Kamis, 23 Januari 2014
Memang ‘Sodetan Sungai’ sama dengan ‘Sedotan?’
Kamis, 23 Januari 2014 by Christie Damayanti
By Christie Damayanti
Bikin sodetan?
Seperti membangun kanal ( lihat tulisanku Kanal Hanya Mampu Mengatasi Banjir Sesaat Saja ),
sodetan BUKAN untuk mengatasi banjir, apalagi mengatasi banjir Jakarta
selamanya. Jika kita membuat beberapa sodetan, atau banyak sodetan pun,
sama sekali tidak mengatasi apa2. Tetapi justru memindahkan permasalahan
di banyak titik.
Bagaimana tidak? Coba bayangkan. Jika
kita membuat sodetan ke titik A dan B, berarti air akan mengalir ke
titik A dan B. Dan debit air bertambah ke titik A dan B.
1. Lalu, apa ada yang yakin bahwa air yang mengalir ke titik A dan B TIDAK AKAN merembes atau meluap ke daerah sekitar titik A dan B, secara ‘perhitungannya’ sangat cepat ?
2. Dan tahukah keadaan lingkungan titik A dan B sebelumnya?
3. Bagaimana dengan infrastruktur disana bahkan bagaimana dengan penyerapannya? Jangan2
sodetan di titik A dan B sebelumnya adalah pengerasan tanpa
infrastruktur yang tangguh untuk menerima beban debit air disana?
Ditambah lagi, apakah ada yang sudah
memikirkan ( karena sangat cepat, mereka ‘memutuskan’ untuk membuat
sodetan ) tentang sodetan di titik A dan B itu?
4. Bagaimana dengan cerita tentang ‘mengalirnya air’, yang seharusnya sesuai dengan hukum alam,
bahwa air mengalir dari trmpat tinggi ke tempat rendah. Apakah titik A
dan B mampu menggiring air ke tempat sesuai dengan hukum alam? Jangan2
titik A dan B justru lebih tinggi dari titik awal, dan air berbalik ke
titik awal …..
5. Dan INGAT! Bahwa
alam sudah mempunyai alurnya sendiri. Jika alur alam diubah manusia,
membuat alam akan ‘marah’ dan menjadi ’seenaknya’ saja!
Kemudian juga akan dibuat pintu2 air dan
bisa dibuka-tutup sesuai dengan kebutuhan. Ok, bisa juga. Tetapi
semuanya harus diperhatikan dan perhitungan dengan seksama, sehinnga
semuanya sesuai dengan yang seharusnya. Karena, pada kenyataannya sering
kali segala sesuatunya kurang diperhatikan dan perhitungannya dianggap
tidak sesuai, sehingga sia2 lah sodetan di titik A dan B tersebut.
Sodetan2 yang direncanakan itu pun belum dipikirkan matang2, tanpa perhitungan. Sodetan2 itu seharusnya membutuhkan waktu untuk dibangun, BUKAN dalam waktu yang teramat singkat! Seakan2
sodetan merupakan ‘uji coba’ saja. Kalau berhasil ya syukur tetapi
kalau tidak berhasil, ya mau diapakan? Dan itu cukup membuang banyak hal
: materi, waktu dan tenaga. Dan semuanya sepertinya akan sia2 …..
Sekarang, sebenarnya bagaimana supaya sungai2 di Jakarta mampu menampung AIR HUJAN dan ‘AIR KIRIMAN’ dari Bogor? Adakah caranya?
Ada! Walau tidak mudah dan harus diperjuangkan :
1. Meremajakan sungai2.
Semua sungai ( ada 13 sungai besar yang melintasi Jakarta ) harus dikeruk tiap tahun, dari hulu sampai ke hilir, untuk menambah dalam dan lebar sungai. Yang mengikutinya adalah JANGAN BUANG SAMPAH SEMBARANGAN terutama di sungai!
