Kamis, 21 April 2011
Masa Depan Filatelis Indonesia: Mau di Bawa Kemana ?
Kamis, 21 April 2011 by Christie Damayanti
By Christie Damayanti
Siang itu, aku ditelpon pak Lutfie,
sahabatku yg selalu mendukung aku, seorang kolektor prangko dan pengurus
filatelis Jakarta, untuk ikut dalam diskusi tentang prangko, dengan
pembicara bapak Richard Susilo, seorang kolektor Jepang dan pernah
menjadi pengurus filateli Jakarta. Aku senang sekali karena aku memang
kolektor prangko walau ‘tidak ada apa2nya’ dibandingkan dengan beliau2
ini.
Pak Lutfie, sahabatku dan kolektor perangko sejak 40 tahun lalu, pengurus filateli Jakarta.
Hari Rabu, 20 April 2011, dengan diantar
papa dan mamaku dan tanpa kursi roda, aku ke Museum Prangko di Taman
Mini Indonesia Indah dan sana jam 11.30. Wah, senangnya, bertemu banyak
teman baru setelah seminar tentang “Peran Museum dan Prangko sebagai
Media Pembelajaran” ( lihat tulisanku Kompasiana dan Museum Perangko, Membuat Aku Mulai Bisa Merefleksikan Diri di Balik Ketidak-sempurnaanku ).
Ada pasti pak Lutfie, pak Bambang ( penggerak guru2 SMP ), beberapa guru2 SMP, PT Pos Indonesia ( diwakilkan oleh pak Aljohan - Kompasiana
), kolektor2, facebookers ( diwakili oleh mas Lukman Hakim ), pak
Yohanes Widyawan - Kasubdis Filatelis dan Prangko Kementrian Kominfo,
dan lainnya.
Diskusi mengenai prangko ini sangat
membuatku termenung. “Mau dibawa kemana filatelis Indonesia?”. Ternyata,
era globalisasi di dunia, termasuk Indonesia, membuat barang2 filateli
menjadi ‘tertinggal’. Anak2 di era sekarang ini sama sekali tidak tahu
“apakah perangko itu? Buat apa dan bagaimana memakaiya?” Ahhhh …..
menyedihkan sekali ….. juga termasuk anak2ku …..
Sewaktu aku membereskan prangko2
koleksiku, anak2ku bertanya, “Mama, gimana sih memakai prangko? Buat
apa?”. Aku menerangkan apa guna perangko dan buat apa. Walau mereka
tetap tidak mengerti ( karena tidak pernah ada surat setelah ada email,
hanya surat2 tagihan karti kredit kami tanpa perangko, atau surat2
undangan ). Aku hanya geleng2 kepala : sebegitu jauhkan anak2 kita
mengerti tentang ‘bersahabat dengan surat?’ …..
Bapak Richard Susilo.
Menurut PT Pos Indonesia, perangko
Indonesia hanya menargetkan sekitar 20 milyard untuk penjualan perangko,
dimana banyak Negara / hampir semua negara, hidup dari perangko,
terutama negara2 kecil di Eropa, Afrika dan negar2 kepulauan Pasific.
Lihat saja, perangko2 mereka sangat indah dan cantik ….. Dan negara2
lainnya mencetak perangko sampai puluhan ribu buah dengan banyak seri
yang bisa mendapatkan milyard-an dollar !
Filatelis ( orang yg mengumpulkan benda2
filateli ), seharusnya berhubungan dengan pos / surat, masyarakat,
bisnis dan kolektor. Dimana, masyarakat mengirim dan menerima surat,
para kolektor adalah yg mengkoleksi benda2 filateli ( perangko, stam,
sampul hari pertama, dll ) dan pe-bisnis benda2 filateli dengan mencari
benda2 filateli dan menperjual-belikan antar mereka atau dengan kolektor
serta masyarakat.
Menurut bapak Richard Susilo, sekolah
filateli ada di Pennsylvania, Amerika Serikuta dengan gelar khusus,
dimana yg bisa bersekolah tetang filateli di calonkan, tidak bisa
‘masuk’ sendiri. Dan yang jelas, prangko adalah sebagai bagian dari
pendidikan dan investasi, sehingga masa depannya harus tetap
di’maintain’, seperti kebutuhan2 manusia yg lain.
Bapak Richard Susilo, kolektor
Jepang, bukunya tentang “Mengenal Filateli di Indonesia” sudah cetakan
ketiga tahun 2002, di buat di Tokyo.
