Kamis, 06 Maret 2014
Menuju Jakarta 30% RTH, Mungkinkah?
Kamis, 06 Maret 2014 by Christie Damayanti
Menuju Jakarta 30% RTH [Dari yang Sekarang 11% Saja], Mungkinkah?
Sebelumnya :
Jakarta
dengan kesemrawutannya, dengan bangunan2nya dan kendaraan2nya, serta
pousinya, justru seharusnya mempunyai Ruang Terbuka Hijau ( RTH ) yang
banyak. Karena dengan banyaknya RTH, akan menjadikan Jakarta lebih sehat
bagi warga kotanya. Perhitungan RTH bagi Jakarta sesuai dengan standard
serta kebutuhan kesehatan warga kota, adalah MINIMAL 30% dari luas
wilayah kota, terdiri dari RTH publik sekitar 20% dan RTH pribadi
sekitar 10%.
Penyedian dan pemanfaatan RTH di kawasan
perkotaan Jakarta, menjadi salah satu butir, yang di deklarasikan, daam
peringatan Hari Tata Ruang tahun 2010 di Bali, untuk Forum Indonesia. Dimana tentu saja jakarta merupakan bagian di dalamnya.
Seperti yang aku tuliskan diatas tai, dengan kesemrawutan Jakarta sebagai kota metropolitan
dunia, keberadaan RTH sangat relevan. Bukan saja untuk kota Jakarta itu
sendiri, tetapi lebih kepada kesewatan warga kotanya. RTH sendiri,
mempunyai fungsi yang banyak.
- RTH memberikan peluang sebagai ‘parkir air’, bagi penyerapan air dan menghindari banjir, dan air hujan atau banjir itu langsung terserap ke dalam tanah.
- RTH sangat bisa membangun citra kota Jakarta yang lebih manusiawi, asri, apik dan cantik. Lanscape perkotaan merupakan salah satu fungsi dan fasilitas perkotaan untuk menjadikan kota lebih berwibawa.
- Selain itu, RTH bisa membangun kebutuhan interaksi sosial secara alami tanpa membedakan strata sosial dan sekat2 yang biasanya ada di masyarakat kota.
Ketika aku mulai menulis tentang RTH
Jakarta, aku selalu menuliskan dengan hanya 20% RTH ideal bagi Jakarta.
Ternyata banyak berubah, setelah aku berdiskusi dengan Bu Dewi dari
‘Jakaarta City Planning Gallery’. Bahwa RTH yang ideal bagi Jakarta adalah 30%! Wow! Dan ketika aku bertanya pada beliau, RTH di Jakarta sekarang ini, berapa?
Ternyata jawabannya sesuai dengan referensiku sejak dulu, adalah hanya sekitar 11% saja, dari 30%. Artinya, Jakarta harus SEGERA membebaskan lahan guna dibangunnya RTH2 untuk Jakarta yang lebih baik.
Apakah bisa?
Menuju RTH Jakarta 30%
Jakarta memang sedang menuju ruang
terbuka hijau yang membuat Jakarta lebih manusiawi. Pembebasan lahan di
Jakarta untuk RTH tidak tanggung2. Sampai sekarang pembebasan lahan
untuk RTH seluas 108.11 Ha, membangun RTH seluas 35.80 Ha, penataan
jalur hijau seluas 30.40 Ha dan re-fungsi SPBU menjadi RTH seluas 3.68
Ha. Artinya, Jakarta SERIUS untuk menata RTH dan landscape perkotaannya,
bagi warga kota.
Taman Suropati dan Taman Menteng, salah satu bukti pmda serius untuk mulai membangun RTH demi keseimbangan alam di Jakarta.
Peningkatan RTH di Jakarta, salah
satunya untuk menanggulangi polusi udara. Paru2 kota sebenarnya akan
membuat Jakarta lebih cantik ( wawrna hijau daun segar ) tetapi juga
lebih sehat bagi warga nya. Jika pepohonan sebagai paru2 ( menyerap gas
CO2 ) sedikit, alhasil sebagian besar udara Jakarta akan tercemar oleh
banyak gas2 buangan, yang sangat membahayakan warga kota.
Pernah tidak, kita duduk di bawah pohon di terik siang hari ?
Apa yang terjadi? Kita akan merasa segar, teduh, nyaman dan memang
sesah udara berkurang. Pepohonan di siang hari menyerap gas CO2 dan
memberikan O2 bagi kita, yang berda di drkat2nya. Banyaknya, jika
Jakarta banyak terdapat RTH dengan pepohonan2 yang benar2 terpelihara,
sinar matahari terik pun mungkin tidak terasa, hanya kenyamanan dan
kesegaran saja.
Sebaliknya, pepohonan di malam hari
akan mengeluarkan gas CO2 dan menyerap gas O2, sehingga jika ada tanaman
di dalam ruang harus dikeluarkan pada malam hari, karena kita yang
tidur di rumah akan merasakan sesak nafas karena menghirup gas CO2 dan
berebut O2 dengan tanaman.
Pernah dengar ada yang meninggal
karena tidur di bawah pohon besar pada malam hari? Itulah penyebabnya,
bukan karena ‘penunggu’ pohon itu …..
