Kamis, 06 Maret 2014

Menuju Jakarta 30% RTH, Mungkinkah?

Menuju Jakarta 30% RTH [Dari yang Sekarang 11% Saja], Mungkinkah?

By Christie Damayanti
13941007011622748858
arsitekturmagz.com

Sebelumnya :

Jakarta dengan kesemrawutannya, dengan bangunan2nya dan kendaraan2nya, serta pousinya, justru seharusnya mempunyai Ruang Terbuka Hijau ( RTH ) yang banyak. Karena dengan banyaknya RTH, akan menjadikan Jakarta lebih sehat bagi warga kotanya. Perhitungan RTH bagi Jakarta sesuai dengan standard serta kebutuhan kesehatan warga kota, adalah MINIMAL 30% dari luas wilayah kota, terdiri dari RTH publik sekitar 20% dan RTH pribadi sekitar 10%.
Penyedian dan pemanfaatan RTH di kawasan perkotaan Jakarta, menjadi salah satu butir, yang di deklarasikan, daam peringatan Hari Tata Ruang tahun 2010 di Bali, untuk Forum Indonesia. Dimana tentu saja jakarta merupakan bagian di dalamnya.
Seperti yang aku tuliskan diatas tai, dengan kesemrawutan Jakarta sebagai kota metropolitan dunia, keberadaan RTH sangat relevan. Bukan saja untuk kota Jakarta itu sendiri, tetapi lebih kepada kesewatan warga kotanya. RTH sendiri, mempunyai fungsi yang banyak.
  1. RTH memberikan peluang sebagai ‘parkir air’, bagi penyerapan air dan menghindari banjir, dan air hujan atau banjir itu langsung terserap ke dalam tanah.
  2. RTH sangat bisa membangun citra kota Jakarta yang lebih manusiawi, asri, apik dan cantik. Lanscape perkotaan merupakan salah satu fungsi dan fasilitas perkotaan untuk menjadikan kota lebih berwibawa.
  3. Selain itu, RTH bisa membangun kebutuhan interaksi sosial secara alami tanpa membedakan strata sosial dan sekat2 yang biasanya ada di masyarakat kota.

Ketika aku mulai menulis tentang RTH Jakarta, aku selalu menuliskan dengan hanya 20% RTH ideal bagi Jakarta. Ternyata banyak berubah, setelah aku berdiskusi dengan  Bu Dewi dari ‘Jakaarta City Planning Gallery’. Bahwa RTH yang ideal bagi Jakarta adalah 30%! Wow! Dan ketika aku bertanya pada beliau, RTH di Jakarta sekarang ini, berapa?
Ternyata jawabannya sesuai dengan referensiku sejak dulu, adalah hanya sekitar 11% saja, dari 30%. Artinya, Jakarta harus SEGERA membebaskan lahan guna dibangunnya RTH2 untuk Jakarta yang lebih baik.

Apakah bisa?
Menuju RTH Jakarta 30%
Jakarta memang sedang menuju ruang terbuka hijau yang membuat Jakarta lebih manusiawi. Pembebasan lahan di Jakarta untuk RTH tidak tanggung2. Sampai sekarang pembebasan lahan untuk RTH seluas 108.11 Ha, membangun RTH seluas 35.80 Ha, penataan jalur hijau seluas 30.40 Ha dan re-fungsi SPBU menjadi RTH seluas 3.68 Ha. Artinya, Jakarta SERIUS untuk menata RTH dan landscape perkotaannya, bagi warga kota.

13941007501952694809
www.tempo.co

1394100813117322801
assetica188.blogspot.com

Taman Suropati dan Taman Menteng, salah satu bukti pmda serius untuk mulai membangun RTH demi keseimbangan alam di Jakarta.
Peningkatan RTH di Jakarta, salah satunya untuk menanggulangi polusi udara. Paru2 kota sebenarnya akan membuat  Jakarta lebih cantik ( wawrna hijau daun segar ) tetapi juga lebih sehat bagi warga nya. Jika pepohonan sebagai paru2 ( menyerap gas CO2 ) sedikit, alhasil sebagian besar udara Jakarta akan tercemar oleh banyak gas2 buangan, yang sangat membahayakan warga kota.

Pernah tidak, kita duduk di bawah pohon di terik siang hari ? Apa yang terjadi? Kita akan merasa segar, teduh, nyaman dan memang sesah udara berkurang. Pepohonan di siang hari menyerap gas CO2 dan memberikan O2 bagi kita, yang berda di drkat2nya. Banyaknya, jika Jakarta banyak terdapat RTH dengan pepohonan2 yang benar2 terpelihara, sinar matahari terik pun mungkin tidak terasa, hanya kenyamanan dan kesegaran saja.

Sebaliknya, pepohonan di malam hari akan mengeluarkan gas CO2 dan menyerap gas O2, sehingga jika ada tanaman di dalam ruang harus dikeluarkan pada malam hari, karena kita yang tidur di rumah akan merasakan sesak nafas karena menghirup gas CO2 dan berebut O2 dengan tanaman.
Pernah dengar ada yang meninggal karena tidur di bawah pohon besar pada malam hari? Itulah penyebabnya, bukan karena ‘penunggu’ pohon itu …..

