Jumat, 07 Februari 2014
Slipi dan Grogol: Tempat Kuliah atau Bisnis?
Jumat, 07 Februari 2014 by Christie Damayanti
By Christie Damayanti
Perapatan Tomang dalam tol radi Semanggi ke arah Grogol, pemandangan macet berat, sehari2 disana …..
Slipi dan Grogol. Pertama kali aku
mendengarnya dan kesana, itu sekitar akhir tahun 1970-an, ketika aku
masih duduk di bangku SD. Seingatku, kesan nama itu adalah ‘daerah yang
jauh, berantakan dan ‘tempat jin buang anak’. Hihihi, entah kenapa
pemikiranku seperti itu.
Dulu, sepertinya setelah daerah Semanggi
dari Pancoran, arah Slipi dan Grogol itu adalah ‘daerah luar kota’.
Jalan S.Parman seakan2 sebuah jalan antah berantah, karena jalannya sepi
dan bangunan tinggi belum ada. Apalagi, paling jauh ke Semanggi, lalu
memutar ke arah Patung Senayan atau ke jalan Sudirman. Tidak pernah ke
arah Slipi, apalagi Grogol!
Ketika papa mengajak kami jalan2
keliling kota Jakarta sehabis kebaktian Gereja di sebuah hari Minggu
sekitar tahun 1979 ( aku kelas 3 SD ), mataku bersinar gembira. Karena
dari dulu aku sudah sangat excited tentang tempat2 dan hal2 baru.
Apalagi papa memang ingin mengajak kami ke daerah baru di Jakarta, yaitu
ke penangkaran buaya di Pluit, melalui sepanjang jalan S.Parman.
Tetapi aku belum mau bercerita tentang penangkaran buaya nya, tetapi
pengamatanku ( dulu, seingatku ) dan pengamatanku sekarang ini.
Begitu melewati Semanggi dan masuk ke
perempatan Slipi ( belum ada jembatan layangan ), suasananya memang
seperti di luar kotan aku ingat betul. Jalannya kecil, 2 arah dan
masing2 arah hanya 2 mobil. Bangunan bertingkat belum ada. Adanya rumah2
tinggal dan perumahan2 instansi2 swasta. Ternyata ada beberapa teman
sekolahku disana karena orang tuanya salah satu pegawai instansi swasta.
Jalan S.Parman, seperti yang aku duga
waktu itu, seperti jalan ke luar kota. Walau sudah ada Untar dan
Trisakti, serta kehidupan terminal Grogol, untukku seorang anak kelas 3
SD, tetap merupakan daerah yang tidak menarik untuk dikunjungi. Hanya
sekali saja, aku tidak tertarik lagi, kecuali sebagai jalan menuju
Pluit, bukan untuk diamati.
***
Slipi dan Grogol merupakan ‘daerahku’ ketika aku kuliah tahun 1988
sampai 1992. Hidupku memang di kampus sehari2nya. Tetapi Slipi dan
Grogol menjadi akrab karena banyak teman2 kuliahku tinggal dan kost di
sana. Bahkan daerah ini semakin akrab denganku, ketika aku diterima
kerja pertama kali untuk membangun Hotel Ciputra tahun 1994, setelah
selesai kuliah non-gelar di Australia.
Ditambah lagi, Slipi dan Grogol
terus menjadi ‘teman akrabku’, karena kuliah S2 ku di salah satu
universitas besar disana.Aku mengajar sebagai dosen di 2 universitas
terkenal, juga di sana dan beberapa proyek besarku juga ada disana,
sampai sekarang …..
Ketika SMP dan SMA, aku memang belum
‘tertarik’ untuk menjelajahi Slipi dan Grogol. Tetapi aku tahu untuk
foto copy banyak, disana sangat murah, lebih murah dibanding di Menteng,
karena berdekatan dengan 3 universitas. Tempat foto copy itu di
belakang terminal Grogol, seberang Universitas Trisakti.
Belum ada bangunan tinggi disana,
termasuk belum ada mall. Yang terkenal dari Grogol adalah RS Jiwa
Grogol, yang sampai sekarang aku belum tahu letak persisnya dimana …..
Ingatanku melayang tentang keadaan dan
rencana fisik Slipi dan Grogol. Rencana fisik tersebut sesuai dengan
rencana kota Jakarta. Papa yang pada waktu itu masih menjabat sebagai
Pemda DKI, selalu bercerita konsep2 perkotaan dan pemukiman2 yang ada
disana. Slipi dan Grogol memang merupakan daerah pemukiman dan
pendidikan. Berarti dengan konsep pemukiman dan pendidikan, Slipi dan
Grogol masuk sebagai daerah hunian berkatagori ‘nyaman’. Karena untuk
bermukim dan berkuliah, memang harus tenang dan nyaman.
Tetapi entah mengapa, Slipi dan Grogol
sekarang menjadi daerah bisnis, mall dan perdagangan. 3 mall besar
seakan2 bersaing memperebutkan tamu, di belakanganya berubah wujud
menjadi benar2 bisnis : tempat kost mahasiswa, resto dan warung tersebar
di sisi-sisi dan celah besar dan kecil, mini market bertaburan
dimana-mana serta apartemen2 mewah yang dijadikan tempat kost.