2. Membangun DAS ( Daerah Aliran Sungai ).
Pemukiman di bantaran sungai harus
dibersihkan, karena DAS bukan untuk pemukiman, melainkan untuk
penyerapan dan RTH ( ruang terbuka hijau ).
3. Membangun RTH ( Ruang Terbuka Hijau ).
Mengembalikan ruang2 kota yang sedianya untuk RTH dari ( biasanya ) pemukiman kumuh / atau slum. Tata aturan tentang ijin membangun, HARUS ditertibkan, sehingga aturan2 sesuai dengan yang semestinya! Bahkan ditambah lagi, JANGAN ADA ketidak- pedulian warga kota berhubungan dengan daerah penyerapan!
4. Mengembalikan fungsi hutan lindung di daerah hulu.
Membongkar rumah2 dan villa2 yang tidak
sesuai dengan aturan. Karena daerah hulu akan berbanding lurus dengan
air dari hulu melewati Jakarta menuju laut.
5. Mengembalikan fungsi tanah untuk peresapan di selatan Jakarta.
Tidak mengijinkan pembangunan2 real
estate atau bangunan2 serta jalanan, di selatan Jakarta, yang seenaknya
saja, karena disana merupakan daerah peresapan.
6. Meremajakan hutan mangrove di utara Jakarta,
untuk mampu ‘menerima’ pengikisan air
laut di pantai Jakarta, sehingga air pasang dan gelombang serta banjir
rob tidak ‘berbalik’ ke Jakarta, dan air sungai tidak berbalik meluap ke
dataran Jakarta.
7. Meninjau tentang aturan2 reklamasi untuk memperlebar ruang gerak Jakarta.
Bahwa reklamasi memang bisa dilakukan,
sepanjang aturan2nya seauai dengan yang seharusnya. Misalnya, reklamasi
bisa dilakukan jika sungai2 berkualitas baik dan hutan mangrove subur.
Ini adalah beberapa solusi yang bisa mulai dikerjakan untuk mengindari banjir tahunan Jakarta.
Untuk membuat perubahan, memang tidak
bisa dengan ‘instan’, apalagi berhubungan dengan daerah yang sangat luas
dan banyak permasalahan, seperti Jakarta. Semuanya sebenarnya sudah
bisa dilakukan SEJAK DAHULU, tetapi masalahnya, APAKAH KITA MAU MELAKUKANNYA?
Bahkan jika musim hujan selesai beganti musim kemarau, SEMUANYA AKAN DILUPAKAN!!
Jakarta memang mempunyai pemerintahannya
sendiri, tetapi tidak terlepas dengan lingkungan atau kota2 dan
pemerintahan di sekitarnya. Seperti Jawa Barat dan Banten. Sehingga,
kerja sama antara pemda harus
lebih ditingkatkan. Jangan hanya main
salah2an! Semuanya harus bekerja sama karena jika saling menyalahkan,
lingkungan akan tersingkirkan dan manusia2nya / warga Jakarta lah yang
akan menelan akibatnya ……
Sodetan hanya bisa menampung debit air sangat sementara. Apalagi membangun sodetan yang sangat tergesa-gesa.
Dan sekali lagi jangan lupa, bahwa ALAM
MEMPUNYAI ALURNYA SENDIRI, sehingga jika manusia mengubah tata alur
alam, ‘dia’ akan MARAH dan bisa berlaku seenaknya sendiri.
Seperti manusia, yang sering hanya bisa berkoar2 menyampaikan pendapat
dan keinginannya tanpa peduli dengan lingkungannya, dan karena egois
itu membuat alam tersingkirkan dan ‘marah’ …..
Link tentang Banjir Jakarta :
Beberapa ‘Predator’ Air!
Tags: Jakarta , Penghijauan
Tentang Saya:
Christie Damayanti. Just a stroke survivor and cancer survivor, architect, 'urban and city planner', traveller, also as Jesus's belonging. Follow me on Twitter
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Responses to “Memang ‘Sodetan Sungai’ sama dengan ‘Sedotan?’”
Posting Komentar