Senin, 10 Desember 2012
Mungkinkah Warga Berpenghasilan Rendah Mempunyai Tempat Tinggal?
Senin, 10 Desember 2012 by Christie Damayanti
By Christie Damayanti
Sebenarnya, mungkinkah semua penduduk
Jakarta mampu mempunyai rumah sendiri? Ketika biaya hidup semakin mahal
dan sebagian besar penduduk Jakarta belum mempunyai rumah, ternyata
kebutuhan rumah memang sangat kruisal …..
Pembangunan rumah bagi warga Jakarta
sebenarnya selalu ada. Bahkan bannyak sekali pembangunan perumahan di
pinggiran Jakarta, terlihat dengan sering diadakannya kegiatan pameran2
perumahan di JCC di Jakarta, ataupun di daerah2 suburb Jakarta ( di mal2
di seluruh Jakarta ).
Tetapi, perumahan yang bagaimana yang di bangun? Untuk siapa perumahan yang dibangun tersebut?
Pertumbuhan kota Jakarta sangat cepat,
tetapi pertumbuhan kota Jakarta ini ternyata tidak diimbangi dengan
fasilitas dan sarana2 perkotaan sehingga menimbulkan kepincangan2
diberbagai sektor, seperti fasilitas jalan raya, RTH bahkan perumahan2.
Dengan arus urbanisasi yang semakin membanjiri Jakarta, perkampungan2
kumuh justru bermunculan, dibanding dengan perumahan2 yang dibangun oleh
pengembang2 profesional.
Pula perkampungan2 kumuh, atau daerah ’slum’
Jakarta ternyata justru lebih ‘mampu’ untuk menjadi tempat tinggal bagi
warga Jakarta yang tidak mempunyai pekerjaan tetap.
Arus urbanisasi ke Jakarta benar2 tidak
terbendung, dan sejak dahulu pemda selalu berusaha mencoba untuk
menyusun konsep perumahan yang ideal, sejalan dengan laju perkembangan
kota Jakarta sekarang.
Kendala2 utamanya adalah :
1. Jumlah penduduk yang semakin banyak dengan mayoritas golongan berpenghasilan rendah
2. Tanah semakin mahal dan sulit didapat, apalagi di tengah Jakarta
3. Pendapatan yang rendah, dan sebagainya.
Penelitian dari hasil sensus dikatakan
bahwa jumlah penduduk Jakarta bertambah sekitar 200.000 jiwa per-tahun,
yang artinya adalah :
200.000 : 360 hari = 600 jiwa / hari
600 : 5 jiwa / keluarga = 120 kluarga / hari
Permisalahan, 60% miskin = 72 keluarga / hari
72 : 24 jam = 3 rumah / jam
Artinya adalah, penyediaan rumah bagi golongan berpenghasilan rendah, memang sangat sulit dipecahkan, SEKALIPUN dengan proyek RSS ( Rumah Sangat Sederhana ). Lihat tulisaku Sedikit Pemikiran untuk Jakarta : Manajemen Pembangunan terhadap Pertumbuhan Fisik Kota ( Bagian : 6 ).
Pengembang2 yang ada sekarang ini, belum
mampu untuk menyediakan rumah2 murah untuk warga Jakarta berpenghasilan
rendah, sehingga mereka memilih membangun rumah beralaskan mareial2
kayu dan kardus, sehingga semakin banyaklah daerah2 ’slum’ di Jakarta.
Sejalan dengan ini, ternyata pengembang
tidak menggaris-bawahi bahwa perumahan yang dibangun oleh pengembang
seharusnyalah untuk warga Jakarta yang berpenghasilan rendah, bahkan
sangat rendah. Justru pengembang2 melakukan investasi besar2an di bidang
perumahan untuk golongan menegah dan atas, ditambah dengan
fasilitas2nya seperti perkantoran, pertokoan serta rekreasi. Padahal,
pemda sudah membuat aturan bahwa untuk membangun 1 rumah mewah, pengembang harus membangun 3 rumah menengah dan 6 rumah sederhana, dengan konsep 1 : 3 : 6. Tetapi, ternyata itu tidak dilakukan sama sekali ……
Banyak sekali pengembang2 yang melakukan
promosi besar2an di TV dengan fasilitas2 yang luar biasa, tetapi itupun
untuk golongan menengah keatas. Bahkan semakin lama, semakin jauh di awang2 untuk mempunyai rumah, termasuk mempunyai rumah di pinggiran Jakarta!