Kembali lagi dengan ruang terbuka hijau
dan pepohonan. Jakarta sendiri berusaha untuk mempertahankan fungsi
hutan mangrove dengan merehabilitasikannya. Misalnya, dengan menanam
sekitar 1,2 juta tanaman mangrove atau bakau di Hutan Angke Kapuk,
seluas 31.33 Ha dan sepanjang Tol Sedyatmo. Juga dengan hutan
percontohan mangrove seluas sekitar 1.900 m2, juga disepanjang jalan tol
ini, dan 4.500 m2 di Hutan Angke Kapuk. (Sumber : Jakarta Raya)
Sangat terlihat, hutan mangrove bisa
menjadi ‘barier’ dataran Jakarta dengan akar2nya yang besar dan sehat.
Bayangkan, jika hutan ini rusak, akar2nya mati hanya sebagai sapah,
sehingga tidak ada yang menahan dataran Jakarta dari gelombang air laut
atau, dari hulu tidak bisa ke laut karena tertahan ’sampah dan bangkai
hutan mangrove’ …..
Hutan mangrove sendiri, selain untuk
penghijauan dan RTH Jakarta, juga untuk berdayaan rawa bagi kelestarian
dataran Jakarta. Mangrove hidup di rawa2 berair payau. Biasanya terletak
pada garis pantai dan dipengarui oleh pasang surut air laut. Fungsinya
jelas, salah satunya adalah untuk ‘barier’ bibir pantai dari sapuan
gelombang yang bisa mengikis daratan, sehingga air akan melambat dan
mengendapkan lumpur.
Tanaman mangrove itu sendiri merupakan
tamanan yang bersifat khas, setelah melewat proses adaptasi dan evolusi.
Jadi, jika kita semena2 terhadap hutan mangrove, bisa dibayangkan,
bagaimana air laut mengikis daratan Jakarta, atau air dari hulu melambat
sampai ke laut ( karena mangrove rusak ) dan menggenang di lingkungan
sekitarnya.
***
Jakarta memang berusaha untuk
mengembalikan fungsi alamnya. Jakarta sudah tertinggal dari banyak kota
dan negara untuk pengembalian fungsi2 alam bagi kesejahteraan warganya.
Bisa dilihat, kota2 metropolitan dunia seperti New York dengan Taman
Kota Central Park nya yang sangat besar ( lihat tulisanku Central Park New York : Kawasan ‘Hutan Kota’ dan Bagian Dari Paru-Paru Dunia ), atau London juga dengan Central Parknya. Bahkan Singapore dengagn Marina the Garden nya ( lihat tulisanku ‘Garden Bay the Bay’ : Ruang Hujau Baru yang Menakjubkan bagi Singapore ), salah satu yang pernah aku tuliskan.
Tetapi apa yang terjadi?
Kepedulian pemda Jakarta sering tidak
direspon oleh warga Jakarta. Konsep2 ruang terbuka hijau dalam banyak
peraturan2, khususbya bagi RTH pribadi dalam pembangunan rumah2, sering
kali hanya sebagai simbol belaka. Peraturan2 kepemilikan bangunan dalam
IMB ( Ijin Membangun Bangunan ), tidak dipenuhi oleh si pemilik rumah,
dengan berbagai alasan. Ada yang membutuhkan ruangan lagi atau garasi,
sehingga mengorbankan RTH pribadi 10%.
Denah type 21 ini, apakah sesuai
dengan peraturan pemdda? TIDAK! Tidak ada penyerapannya sama sekali,
dari depan sampai belakang. Teras itu dibetondan dibelakang itu pasti
untuk jemuran. Dan juga dibeton. Dan ini ayng terjadi di lapangan. Di
desain yang terbaik secara tata aturan dan arsitektural, tetapi di ubah
oleh pemilik rumah sendiri , yang menghilangkan jatah RTH pribadi 10%
…..
Untuk RTH publik yang seharusnya 20%
ini, terkendala dengan pembebasan lahan, salah satunya. Ataupun seperti
Waduk Pluit, atau waduk2 lainnya serta situ2 Jakarta, pun sebagian besar
masih di diami oleh warga Jakarta, kaum urbanisasi. Ataupun taman2 yang
seharusnya mejjadi taman pun, banyak beralih fungsi menjadi pemuiman
liar. Misalnya, di RTH antara Tebet Barat dan Tebet Timur sebagian sudah
menjadi pemukiman dan bisnis ‘liar’ (?) dan tempat itu tidak dirawat
dengan baik, sehingga mengesankan kumuh dan menjadi ’sarang penjahat’
…..
Seperti semua tentang
Jakarta dalam embangun ‘Jakarta Baru’, ‘meremajakan’ Jakarta itu bukan
melulu dengan memperhatikan FISIK JAKARTA saja. Justru lebih memfokuskan
pemikiran dan MINDSET warga Jakarta. Bahwa, untuk menciptakan Jakarta
yang kembali dalam alamnya yang berwibawa adalah harus bersama, antara
pemda Jakarta dengan wawrga Jakarta. Masing2 harus tidak boleh egois,
untuk menciptakan keseimbangan alam bagi Jakarta, demi pemanasan bumi
yang kian menjadi di seluruh dunia …..
Tentang Saya:
Christie Damayanti. Just a stroke survivor and cancer survivor, architect, 'urban and city planner', traveller, also as Jesus's belonging. Follow me on Twitter
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Responses to “Menuju Jakarta 30% RTH, Mungkinkah?”
Posting Komentar