Senin, 27 Januari 2014
Banjir Jakarta Mulai Reda, tapi….
Senin, 27 Januari 2014 by Christie Damayanti
By Christie Damayanti
Di Pintu Air Manggarai, Jakarta Selatan
Derita dan hasil banjir memang sangat
banyak. Apalagi banjir besar yang mengepung Jakarta, 2 minggu terakhir
ini. Begitu aku bisa keluar dari kompleks ku ( karena pintu keluar masuk
kompleksku terkepung banjir ), aku menyempatkan diri untuk survey dan
mengamati hal2 yang luput dari pemberitaan media.
Jika hasil banjir sekarang ini, jelas
merugikan warga Jakarta. Baik yang memang terkena banjir, bahkan semua
warga Jakarta. Kerusakan permanen fisik Jakarta ( misalnya, tanggul
jebol, rumah dan perabotan hanyut, sampah dimana2 atau jalan2 yang rusak
), kerusakan psikis dan trauma warga, membayangi Jakarta ( bahkan
Indonesia ) dalam waktu entah berapa lama. Semua sudah diberitakan di
banyak media. Menumbuhkan simpati dan empati tinggi di kalangan sesama
manusia, khususnya warga kota dan negara …..
Tetapi, ada beberapa hal yang mungkin
luput diberitakan. Jika tidak membahayakan, mungkin tidak apa2. Tetapi
ketika aku mengamati hasil2 peninggalan banjir yang lalu, dalam survey 1
hari Sabtu kemarin, setidaknya ada 2 hal yang mungkin juga bukan apa2
dimata orang lain, tetapi “apa2″ di mataku, sebagai pengamat :
Medio, Sabtu 24 Januari 2014
1. Di jalan Otista Raya
Di pertigaan ke arah jalan Cawang Baru,
ditengah2 pertigaan, terdapat sebuah tangga bambu untuk menyangga kabel2
( listrik dan telpon ) yang menjuntai. Jika tangga bambu ini diambil,
kabel2 itu akan menjuntai sampai ke permukaan jalan. Yang akan
mengakibatkan pertigaan itu akan terganggu dan kendaraan tidak bisa
lewat.
a. Pagi itu memang masih sepi,
belum banyak kendaraan yang melintas, tetapi bayangkan, jika tangga
bambu di tengah2 pertigaan, pengendara harus super hati2 untuk tidak
menenggol tangga tersebut. Apalagi khuhusnya pengendara sepeda motor,
seperti foto2 dibawah ini!
Tangga bambu untuk menyangga kabel (
listrik dan telpon ) yang menjuntai turun menuju permukaan jalan. Serta
beberapa kabel yang mulai putus (?), yang pasti sangat berbahaya,
apalagi jika jalan banjir!
b. Bukan kendaraan2 itu ( hanya )
akan terganggu saja, tetapi jika banjir datang lagi, makan banjir
menjadi media setrum dari kabel2 listrik itu, dan pastinya akan sangat
membahayakan semuanya!
Lebih siang sedikit, jalanan mulai ramai, sehingga tidak bisa dibayangkan jika ada
kendaraan ( terutama motor ) yang menyenggol tangga bambu ini …..
c. Bahwa seperti tulisanku tentang “Wah, Mereka Berani ya, Bergelantungan di Udara Jakarta?”,
pemda DKI harus berusaha memperbaiki sistim ‘perkabelan’. Jika Jakarta
memang harus membuat sistim perkabelan ini di atas permukaan tanah, ya
tolong sistimnya diperbaiki. Jangan kabel2 ( entah kabel2 apa saja )
berjuntai dalam 1 tiang, tanpa di koordinasi. Bahwa 1 tiang hanya untuk 1
sistim ( listrik atau telpon ), tetapi dalam 1 sistim pun, banyak
kabel2 ‘tak bertuan’ nebeng disana! Dan itu sebenarnya sangat
membahayakan!
Dan jika sistim perkabelan Jakarta ingin
dibangun dibawah permukaan tanah, ya sebaiknya di study positif -
negatif nya dahulu, mengingat dataran Jakarta sudah ‘turun’ dibawah
permukaan air laut.
Coba lihat kabel2 semrawut ini!
Apakah pemda tidak pernah menyisir jalanan Jakarta dan melihat seperti
ini? Bisakah ( atau maukah ) memperbaikinya?
Tidak tahu, bagaimana sekarang, apakah
tangga bambu itu masih ada? Dan tidak tahu juga, apakah pemda DKI
sekarang ini sudah memprogramkan sistim perkabelan ini untuk dibenahi.
