Kamis, 25 Juli 2013
[Pasca] Jakarta Fair: ‘Pesta Rakyat’, Siapa yang Untung?
Kamis, 25 Juli 2013 by Christie Damayanti
By Christie Damayanti

indonesiatravel.com
Namanya saja ‘pesta rakyat’. Pesta, dan
yang hadir, tidak sama dengan ‘rekreaasi’. Pesta, berarti ada yang
membuat pesta dan ada yang diundang. Yang membuat pesta memang sengaja
‘membuat pesta’ dan pastilah sudah berencana mengundang siapa. Jadi
dengan adanya si pembuat pesta, jelas kan ada yang di undang.
Pesta rakyat. Jelas, yang membuat pesta
adalah ‘pemerintah’, dan rakyatlah yang diundang. Dan undangan pesta
selalu bukan rekreasi, melainkan si pengundang akan menyediakan segala
macam fasilitas agar yang diundang senang dan bahagia.
Walau kadang2 ada pembuat pesta membyat
sebuah pesta yang berkolaborasi dengan banyak sponsor, itu lain lagi.
Tetapi yang jelas, untuk sebuah peta, si pembuat pesta akan berusaha
untuk membuat yang diundang nyaman dan senang di pestanya …..
Sebuah pesta rakyat Jakarta, diadakan 1
tahun sekali, pada waktu sekitar ulang tahun Jakarta,pertengahan tahun,
pas libur sekolah anak2. Pas, kan? Sekeluarga kan datang di pesta itu
untuk bersenang2 dan sedikit melupakan sumpeknya hidup di ibukota.
Wajar, jika warga Jaaarta menentikan pesta rayat tersebut, setahun
sekali. ‘Jakarta Fair memang sudah menjadi tradisi, sebuah pesta rakyat
untuk warga Jakarta, menyambut hari uang tahun Jakarta.
***
“Aaahh ….. itu ‘mah ketinggalan jaman! Jakarta Fair sudah selesai digelar, tetapi kamu baru menulisnya!”, kata temanku.
Haha … aku tidak peduli koq. Apa yang
ada di pikiranku, tiba2 saja aku ingin menuliskan tentang Jakarta Fair,
dilihat dari konsep arsitertur dan penataan lokasinya bagi sebuah pesta
rakyat. Bukan aku mau sekedar memprotes saja, tetapi aku hanya ingin
berbagi bahwa kita sebagai warga Jakarta, mempunyai hak dan kewajiban.
Adalah salah satu kewajibanku adalah memberikan masukan2 untuk Jakarta
yang lebih baik, salah satunya adalah menulis …..
Sebuah pesta rakyat, haruslah berada di
lokasi yang besar, ‘dekat dengan rakyat’, dan mempunyai fasilitas2 yang
‘merakyat’. Itu di-amin-kan dahulu. Karena mana ada yang datang, jika
harus ‘membayar’, kan?
Membayar disini bukan berarti membayar dengan
uang saja, tetapi juga membayar dengan ‘harga yang mahal’, seperti
lokasinya jauh, sehingga susah untuk kesana. Atau benar2 membayar di
tepat pesta, dengan harga mahal juga. Apalagi jika fasilitas2 pestanya
justru membuat rakyat ‘merugi’. Jika itu terjadi, namanya bukan ‘pesta
rakyat’ …..
Lokasi yang ‘merakyat’ dan luas, jelas
sudah ada di Jakarta ini. Sesuai dengan beberapa pendahulunya, Jakarta
Fair sukses digelar di Taman Monas, tetapi tunggu dulu! Apakah itu
benar2 sesuai untuk warga Jakarta?
Lokasi Di Taman Monas :
Tempatnya memang luas, ok dan ditengah2
Jakarta. Juga sejak pertama kali di adakan, Jakarta Fair sukses di Taman
Monas. Masuk ke tempat pesta, murah dan bear2 nyaman bagi warga
Jakarta. Apalagi berada di sekitar Monas, icon Jakarta itu sendiri.
Sekarang, untuk parkir di sekitar Monas
cukup jauh, di depan Balai kota, padahal pesta rakyat dengagn pengunjung
membludag, akan menyulitkan tempat parkirnya.