Coba bayangkan! Tanah di Jakarta benar2
tidak mungkin terbeli. Selain memang semakin sedikitnya tanah untuk
dibuat rumah apalagi perumahan, harga tanahpun semakin mahal. Sehingga
pengembang membeli tanah di pinggiran Jakarta. Tetapi, mereka justru
membangun perumahan untuk golongan menengah keatas di piggiran Jakarta!
Akibatnya, warga berpenghasilan rendah semakin tersingkir.
Dan dengan tersingkirnya mereka, semakin nekadlah mereka untuk terus
membangun perkampungan kumuh di Jakarta, bahkan di bantaran sungai,
tanpa mengindahkan tentang apapun, termasuk bahaya untuk mereka sendiri
…….
Dan semakin terpuruklah Jakarta dalam
pengadaan sarana dan prasarana serta fasilitas2 perkotaan yang
seharusnya semakin bertambah baik sebagai ibu kota Indonesia …..
Memang harus dibuktikan terlebih dahulu
tentang hal tersebut diatas. Bahwa, dengan adanya pengembang2 yang
membangun perumahahan bagi golongan menegah keatas di pinggiran Jakarta,
justru semakin membuat warga berpenghasila rendah Jakarta semakin
tersingkir, dan mereka justru membabi-buta untuk membangun bangunan2
liar di bantaran sungai dan di pinggiran rel kereta api.
Konsep ‘rumah bertingkat’ atau apartemen
pun diusung oleh pemerintah daerah juga oleh para pengembang. Tetapi
itupun, swemakin lama semakin tidak sesuai dengan konsep pembangunan
tempat tinggal bagi warga Jakarta berpenghalisan rendah. Justru rumah2
susun yang dibangun oleh pemerintah sekarang tidak menjadi tempat
tinggal bagi mereka, tetapi banyak yang dipakai oleh warga yang justru
berpenghasilan menengah, dan sekali lagi, golongan bawah pun semakin
tersingkir …..
Tetapi ini ada di depan mata kita. Bahwa
kebutuhan rumah bagi warga Jakarta sudah semakin meningkat. Dan
sekarang, pemerintah daerah Jakarta sudah setuju untuk membangun Rusun
Kampung Deret ( lihat tulisanku ‘Rusun Kampung Deret’: Konsep Menarik bagi Warga Jakarta, Tetapi ….. ).
Tetapi,
jika konsep ini bisa terbangun dengan segala macam kendalanya, apakah
harga tempat itu mampu diserap bagi warga Jakarta berpenghasilan rendah
tersebut? Jangan2 justru malah sebaliknya, bahwa Rusun Kampung Deret
tersebut dibeli oleh warga Jakarta berpenghasilan menengah, karena
merekalah yang sekarang ‘memiliki Jakarta’ …..
Pemda sekarng memang harus berhati2
dengan konsep rusun ini. Tidak dipungkiri dengan semakin bertambahnya
kebutuhan perumahan di Jakarta UNTUK WARGA BERPENGHASILAN RENDAH,
konsep ini adalah sangat bermanfaat dengan segala permasalahannya.
Tetapi, jangan lupa dengan harga belinya. Bagaimana sebuah tempat
tinggal dihargai untuk warga berpenghasilan rendah, itupun masih
membutuhkan hitung2an yang super ‘njelimet’, karena memang harga
material sudah semakin mahal …..
Jadi, bagaimana dengan kebutuhan tempat tinggal bagi warga berpenghsilan rendah?
Apakah mau didiamkan saja, ketika para pengembang semakin bersaing
untuk menginvestasikan tanahnya untuk membangun tempat tinggal bagi
warga berpeghasilan menengah keatas, sementara warga berpenghasilan rendah hanya mampu tinggal di daerah ’slum’?
Dan jika
pemda mampu membangun Rusun Kampung Deret, seberapa-tinggikah harga
yang bisa
diserap oleh warga berpenghasilan rendah tersebut?
PR bagi kita semua, bukan hanya bagi pemda Jakarta saja, tetapi bagi semua yang peduli dengan kotanya
……
Tags: sosbud , urban
Tentang Saya:
Christie Damayanti. Just a stroke survivor and cancer survivor, architect, 'urban and city planner', traveller, also as Jesus's belonging. Follow me on Twitter
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Responses to “Mungkinkah Warga Berpenghasilan Rendah Mempunyai Tempat Tinggal?”
Posting Komentar