu RTH ini masih benar2 baik, hanya beberapa
titik saja dipergunakan oleh PKL2 tetapi tidak merubah tatanan RTH.
Diujung sebelah utara, ada rumah susun murah, tetapi cukup rapi, yang
sudah di bangun sejak tahun 1990-an. Disebelah selatannya, terdapat pom
bensin. Juga tempat parkir bagi perkantoran besar di perbatasan jalan MT
Haryono ( sebelah jalan Seno Raya ).
Walau RTH Tebet tetap tidak
sebanding dengan luas Jakarta yang seharusnya beberapa kali lebih luas,
palig tidak Tebet mempunyai RTH yang tetap masih bisa diatakan sebagai
daerah resapan Tebet, walau di ujung utaranya sudah dibangun rumah susun
…..
Tetapi sekarang RTH itu semakin tergusur
oleh PKL yang semakin lama mendirikan kios2 sederhana, dan semakin lama
lagi, kios2 itu menjadi toko2 kecil permanen. Aku tidak bisa masuk ke
belakangnya, yang merupakan RTH, karena keterbatasanku sekarang. Tetapi,
sepertinya RTH itu sudah tidak menjadi sebuah tempat untuk penyerapan
bagi daerha Tebet, WALAUPUN jika kita melihat dari jauh, tetap banyak
terdapat pohon2 besar, tetapi tidak terlihat jika berjalan
disekelilingnya karena semuanya sudah dipenuhi dengan kios ……
***
Tebet memang masih mampu ‘membedah’
hidup masa kecilku disana. Ketika oang tuaku mempunyai rumah kontrakan
di jalan Mandala Raya Tebet Barat, lalu berpindah di kompleks yang
sekarang kami tinggal, aku masih bisa melihat rumah kontrakan orang
tuaku dulu walau catnya diubah. Dulu aku bisa berlari2 di tanah lapang
yang sekarang menjadi jalan layang di jala Lapangan Roos.
Dulu aku juga
bisa bersepeda berkeliling jalan2 ‘labirin’ di Tebet Timur dan Tebet
Barat dengan adikku2, dan sekarang pun masih bisa, asal berhati2 karena
kendaran bermotor banyak sekali. Dulu aku bisa menikmati sate ayam gemuk
dan enak di Tebet Barat, dan sekarang pun masih bisa. Bedanya adalah,
Tebet sekarang macet dengan semakin banyaknya mobil dan pemda tidak
pernah menambah panjang dan lebar jalan2 yang ada di Tebet …..
Hanya jalan pintas dari Kembangan ke
Pulo Gebang ( pemukiman Sentra Barat - Timur ) yang melalui Tebet, yang
merupakan pertambahan dan pelebaran jalan di Tebet, tetapi itupun justru
merupakan rangkaian kemacetan dari timur ke barat, apalagi dengan
adanya mall2 di sepanjang Casablanca dan jalan Dr. Satrio …..
Untukku, Tebet merupakan tempat tinggal
yang masih cukup nyaman. Memang semakin hari, harga tanah dan rumah
disana semakin mahal. Jika orang tuaku dulu tidak membangun rumah disana
( yang dulu harga tanahnya hanya 8500 rupiah per-meter persegi sekitar
awal tahun 1970-an ), pasti sekarang pun kami tidak akan bisa mempunyai
rumah disana ……..
Jika pemda dan warga Tebet tidak pintar2
untuk tetap peduli dengan lingkungannya, tidak heran jika nantinya
Tebet akan menjadi area yang sama dengan area2 Jakarta yang lain, yang
semakin tidak terkontrol, seperti beberapa tulisanku dibawah ini ……
Tentang Saya:
Christie Damayanti. Just a stroke survivor and cancer survivor, architect, 'urban and city planner', traveller, also as Jesus's belonging. Follow me on Twitter
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Responses to “‘Tebet’, Salah Satu Tempat yang Masih Sesuai dengan Kenangan Masa Kecilku”
Posting Komentar