Masa kejayaan filateli di Indonesia
adalah sekitar tahun 1980-an, dimana surat menyurat sangat vital bagi
semua orang. Dari orang per-orang, perusahaan per-perusahaan, instansi
per-instansi bahkan dari negara per-negara. Dulu, pada saat hari raya ;
Natal, Tahun Baru, Lebara dan sebagainya, banyak sekali kartu2
berdatangan. Tetapi sekarang bisa lewat email, sms atau bbm. Seperti
ceritaku tentang bersahabat pena dari dalam negri sampai ke luar negeri,
bahkan ‘bersahabat’ dengan banyak kelapa negara di dunia, itu dimulai
tahun 1980-an ( lihat tulisanku Bermula dari Sahabat Pena, Aku ‘Berteman’ dengan Para Pembesar Banyak Negara ).
Untuk masa depan filateli Indonesia,
seharusnyalah ada kerja sama antara pos, orang2 yg sangat peduli dengan
filateli ( disebut Pembina ) dan ‘club2′ filatelis antara seklah,
instansi bahkan antar kota sampai antar dunia. Para pegawai PT Pos
seharusnyalah peduli dengan ‘benda2′ nya dan saling mengkoleksi. Tetapi
ternyata, banyak pegawai PT Pos tidak terlalu peduli. Bagaimana mereka
bisa mempromosikan prangko tetapi mereka sendiri tidak peduli ?
Setelah era itu, munculah era
globalisasi, dimana semua memakai telpon / handpone, email, SMS dan BBM,
bahkan Facebook dan Twitter atau yang lain. Mulai tidak ada Pembina
tentang filatelis Indonesia. Para Pembina, kolektor dan club2 filateli
serta yg lainnya mulai tidak bisa berbuat apa2 dengan adanya ‘dunia
direngkuh hanya dengan ’smartphone’. Tidak perlu ‘perangko2′an. Mahal,
kata mereka. Bahkan banyak penawaran SMS gratis dan pengguna Blackberry
hanya mengeluarkan kurang dari 100-an ribu / bulan untuk ‘menjangkau’
dunia …..
Filatelis2 Indonesia mulai menyadari hal
ini beberapa tahun terakhir. Dengan memberikan seminar2 atau workshop2
ke sekolah2 ( dimulai dengan kegiatan anak2 dan remaja dengan
mengumpulkan perangko ) dan sebagainya. Tetapi apakah hasilnya? Apakah
sekolah2 sudah mulai ada club2 filatelis? Dan jika memang sudah ada,
bagaimana realisasikannya? Apakah ada instansi ( atau PT Pos sendiri )
memberikan bantuan dana untuk sekolah2?
Para filatelis yg sangat peduli, bisa
‘membina’ beberapa orang untuk langsung mencari bibit2 filatelis muda
yang langsung mulai terjun ke lapangan. Dananya diberikan. Saling
berkumpul dan berdiskusi, menjadikan kita ‘kuat’ untuk saling
melengkapi.
Bagaimana dengan ‘exploitasi’ perangko?
Jika anak2 dan remaja sudah mulai menyukai perangko, tidak seharusnyalah
selalu meminta uang ke orang tuanya untuk membeli perangko baru. Bisa
saja saling tukar menukar dan banyak membaca buku tentang perangko,
karena perangko adalah ‘cermin berbangsa dan bernegara’ ( lihat
tulisanku Perangko Indonesia ( ku ) dari Masa ke Masa : Cermin ber-Bangsa dan ber-Negara ).
Exploitasi perangko, misalnya, tentang
perangko lambing provinsi Indonesia, tahun 1981 ada 27 provinsi. Mengapa
lambing provinsi sekarang yg 33 desainnya tidak di’sama’kan dengan
tahun 1981? Bukankah itu ‘exploitasi?’. Seharuskan, desainnya disamakan
sehingga hanya membeli kekurangannya. Bila para filatelis mempunyai
cukup uang untuk membeli perangko, bagaimana denga ‘embrio’ dan calon2
filatelis muda?