2. Membuang sampah / lumpur banjir, TETAP ke selokan / sungai.
Ketika aku berada di atas jembatan
sungai Ciliwung di Kampung Melayu, aku melihat sampah2 sisa banjir
menggunung disana. Baik yang sudah dikumpulkan oleh warga secara
swadaya, atau yang dikumpulkan dan sudah diangkut oleh petugas
kebersihan pamda DKI. Luar biasa kotor, dan ketika aku membuka kaca
mobilku, tercium bau amis dan sampah rumah tangga.
Tak heran jika
pengungsi sakit, baik karena kedinginan, penuh sampah dan kotoran,
bahkan polusi bau. Secara di bawah jalan layang Kampung Melayu, masih
banyak pengungsi2 disana, yang memang di perkampungan Kampung Pulo dan
Kampung Melayu, belum surut. Masih ada air banjir yang setinggi 1 meter
bahkan lebih.
Para pengungsi di bawah jalan layang Kampung Melayu
Tetapi yang memprihatinkan, ada beberapa
pemulung yang mencari sisa2 sampah banjir di tumpukan sampah2 tersebut.
Tetapi sampah2 yang menurutnya tidak bisa diuangkan atau dijual dan
dipergunakan lagi, beberapa sampah itu langsung di buang ke ….. SUNGAI! Secara tumpukan sampah2 tersebut berada di atas jembatan Sungai Ciliwung. Astaga ……
Maaf, fotonya agak buram : sampah
di atas jembatan Sungai Ciliwung di Kampung Melayu dengan bannyak warga
atau pemulung yang masih mencari sisa2 sampah yang bisa digunakan / atau
dijual lagi …..
Belum lagi, ketika aku melongokan
kepalaku dalam mobilku yang memang aku minta berjalan perlahan2 untuk
mengamati di beberapa gang di salah satu jalan, aku melihat banyak warga
yangsedang membersihkan lingkungannya dari sisa2 banjir. Tidak salah
dan memang harus membenahinya untuk kehidupan kemudian. Tetapi beberapa
dari mereka, aku melihat mereka menyerok lumpur di permukaan jalan2 gang
itu, tetapi membuangnya ke ….. SELOKAN! Ya, ampun …..
Apakah tidak ada pemikiran dikepalanya
bahwa mereka merupakan salah satu sebab banjir akan terus melanda kota?
Sampah banjir, dibuang lagi ke sungai. Lumpur sisa banjir dibuang lagi
ke selokan. Tidak ada kah terpikir bahwa untuk membuang sampah banjir
itu ( paling tidak ) dikumpulkan lagi dan sedikit dirapihkan? Atau
lumpur sisa banjir, dimasukan ke kantong plastik atau ke karung2 untuk
dibawa ke penampungan sebelum diangkuyt petugas2 kebersihan?
Apa yang salah? Pemikiranku kah atau pemikiran mereka? Dan salah siapa? Entahlah! Semuanya sudah menjadi benang kusut …..
Aku juga sangat yakin, bahwa bukan hanya
di tempat2 yang aku lalui saja dengan kejadian seperti ini. Apalagi
sangat banyak warga Jakarta yang memang masih susah untuk bisa mengerti
tentang kepedulisn lingkungan. Dan hanya ada 2 titik, yang aku amati,
karena mobilku akan dipakai oleh anakku untuk test masuk SMA.
Yang jelas, setidaknya 2 hal
yang aku tuliskan diatas, merupakan hal yang nyata dalam bermasyarakat
sebagai warga kota di Jakarta. Juga bukti bahwa, memang sangat tidak
gampang untuk menyadarkan masyarakat untuk mau sadar bahwa banjir
Jakarta memang juga adanya curah hujan yang tinggi, tetapi sebagian lagi
adalah kesalahan manusia itu sendiri, seperti yang aku tulisan di LINK2 artikelku di bawah ini. Dan inilah masyarakat kita, warga Jakarta ……
Akhirnya, kita2 sendirilah (
yang mengerti apa arti kepedulian lingkungan demi kita semua ) yang
bisa memulai untuk menjadi contoh bagi mereka2 yang belum atau kurang
mengerti, BUKAN HANYA pemerintah saja, tetapi KITA SEMUA ……
Link tentang Banjir Jakarta :
Beberapa ‘Predator’ Air!
Tentang Saya:
Christie Damayanti. Just a stroke survivor and cancer survivor, architect, 'urban and city planner', traveller, also as Jesus's belonging. Follow me on Twitter
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Responses to “Banjir Jakarta Mulai Reda, tapi….”
Posting Komentar