1. Monas adalah kebanggaan
Jakarta, bahkan Indonesia. Monas adalah titik sentral Jakarata dan
disekelilingnya adalah bangunan2 monumental untuk pemerintahan. Konsep
Taman Monas adalah untuk ‘landmark’ Jakarta. Walau sekarang Taman Monas
merupakan taman yang dipagar ( lihat tulisanku ‘Keangkuhan dan Kesombongan’ Taman Monas ), taman ini seharusnya dirawat.
2. Karena Monas sebagai titik
pusat Jakarta, dan bangunan2 sekitarnya adakah bangunan pemerintahan
serta salah satunya adalah Istana Merdeka, menurutku lokasi ‘pesta
rakyat’ jangan di Taman Monas. Mengapa?
- Karena jika ketika pesta rakyat sedang berlangsung, pastilah banyak parkir2 liar yang akan sangat susah untuk diatur. “Namanya saja pesta!”.
Pasti ada nada sumbang disana. Sehingga, jalan keempat Merdeka
sekeliling Monas, akan crowded dan sumpek. Padahal jam2 kerja tetap
berlangsung, bagaimana pegawai memarkirkan mobilnya?
- Jam2 kerja tetap berangsung
pada saat pesta. Dan itu bisa di’salahgunakan’. Alasan2 karena macet,
susah mendapat parkir serta dorongan2 untuk ber’pesta’ akan sangat susah
diatasi.
- Jika selama pesta berlangsung
dan ada tamu negara, akan sangat susah untuk ‘mendeteksi’ sebagai
tempat yang aman bagi tamu negara, karena ‘ini ada sebuah pesta, yang
mana mungkin warga Jakarta dari pelosok serta preman2pun akan datang.
Sangat sulit untuk pengamanannya.
- Selama pesta rakyat, pasti
akan banya sekali pedagang2 kecil, yang bukan hanya yang masuk kedalam
Taman Monas saja, tetapi disekitarnya diluar pagar taman, tetap akan
membludag …..
3. Harus dipikirkan tempat parkir
untuk pengunjung. Mobil2 pribadi, motor2 dan bus2 pariwisata yang
pastilah mencapai ribuan banyaknya. Manajemen parkir harus jelas, karena
jika pesat sedang berlangsung, bagaimana dengan parkir2 mobil dan motor
kantor2 pemeritahan ( khususnya Balai Kota ) di sekitar Monas.
4. Bagaimana semua tentang
kenyaman, keamanan, kemacetan atau yang lain selama pesta rakyat di
Monas? Sekarang saja kemacetan susah untuk ditanggulangi, bagaimana
setiap tahun akan ada pesta rakyat?
Jika memang benar2 harus dipindahkanlagi
e Taman Monas, pemda harus memikirkan hal2 tersebut diatas untuk
ketertiban daerah sekeliling Monas selama pesta berlangsung …..
Selain Monas, adakah lokasi yang dekat dengan rakyat? Salah satu yang terpikir adalah di Kemayoran, tetapi tidak menumpang ( atau menyewa ) tempat yang lama di JIEXPO. Atau jika di-gratis-kan sih, boleh saja …..

www.antarafoto.com
Selain adanya jalan Benyamin Suaeb (
tokoh Jakarta yang dekat dengan rakyat ), Kemaroran masih memiliki
beberapa lahan luas tanpa bangunan. Laan2 kosong disana memang sudah
bertuan, tetapi jika memang pemda ingin membuat sebuah pesta rakyat yang
benar2 ‘merakyat’, menurutku sudah sepantasnya lah pemda ( entah
bagaimana caranya ) mencari lokasi berupa lahan luas tanpa bangunan,
sesuai dengan konsep Jakarta Fair pertama, di Taman Monas. Dan sala satu
lokasi yang menurutku layak untuk di ‘gali’ lebih dalam untuk sebuh
pesta rakyak, adalah di Kemayoran …..
Ketika aku masih kecil tahun
1970-an, setiap ada Jakarta Fair aku pasti diajak kesana oleh orang
tuaku. Dan kami sungguh senang, dengan makanan2 dan jajanan khas
Jakarta, serta tempat lapang tanpa harus ‘membayar’ cape, membuat kami
nyaman. Beberapa stand disana untuk memperkenalkan barang2 kahs
Indonesia. Stand2 penjualanpun wajar dan sesuai dengan ‘kantong rakyat’.
