Rabu, 19 Februari 2014

‘Generasi yang Hilang?’ Apa Itu?



By Christie Damayanti


1392791348655380754
www.tmgglobalist.org

Jakarta memang sudah harus berubah. Bukan berubah hanya secara fisik nya, tetapi justru ita harus berubah secara mental, sebagai warga Jakarta. Jika aku menulis di Kompasiana, sepertinya sahabat2 Kompasianer sangat mendukung dengan apa yang aku tuliskan. Tetapi yang aku lihat denan mataku sendiri, sebagian besar warga Jakarta, sama sekalitidak peduli dengan apa yang harus dilakukannya! Mereka denan seenaknya saja, melakukan apa yang mereka ingin lakukan.

Sebagai arsitek, aku memang hanya menyoroti tentang fisik Jakarta dan keselarasannya dengan mental  warga. Tidak terlalu ‘tahan’, ketika tiap hari aku melewati jalan layang baru Casablanca menutu kantorku, tetapi selalu ada ‘komplain’ berhubungan dengan banyak hal.

Tentang jalan rusak, sebenarnya sudah terus ada yang komplain. Bahkan aku mengeluhkan sejak jalan ini diresmikan awal tahun ini. Dan ketika banjir melanda Jakarta beberapa waktu lalu, tidak hanya jalan2 Jakarta diatas tanah saja yang rusah seperti di hutan, tetapi juga jalan layang Casablanca, semakin rusak, entah karena apa …..

Seperti tadi pagi ( sayang aku terlalu lama buka BB ku untuk memotretnya, karena tangan kiriku agak memar dan tangan kananku lumpuh ). Sebuah truk besar megangkut material, dengan seenaknya masuk kota, dan masuk ke jalan layang Casablanca dari depan TPU Menteng Pulo.

Untung ada satuan unit polisi disana, yang tiap hari bertugas ‘menghalau’ pengendara sepeda motor uang ingin kesana. Dan petugas polisi itu pun menghentikan truak besar yang mengangkut material itu. Aku hanya berdecak kecewa, dibelakang truk besar itu. Si polisi menghentikan dan meminta si pengemudi truk untuk mundur dan meewati jalan normal. Pun sebenarnya, truk besar pengangkut material seharusnya tidak boleh masuk ke dalam kota pagi jam sibuk sampai setelah jam 6 sore.

“Begitukah mental warga Jakarta?”, pikirku tiap saat.

Jika si pengemudi truk ditanya, apakah dia tahu tentang aturan bahwa truk besar dilarang melewati jalan layang Casablnca, pasti jawabannya TIDAK TAHU atau BELUM TAHU! Jika ditanya kemudian tentang ‘waktu’ bagi truk besar pengangkut material, pasti jawabannya sama, TIDAK TAHU atau BELUM TAHU.

Lalu, bagaimana dengan pengemudi motor jika ditanya dengan pertanyaan yang sama? Mungkin jawabannya beragam. Ada yang menjawab BELUM TAHU atau TIDAK TAHU, atau juga menjawab JALANAN BIASA MACET, KAMI HARUS SAMPAI DI KANTOR CEPAT, JADI KAMI LEWAT JALAN INI ……

Tahu kan tentang peraturan? Apakah di Indonesia, khususnya Jakarta, peraturan di buat untuk dilanggar? Begitukah, mental kita?

Ada apa dengan warga Jakarta? Ada apa dengan pemikirannya? Sebuah pemikiran yang ( maaf ) ‘cupet’, egois dan seperti tidak berpendidikan!

***

Bicara tentang masyarakat kita Indonesia, aku sering berkata di banyak tulisan2ku tentang ‘generasi yang hilang’. Ya, indonesia kehilangan 1 atau 2 generasi dimana jika tidak diperbaiki, semakin banyak generasi2 Indonesia yang hilang dan tidak akan terselamatkan!

Contoh yang jelas dan berada di kehidupanku tentang ‘generasi yang hilang’ :

Tahun 1982, aku dan adik2ku serta orang tuaku keliling Asia. Yang aku benar2 ‘menusuk’ hatiku adalah ketika kita tinggal beberapa hari di Bangkok, Thailand. Thailand adalah salah satu negara Asia, sama dengan Indonesia, Singapore, Malaysia, Brunei, Laos, dan sebagainya. Konsep hidupnya hampir sama, kemerdekaannya pun hampir sama. Ya, negara2 Asia mempunyai tahun kemerdekaan yang hampir sama, tidak ada yang berbedaa sampai ratusan tahun.

Walau Thailand merupakan satu2nya negara Asia Tenggara yang tidak pernah dijajah oleh negara2 Eropa, tahun 1932 Thailand melakukan revolusi yang menyebabkan dimulainya monarki konstitusional. Keadaan Thailand dengan ragam budaya serta negaranya relatif hampir sama dengan Indonesia dan negara2 Asia lainnya.

Bangkok di tahun 1982 yang aku lihat sendiri, ternyata tidak seindah Jakarta, waktu itu. Suasanya sangat semrawut. Di jalan2 protokol, becak thailand dan sepeda motor serta semua kendaraan2 tradisional, berjubel di jalan2 protokol, sementara di Jakarta yang waktu itu memang masih mengijinkan becak di beberapa jalan protokol, pun tidak se-semrawut di Bangkok! Aku ingat betul!

Di Bangkok waktu itu, ada keluarga tanteku dengan 3 putrinya bermukim karena oom ku sedang menempuh pendidikannya. Sehingga semakin aku tahu bahwa disana hidup tidak sebaik di Jakarta.

