Senin, 20 Oktober 2014
Di Sebuah Desa di Belanda …..
Senin, 20 Oktober 2014 by Christie Damayanti
By Christie Damayanti
Eropa memang klasik. Dan aku sangat menyukainya, dibanding negara2 dengan bangunan2 modern. Dalam ‘keklasikan’nya, Eropa mempunyai pancaran ‘magis’, membius orang2 yang memang menyukai bangunan2 klasik.
Bukan hanya bangunan2 besarnya, tetapi justru bangunan2 kecil yang dipakai untuk tempat tinggal, lebih memukau. Rumah2 pedesaan klasik, yang sudah ada di abad 17 sampai sekarang, benar2 membiusku. Warna warni hijau mencolok, berpadu dengan hijau ‘green’ lingkungan, benar2 membuat aku ingin sekali bisa tinggal disana.
Walaupun itu menurutku merupakan skala ‘pedesaan’, tetapi jika edesaan seperti ini dengan fasilitas2 seperti perkotaan, pasti bukan seperti pedesaan yang masih ‘perawan’. Lingkungan apik dan asri, damai dan menyenangkan, membuat pikiranku melayang2, ketika Arie membawa aku dan anak2ku untuk berkeliling di sebuah desa, setelah kami capai berjalan2 di Zaanse Schanse.
Sebenarnya sih ga ‘desa-desa’ amat. Bangunan rumah2nya, masih termasuk besar. Banyak yang 2 lantai. Tetapi jika dibandingkan dengan kota2 besar seperti Amsterdam atau Den Haag, itu sudah termasuk pemukiman pedesaan. Apapun namanya, justru aku sangat menyukainya!
Bangunan2 rumah berlantai 2, dengan pemeliharaannya yang sangat sempurna!
Fasilitas2nya cukup nyaman. Dengan toko2 kecil,yang sepertinya bersama2 dengan rumah tinggalnya. Cafe2 kecil dan cantik, serta tidak ketinggalan, bunga2 segar yang banyak di jumpai di hampir semua rumah mereka. Warna2 khas ungu, pink, kuning dan putih, ada juga merah, bercampur bawur, menambah sedapnya pandangan mataku …..
Bunga2 cantik menggantung di beberapa rumah, serta pastinya ada bunga2 berwarna warni di setiap rumah disana …..
Rumah dan toko yang dibangun tahun 1626 ( ANNO 1626 ) dan pabrik kapal yang di bangun tahun 1790
Masyarakat disana, terlihat sangat nyaman. Mengayuh sepeda2 mereka. Kebanyakan dari mereka adalah masyarakat lansia dan anak2. Kaum pekerja dan pemuda, mungkin mereka bekerja atau kuliah. Bahkan bisa jadi justru mereka sudah meninggalkan desa ini, tinggal di kota2 besar atau kuliah disana. Sangat wajar, karena apa yang bisa mereka kerjakan untuk mendapatkan uang? Pekerjaan2 yang bisa dilakukan disana, hasilnya pun pasti dilempar ke masyarakat perkotaan. Aku belum tahu tentang itu secara detail.
Waktu itu, memang masa2 liburan musim panas. Banyak anak2 yang bermain sepeda, bersama dengan lansia. Entah karena memang keluarga atau hanya sekedar berjalan bersama, tetapi pemandangan ini membuat aku berpikir, sebuah desa yang ditinggalkan warga muda nya untuk bersekolah dan bekerja di kota2 besar. Tetapi desa itu sepertinya tidak terlalu ‘tertinggal’ dengan warga muda yang merantau di kota, bahkan terlihat desa tersebut tetap eksis dengan kehidupannya bersama dengan warganya …..
Anak2 bermain di sungai ( Zaan River ). Airnya jernih, dingin dan pastinya segar. Mereka sering mandi2 dan bermain disana tetapi mereka tetap menjaga kebersihan. Tidak ada satu sampah pun yang aku lihat disana …..