Tetapi ketika Jakarta Fair pindah ke
Keayoran di JIEXPO, 1 atau 2 kali kami tetap kesana, tetapi semakin
kesini, semakin tidak manusiawi. Terakhir kami ke Jakarta Fair adalah
tahun 2004, dan aku benar2 trauma dengan beberapa hal disana :
1. Tiket masuk semakin mahal. Ini bukan konsep ‘pesta rakyat’. Tetapi mengambil keuntungan dari rakyat.
2. Stand2 dagangannya semakin
membludag, melebih sebuah egiatan ‘rakyat’ dalam memperkenalkan baran2
kerajinan rakyat. Pun jika ada stand2 yang menjual baju2 atau barang2
untuk rakyat, harganya dipatok semakin mahal. Tidak layak untuk sebuah
‘pesta rakyat’. Yang ada mengambil keuntungan dari rakyat ( sekali lagi!
).
3. Makanan2nya, menurutku luar
biasa mahal! Dan karena memang hanya bisa makan disana ( jika mau makan
diluar, pun jalannya jauh serta harganya ikut2an mahal ), rakyat tetap
saja harus makan disana.
4. Parkirnya, walau ( katanya )
sudah membayar karcis parkir, tukang2 parkir liar ( preman2 ) akan
mengutip uang parkir lagi. Aku pernah membayar parkir kepada preman2
disana 50 ribu, dengan 2 jam parkir!
Coba kita hitung pengeluaran kita sendiri di Jakarta Fair, selama 2 atau 3 jam saja untuk 1 orang :
1. Tiket masuk 2013 : 25.000 rupiah.
2. Parkir mobil + preman2 : 50.000 rupiah.
3. Makan untuk 1 orang + cemilannya, sekitar : 50.000 sampai 100.000 rupiah.
Ini yang harus, tidak membeli apa2.
Biasanya jika kesana, pasti tertarik untuk membeli sesuatu. Jadi untuk 1
orang saja sekitar 125.000 sampai 200.000 rupiah ( TANPA MEMBELI
SESUATU ) per-warga.
Warga pasti ingin mencari barang2 untuk
keluarganya, padahal harga2 disana tidaklah murah. Mendingan mereka
membeli di grosir standard, seperti di Mangga Dua atau Pasar Pagi …..
Coba jika 1 keluarga dengan 2 anak ( 4
orang ) : Tiket dan makan : 25.000 + 50.000 = 75.000 x 4 orang = 300.000
rupiah. Belum tranportasinya serta tetek-bengeknya. Sebuah harga yang
‘mahal’ untuk sebuah pesta rakyat.
Aaahhh …… mungkin aku terlalu lebay.
Tetapi aku terpikir ketika aku ingat hasil banyak wawancara sewaktu
‘pesta rakyat’ berlangsung. Wajah2 rayat nyata2 kecewa dengan harga2
yang mahal. Walau pada keyataanya, pengunjung membludag dan mendulang
keuntungan sampai milyardan, dan ‘pesta rakyat dikatakan berhasil dengan
sukses ……
Satu lagi yang selalu aku pikirkan, jika
Jakarta Fair selalu mendulang keuntungan yang luar biasa besar, mengapa
( salah satunya ) harga2 untuk rakyat tidak bisa ( atau tidak mau? )
diturunkan?
Misalnya, tiket masuk 5000 rupiah saja, toh
ribuan pengunjung akan datang? Atau harga makanan jangan semahal itu,
toh akan datang warga yang memebeli makanan disana. Semua barang
dagangan akan laku, tetapi keuntungannya diperkecil. Toh semuanya senang
…… apakah tidak ada yang peduli dengan sesamanya, sesama warga Jakarta?
#kepeduliansosialsesamawargajakartauntuksebuahpestarakyat …..


Tentang Saya:

Christie Damayanti. Just a stroke survivor and cancer survivor, architect, 'urban and city planner', traveller, also as Jesus's belonging. Follow me on Twitter
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Responses to “[Pasca] Jakarta Fair: ‘Pesta Rakyat’, Siapa yang Untung?”
Posting Komentar