Ok, tante dan oom ku adalah generasi pertama. Atau aku waktu itu adakah generasi pertama, tahun 1982. Bangkok seperti apa, Jakarta sudah lebih baik dibanding Bangkok ( aku selalu berbicara secara fisik kota, ya ).

Tahun 2000 aku melancong lagi ke Bangkok, dan apa yang aku lihat? Bangkok begitu banyak berubah! Tidak terlihat lagi Bangkok yang dulu semrawut.  Semuanya teratur dan Bangkok berubah menjadi kota yang cantik dan anggun, seperti Singapore.

Tahun ini, anak2ku sudah terlahir ke dunia, dan sudah aku ajak kesana. Sehingga, aku mengatakan bahwa sudah ada generasi ke-2, yang melihat Bangkok menjadi cantik, dan aku sudah menjadi generasi ke-2 yang melihat Bangkok berubah. Dan juga generasi ke-3 dari oom dan tanteku, yag melihat Bangkok berubah, dan Jakarta pun berubah, walau sangat tertinggal …..

Tahun 2006, Bangkok terus berkembang. Ketika aku melihat dengan lebih detail, begaimana Bangkok ‘mengalahkan’ Jakarta, dengan dioperasikannya MRT tahun 2004 benar2 mengalahkan Jakarta! Belum lagi kepedulian warga Bangkok tentang lingkungnya, aku hanya bisa menelan ludah, membayangkan Jakarta akan bisa sseperti itu, kapan?????

Jika kita melihat kembali, sejak tahn 1982 ke bawah ( generasi oom dan tanteku serta generasiku, berarti ada 2 generasi ), lalu generasi anak2ku ( berarti ada 3 generasi ), apakah yang bisa dikatakan sebagai kesimpulan?

Bahwa sudah ada 3 generasi setelah kemerdekaan dan 2 generasi setelah kedua kota itu ‘terlihat’. Bahwa tahun 1982 terlihat perbedaan Jakarta - Bangkok seperti apa. Lalu tahun 2000, bagaimana perbedaan Jakarta - Bangkok dan bagaimana Bangkok sudah ‘mengalahkan’ Jakarta. Apalagi tahun 2006, ketika Bangkok sudah mengoperasikan MRT, semakin tertinggallah Jakarta …..

Jika kita tertinggal dengan negara2 yang sudah ratusan tahun merdeka, ‘ga usah ngomong, deh!’. Artinya, justru mereka harus menjadi fokus, bahwa Indonesia atau Jakarta harus seperti itu, dan disesuaikan dengan hidup dan budaya Indonesia!

Ini hanya sekedar riset sederhana, dan aku sudah mewartakan di banyak artikel2ku, tentang ‘generasi yang hilang’. Jakarta memang ‘maju’ secara kasat mata. Apalagi pembangunan gedung2 dan fisik kota yang terlihat sangat ‘wah’ dan ‘mewah’.  

Tetapi pembangunan fisik Jakarta, tidak dibarengi dengan pembangunan fisik yang TER-INTEGASI dengan mental warga Jakarta.

Gedung2, jalanan atau apapun secara fisik Jakarta, ternyata tidak di desain dengan mental yang peduli dengan lingkungan serta sosial masyarakat kita. Sehingga ketika gedung2 di jakarta, reklamasi Jakarta yang katanya untuk ‘melebarkan’ Jakarta, atau bentuk2 fisik lain tentang Jakarta, menjadi tidak terkoordinasi dengan yang seharusnya!

Misalnya,

Apakah hanya dengan membangun perkantoran yang megah, tetapi tidak di desain yang melihat banyak aspek, sudah dikatakan kota itu sudah ‘modern?’ Belum tentu! Karena untuk mendesain perkantoran mewah, bukan hanya dengan barang2 mewah dan puluhan lantai, tetapi harus di integrasikan dengan kebutuhan  dan fasilitas disabilitas, tempat parkir sesuai dengan oerhitungan, KDB / KLB yang sesuai, atau juga sesuai dengan aturan2 pokok pemerintah! Bukan hanya sekedar membangun gedung puluhan lantai mewah, tetapi parkirnya kurang, tidak ada fasilitas disabilitas, atau KDB / KLB nya berlebih ……

Kemudian, ‘generasi yang hilang’ itu bukan secara fisik. Benar, banyak warga Jakarta yang berpendidikan, S1, S2 bahkan S3. Mereka benar2 pintar.  

Tetapi ‘generasi yang hilang’ itu bukan dilihat dari berpendidikan atau kehidupan materinya, tetapi AKHLAK dan KEPEDULIAN dengan lingkungan serta sosial masyarakatnya.

Jika warga yang berpendidikan ini sangat egois dan seenaknya saja ( misalnya, melanggar peraturan, berlaku sesuai dengan keinginan sendiri ), mereka akan membangun fisik Jakarta sesuai dengan ke-egoisannya saja. 

Artinya, Jakarta akan terus penuh dengan fisik ke-egoisan warga Jakarta saja. Dan itu berarti ada yang ‘hilang’ …..

So? Apakah Indonesia, khususnya Jakarta, akan terus ‘kehilangan generasi?’ Sampai kapan? Tidakkah kita memulainya dengan mendidik anak2 kita untuk hidup dengan baik dan akhlak sesuai dengan Rencana Tuhan?

Ya, mulailah kita mendidik anak2 kita, sehingga di generasi2 berikutnya, Jakarta atau Indonesia tidak akan ‘kehilangan’ lagi …..

Tags: ,

0 Responses to “‘Generasi yang Hilang?’ Apa Itu?”

Posting Komentar

Subscribe

Berlangganan Artikel Saya

© 2013 Christie Damayanti. All rights reserved.
Designed by SpicyTricks