Pemukiman yang seharusnya terus tergusur, dan disana penyerapan terus
menghilang. Sehingga, seperti di area2 lain di Jakarta, banjir terus
melanda karena ketidak-adanya tanah penyerapan. Bahkan trotoar bagi
pedestrian yang sudah sangat kecil (mungkin hanya 50 cm memakai
con-block, di Tanjung Duren), dijadikan lapak berjualan, dan pejalan
kaki harus berjalan di badan jalan kendaraan bermotor ……
Itu di daerah Tanjung Duren berlanjut ke
Greenville sampai menuju Daan Mogot. Hampir serupa yang mengarah ke
Kemanggisan Slipi, walau tidak segencar pemilik modal di Grogol. Di
Slipi lebih tenang, bahkan mall lingkungan hanya 1, Slipi Jaya. Di
belakangnya adalah benar pemukiman yang tenang.
Lain lagi di belakang terminal Grogol,
seberang Trisakti sampai Roxy. Daerah ini lebih kumuh dibanding dengan
Tanjung Duren. Pemukiman nya juga sudah ‘disulap’ menjadi area bisnis.
Tempat kost, restauran dan toko2 alat tulis serta foto copy mndominasi
disana, untuk kebuuhan mahasiswa di 3 universitas besar disana. Dan di
daerah ini benar2 rawan banjir. Hanya dengan hujan beberapa saat saja,
banjirpun melanda dengan sangat kurangnya tanah penyerapan.
Menuju ke daerah seberang Citraland, aku
tidak sering menjamahnya. Karena hanya sebuah area pemukiman yang tidak
merubahnya sebagai area bisnis. Banyak tempat kost mahasiswa berharga
lebih rendah dibanding di belakang langsung 3 universtas di sana.
Fasilitasnya pun tidak seperti di Tanjung Duren, ataupun di jalan
Soesilo atau jalan Mawardi, belakang terminal Grogol.
Slipi dan Grogol mempunyai 3 rumah sakit
besar, Dharmais, Harapan Kita dan Sumber Waras. Rumah sakit besar dan
rujukan banyak rumah sakit- rumah sakit yang lain. Belasan atau puluhan
tower apartemen menunjukan status sosial daerah ini, termasuk belan
hotel besar sampai kecil, dari benar2 hotel bisnis, keluarga sampai yang
tidak jelas, menambah aura daerah ini sebagai daerah dengan strata
sosial tinggi.
Ya, Slipi dan Grogol merupakan salah satu daerah dengan
strata sosial tinggi dengan 3 universitas besar dan terkenal, menambah
tempat ini sebagai daerah calon ‘bintang muda Indonesia’ yang akan
memimpin negara ini ……
***
Duniaku sekarang memang di daerah
Grogol. Pekerjaanku di sana dan sebagai dosenpun aku mengajar disana.
Praktis aku sudah mampu melihat bahwa Slipi dan Grogol merupakan salah
satu area ’cukup nyaman’ untuk bertempat tinggal. Ya, karena sudah
lebih dari 20 tahun aku belajar disini, bekerja dan berkarya …..
3 universitas besar disana semakin
berbenah, yang pastinya akan memberikan tambahan warna bahwa Grogol
benar2 merupakan daerah pendidikan. Dengan berbenahnya mereka, pastinya
juga banyak pebisnis baru untuk mendukung fasilitas2 disana. Seperti
rumah2 kost baru, resto2 baru, bahkan apartemen2 baru.
Dan semakin lama,
kawasan Slipi dan Grogol ini terus maju, dan bertambah lama semuanya
aan semakin mahal sehingga disana semakin tinggi biaya hidupnya. Tidak
heran dan sangat wajar. Tetapi seperti yang aku tahu bahwa Jakarta
memang semakin lama akan semakin ‘mentereng’, tetapi tidak dibarengi
dengan kehidupan yang lebih baik.
Yang jelas, dengan terus berkembang
seperti ini, otomatis semuanya juga berkembang termasuk kendaraan
bermotor,sehingga semakin macet. Dan tidak tampak penambahan panjang
jalan dalam kurun waktu beberapa tahun belakangan ……
Maksudnya?
Ya. Bukan tentang materi.
Karena dengan cerita Slipi dan Grogol saja akan jelas bahwa materi (atau
harta) di Jakarta itu terus meningkat tajam. Tetapi lebih meningkatkan
kualitas hidup. Karena sebagai ‘urban planner’, aku tidak
akan berhenti untuk menyemangati masyarakat untuk memberi ruang bagi
Jakarta supaya lebih baik.
Bagaimana caranya?
Paling tidak, selalu melakukan yang terbaik, sesuai dengan peraturan2 tentang perkotaan.
Seperti misalnya, jangan menambah bangunan tanpa aturan. Selalu memberi
ruang untuk penyerapan atau jangan mengubah ijin rumah tinggal menjadi
restoran atau untuk berbisnis …
…
Tentang Saya:
Christie Damayanti. Just a stroke survivor and cancer survivor, architect, 'urban and city planner', traveller, also as Jesus's belonging. Follow me on Twitter
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Responses to “Slipi dan Grogol: Tempat Kuliah atau Bisnis?”
Posting Komentar