Menurut pak Aljohan - Kompasiana,
dari PT Pos Indonesia Divisi 4, membuat “Filateli go to school”,
mendatangai sekolah2 dan mencari bibit unggul untuk dibina. Sering
membuat whorkshop filateli da nantinya di setiap wilayah menunjuk
beberapa sekolah untuk dijadikan percontohan. Ada lomba koleksi, bukan
hanya sekolah2 tetapi untuk pegawai2 PT Pos sendri. Lalu
ditindak-lanjuti untuk lebih mendapatkan ‘embrio filatelis muda’. Guru2
terlalu berat bila ditunjuk menjadi Pembina, tetapi cukup ‘penggerak.
Bapak Aljohan - Kompasioner, berbicara di forum tentang pembinaan ke sekolah2.
Lalu, bagaimana dengan ‘penggerak
keluarga?’. Mamaku berbicara di forum waktu Tanya-jawab dan saran :
bahwa tidak hanya penggerak2 sekolah, tetapi juga ‘penggerak2 keluarga’.
Dan mamaku, memang mengkoleksi banyak macam sejak dulu, dan itu
‘menurunkan’ ke jiwaku. ( Aku akan menulis apa saja koleksiku di
Kompasiana ).
Dulu, mamaku member ‘modal’ untuk
mengkoleksi perangko dengan album dan perangkonya. Aku 3 bersaudara, 2
adikku laki2 dan hanya aku yg ‘berkembang’ tentang surat menyurat dan
perangko.
Beberapa cara untuk menumbuhkan minat ber-koleksi ( perangko ) :
1. Bersahabat pena ( walau sekarang sudak tidak jaman lagi memakai perangko )
2. Survey perangko ke museum2 dan diskusi
3. Wisata perangko ke tempat2 bersejarah yang dicetak di perangko
4. Perangko Prisma, yatu perangko
yg bisa dipakai untuk mengirim suray dengan foto kita sendiri ( ada di
kanto pos2 besar ) —– itu menyenangkan, bukan?
5. Mengumpulkan perangko bertema’ misalnya, bila menyukai flora fauna atau hanya tentang olah raga, bisa dimulai dari sini
Dan Facebook juga sudah mempunyai
Komunitas Filateli yang di wakili oleh mas Lukman Hakim, yg berbicara di
forum tentang komunitas ini. Menyenangkan, bertemu dengan teman2 baru
di komnitas yg sama …..
Bapak Pringgodiprojo serta pak Yohanes
Widyawan juga banyak berbicara tentang filatelis2 Indonesia. Dan aku
sangat semangat sekali, banyak teman dan sahabat filatelis sangat
bersemangat memajukan filateli Indonesia.
Bapak Yohanes Widyawan, Kasubdit Filateli dan Perangko Kementrian Kominfo.
Diskusi ini memakan waktu hingga sekitar
jam 4 sore. Setelah itu, untuk memperingati ulang tahun TMII yang
ke-36, PT Pos Indonesia mengeluarkan Sampul Hari Pertama dengan perangko
bergambar batik, yang aku minta ditanda tangani oleh pak Yohanes
Widyawan dan pak Pringgo.
Aaahhhh ….. aku puas sekali. Berbagi
pengalaman dengan filatelis2 Indonesia dan Jepang, dan beliau2 semua
menganggap kita sebagai taman dan sahabat. Hanya seorang ‘aku’, bisa
menjadi sahabat dengan banyak filatelis2 Indonesia dan ( baru, dan akan
ke seluruh dunia ) Jepang.
Semoga pada pameran filateli dunia,
dimana Indonesia menjadi tuan rumah tahun 2012, aku bisa menggali
pengalaman dengan filatelis2 dunia …..
Aku dengan pak Aljohan -
Kompasioner, saabatku, yang memperkenaklan komunitas pos dan filateli
sampai aku diundang seminar dan berbicara disana ( padahal aku belum
bisa lancar bicara ) serta memamerkan surat2ku dari banyak tokoh dunia
…..
Aku dengan mamaku, pak Yohanes
Widyawan yg sedang membubuhkan tanda tangan di Sampul Hari Pertama-ku,
pak Lutfie di belakangku, dan sebelahnya mas Lukman Hakim, Facebookers
Komunitas Filateli serta beberapa guru.
Bapak Pringgodiprojo, KA Mupi 1983 - 1985.
Salamku …..
Tentang Saya:
Christie Damayanti. Just a stroke survivor and cancer survivor, architect, 'urban and city planner', traveller, also as Jesus's belonging. Follow me on Twitter
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Responses to “Masa Depan Filatelis Indonesia: Mau di Bawa Kemana ?”
Posting Komentar