Kembali lagi dengan ruang terbuka hijau dan pepohonan. Jakarta sendiri berusaha untuk mempertahankan fungsi hutan mangrove dengan merehabilitasikannya.  Misalnya, dengan menanam sekitar 1,2 juta tanaman mangrove atau bakau di Hutan Angke Kapuk, seluas 31.33 Ha dan sepanjang Tol Sedyatmo. Juga dengan hutan percontohan mangrove seluas sekitar 1.900 m2, juga disepanjang jalan tol ini, dan 4.500 m2 di Hutan Angke Kapuk. (Sumber : Jakarta Raya)

13941008941555079849
id.wikipedia.org

13941009411201151595
www.setkab.go.id

Sangat terlihat, hutan mangrove bisa menjadi ‘barier’ dataran Jakarta dengan akar2nya yang besar dan sehat. Bayangkan, jika hutan ini rusak, akar2nya mati hanya sebagai sapah, sehingga tidak ada yang menahan dataran Jakarta dari gelombang air laut atau, dari hulu tidak bisa ke laut karena tertahan ’sampah dan bangkai hutan mangrove’ …..

Hutan mangrove sendiri, selain untuk penghijauan dan RTH Jakarta, juga untuk berdayaan rawa bagi kelestarian dataran Jakarta. Mangrove hidup di rawa2 berair payau. Biasanya terletak pada garis pantai dan dipengarui oleh pasang surut air laut. Fungsinya jelas, salah satunya adalah untuk ‘barier’ bibir pantai dari sapuan gelombang yang bisa mengikis daratan, sehingga air akan melambat dan mengendapkan lumpur.
Tanaman mangrove itu sendiri merupakan tamanan yang bersifat khas, setelah melewat proses adaptasi dan evolusi. Jadi, jika kita semena2 terhadap hutan mangrove, bisa dibayangkan, bagaimana air laut mengikis daratan Jakarta, atau air dari hulu melambat sampai ke laut ( karena mangrove rusak ) dan menggenang di lingkungan sekitarnya.

***

Jakarta memang berusaha untuk mengembalikan fungsi alamnya. Jakarta sudah tertinggal dari banyak kota dan negara untuk pengembalian fungsi2 alam bagi kesejahteraan warganya. Bisa dilihat, kota2 metropolitan dunia seperti New York dengan Taman Kota Central Park nya yang sangat besar ( lihat tulisanku Central Park New York : Kawasan ‘Hutan Kota’ dan Bagian Dari Paru-Paru Dunia ), atau London juga dengan Central Parknya. Bahkan Singapore dengagn Marina the Garden nya ( lihat tulisanku ‘Garden Bay the Bay’ : Ruang Hujau Baru yang Menakjubkan bagi Singapore ), salah satu yang pernah aku tuliskan.
Tetapi apa yang terjadi?
Kepedulian pemda Jakarta sering tidak direspon oleh warga Jakarta. Konsep2 ruang terbuka hijau dalam banyak peraturan2, khususbya bagi RTH pribadi dalam pembangunan rumah2, sering kali hanya sebagai simbol belaka. Peraturan2 kepemilikan bangunan dalam IMB ( Ijin Membangun Bangunan ), tidak dipenuhi oleh si pemilik rumah, dengan berbagai alasan. Ada yang membutuhkan ruangan lagi atau garasi, sehingga mengorbankan RTH pribadi 10%.

13941010071657896710
gambar-rumah88.blogspot.com

Denah type 21 ini, apakah sesuai dengan peraturan pemdda? TIDAK! Tidak ada penyerapannya sama sekali, dari depan sampai belakang. Teras itu dibetondan dibelakang itu pasti untuk jemuran. Dan juga dibeton. Dan ini ayng terjadi di lapangan. Di desain yang terbaik secara tata aturan dan arsitektural, tetapi di ubah oleh pemilik rumah sendiri , yang menghilangkan jatah RTH pribadi 10% …..
Untuk RTH publik yang seharusnya 20% ini, terkendala dengan pembebasan lahan, salah satunya. Ataupun seperti Waduk Pluit, atau waduk2 lainnya serta situ2 Jakarta, pun sebagian besar masih di diami oleh warga Jakarta, kaum urbanisasi. Ataupun taman2 yang seharusnya mejjadi taman pun, banyak beralih fungsi menjadi pemuiman liar. Misalnya, di RTH antara Tebet Barat dan Tebet Timur sebagian sudah menjadi pemukiman dan bisnis ‘liar’ (?) dan tempat itu tidak dirawat dengan baik, sehingga mengesankan kumuh dan menjadi ’sarang penjahat’  …..

Seperti semua tentang Jakarta dalam embangun ‘Jakarta Baru’, ‘meremajakan’ Jakarta itu bukan melulu dengan memperhatikan FISIK JAKARTA saja. Justru lebih memfokuskan pemikiran dan MINDSET warga Jakarta. Bahwa, untuk menciptakan Jakarta yang kembali dalam alamnya yang berwibawa adalah harus bersama, antara pemda Jakarta dengan wawrga Jakarta. Masing2 harus tidak boleh egois, untuk menciptakan keseimbangan alam bagi Jakarta, demi pemanasan bumi yang kian menjadi di seluruh dunia …..


Tags: ,

0 Responses to “Menuju Jakarta 30% RTH, Mungkinkah?”

Posting Komentar

Subscribe

Berlangganan Artikel Saya

© 2013 Christie Damayanti. All rights reserved.
Designed by SpicyTricks