Warga disana sepertinya tetap mempunyai mobil, tetapi hanya diparkir di pekarangan rumahnya atau di depan toko2 kecil, fasilitas desa tersebut. Mereka lebih memilih mengendarai sepeda, walau tempat yang dituju cukup jauh. Karena pemerintah Belanda mencanangkan untuk lingkungan yang bersih dan ‘hijau’, tanpa asap knalpot. Dan pemerintah memang tidak tanggung tanggung untuk mengenakan tarif parkir yang tinggi, jika memarkirkan mobilnya di kota2 besar. Dan itulah yang juga akan ditetapkan oleh Gubernur DKI …..
Disana tetap beberapa warga membangun rumah tatu kebutuhan hidup. Konsep rumah2 mereka memakai kayu. Balok kayu untuk kolom2 besar, kuda-kuda dan gording sepertinya memakai kayu ukuran sekitar 8 / 15. Kaso dengan ukuran sekitar 6 / 8 dan reng untuk tempat genteng sekitar 3/ 4. Konsep yang sama dimana2, kecuali negara2 yang memakai konsep full modern. Walaupun Indonesia sekarang sering memilih rangka atap memakai aluminium, konsep kayu untuk bangunan rumah tinggal tidak akan ditinggalkan …..
Pondasinya untuk rumah2 standard dan cukup kecil, ternyata mereka hanya memakai ‘umpak’ saja. Pondasi batu bata dan rumah panggung. Tidak jelas, disana mengapa ada yang memakai rumah panggung. Justru seharusnya mereka membangun lantai di atas tanah, dan membangun basement untuk gudang dan persediaan makanan di musim dingin …..
Struktur dan rangkanya sudah jadi, penutupnya pasti memakai papan dan dicat ( salah satunya untuk pengawetan papan ) atau memakai bata khusus non-cat, JIKA struktur dan konstruksinya memakai beton …..
Rumah memakai dinding bata khusus non-cat dan rumah dengan penutup dingin papan yang di cat.
Tidak hanya itu saja. Papa itu bisa memasukan angin dingin, sehingga papa tersebut double. Dari arah luar dan arah dalam, ditambah ‘glasswool’ diantaranya untuk peredam cuaca, angin dan suara.
Di mulut desa, biasanya terdapat beberapa bangunan umum standard, seperti toko2 yang agak besar disbanding di dalam desanya. Atau fasilitas social seperi ‘kelurahan’ di Jakarta, dan tempat warga desa berkumpul. Sekolah2 ada disana, serta semuanya selalu mempunyai tempat parkir sepeda, atau hanya sekedar penitipan sepeda.
Fasilitas social untuk berkumpul warganya seerta tempat2 parkir sepeda.
Melihat rumah2 dan lingkungan disana, pasti membuat kita nyaman dan ingin tinggal lebih lama disana, bukan hanya sekedar berjalan2 saja. Kerapihan, kenyamanan lingkungan dan rumah2 disana sangat terjaga. Sepertinya tidak banyak orang ( pastinya mereka tidak mempunyai pembantu ), tetapi kenyamanan dan kebersihannya sangat terjaga.
Walau pun hanya kota kecil/ desa, jika ada sungai dan menjadi serana transportasi disana, pasti ada jembatan khas ini, yang bisa terbuka dan kapal bisa melewati nya, untuk angkutan ……
Anak2 yang bermain disana pun sangat peduli dengan kebersihan, ketika aku melihat seorang anak kecil membuang sampah kue yang dia makan, ke tempat sampah, bukan membuang di jalan. Terbukti, kepedulian warganya akan kenyamanan tempat tinggalnya, mencerminkan sebuah desa atau kota bahkan negara yang terus maju untuk sebuah masa depan yang terus semakin kuar biasa …..
Sebelumnya :
Tentang Saya:
Christie Damayanti. Just a stroke survivor and cancer survivor, architect, 'urban and city planner', traveller, also as Jesus's belonging. Follow me on Twitter
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Responses to “ Di Sebuah Desa di Belanda …..”
Posting Komentar