Kamis, 17 Januari 2013

Ketika Aku Sakit, di Tengah Banjir Melanda



By Christie Damayanti

13583955051073334555
aoao2.deviantrat.com

‘Wekker alami’ ku berbunyi di otakku. Jam 4 pagi. Gelap! Kupikir aku bermimpi. Dingin dan gelap! Aku membalikkan tubuhku, aku pegang tangan anakku, yang tidur di samping kiriku. Mataku, ku kucek2 … tenggorokkanku gatal, aku batuk2, dan ada riak di batukku, berat dan lama, grok … grok …..

Leherku benar2 gatal, aku terus batuk sampai perutku sakit, dan aku mengangkat kedua kakiku supaya perutku terganjal ….. Dan ternyata hidungku mampet! Benar2 mampet! Aku bernafas dengan mulutku ….. 

GOD! Ada apa ini? Aku berusaha duduk di tempat tidurku. Seperti biasanya, jika fisikku yang down karena sakit, aku tidak bisa beraktifitas. Aku pasrah ketika aku tidak bisa duduk sendiri, dan ketika aku benar2 tidak bisa bernafas …..

Kasihan jika aku membangunkan anakku, Michelle. Aku menenangkan diriku, berusaha untuk bernafas. Satu - satu, lewat mulutku. Karena jika aku panik, aku pasti lebih tidak bisa bernafas ….. Tenggorokkanku semakin gatal, dan aku semakin batuk2 dan nafasku tersengal-sengal ….. Aku pasrah, apa yang terjadi padaku? Dan dengan kepasrahanku, bergumul dengan nafasku, aku teridur lagi dan tanganku serasa dipegang oleh Tangan Tuhan …..

***
Jam 5 pagi, aku terbangun lagi, hanya beberapa menit sejak aku tertidur lagi. Saat itu aku baru sadar bahwa listrik di rumahku padam. Biasanya aku langsung menyalakan TV dan langsung terpampang beberapa berita.

Tapi pagi ini aku tidak bisa melihat TV. Hujan masih rintik2, dari malam tadi. Tidak lebat tetapi terus rintik2. Tenggorokkanku masih gatal dan sejak terbangun aku terus batuk2. Dan lelehan air mataku terus merebak karena menahan gatal dan pilek dari hidungku. Terus …. terus ….. dan terus ….. GOD!

Jam 5.30 aku membangunkan anakku untuk mandi dan bersekolah. Dia cepat2 bangun dan bersiap. Aku masih terus batuk, sepertinya ada lendir dari tenggorokkanku, yang tidak bisa aku keluarkan …..

Jam 6.30 Michelle masuk ke kamar lagi, mengatakan sekolahnya banjir. Wah … Sekolah itu memang langganan banjir, sebuah sekolah Katolik di Jatinegara Barat yang selalu untuk tempat penampungan bagi orang2 di sekitarnya. Jadi berarti Sungai Ciliwung sudah memuntahkan airnya. Dan kemungkinan besar, walau rumahku tidak kebanjiran ( karena rumahku ada di salah satu ujung teratas ), kami tidak bisa keluar kompleks karena semua jalan masuk - keluar terhalang banjir.

Batukku semakin menjadi. Aku minta tolong Michelle untuk menarikku duduk di ranjangku. Dan aku berusaha untuk bediri,
 
“Tidak bisa dibiarkan! Semakin malas aku beranjak dari tempat tidur, semakin menjadi sakitku”, pikirku.

Aku harus bangun, mandi, makan dan berakifitas!

Begitu aku keluar kamar, aku dikejutkan bbm dari sepupuku yang rumahnya ada beberapa blok dari rumahku. Gang terdekat dari rumahnya sudah menenggelamkan banyak rumah2 yang memang berada. Di dataran rendah. Wah ….. 

Aku bergegas mengambil bb ku serta kamera Lumix ku, dan belum sempat mandi, walau batukku tetap grok grok ….. Aku minta Michelle menemaniku dan meminta supir mengantarku untuk ‘mencari berita’ dan memotret banjir di seputarku. Masing2 pintu masuk aku datangi dan aku memotret air yang menghadang jalanku. Bahkan di pintu utama, sudah ada petugas berperahu karet membawa beberapa orang ngungsi ke kompleksku. Kasihan mereka. Dari Kampung Melayu dan Bukit Duri, yang selalu terkena musibah banjir …..

Aku kembali lagi ke rumah, mandi dan beberes. Listrik masih padam. Aku tetap kedinginan, dengan tubuh hangat dan tetap terus batuk2. Seharusnya, aku ke rumah sakit untuk minta obat. Karena sebagai insan pasca stroke, aku tidak boleh minum obat sembarangan. Walau hanya obat ringan saja, karena sekali lagi,  stroke adalah penyakir otak. Dan apapun obat yang aku minum, akan berakibat ’sesuatu’ pada otakku.

Seharian aku gelisah. Duduk, mampet. Tiduran, apalagi, sampai tidak bisa bernafas. Berdiri dan berjalan2, gelap dan jika aku down sakit seperti ini, kepalaku terus bergoyang. Jadi, aku sempat tidak tahu, harus bagaimana. Sampai aku ketiduran karena pasrah dengan keadaan fisikku. Aku sungguh tidak tahu lagi, apa yang bisa aku perbuat, mana listrik padam sampai sekarang ……

Tubuhku tetap panas, bersin terus menerus serta batuk2 grok grok terus. Mataku terus mengeluarkan air sampai sembab, dan aku tetap bernafas dengan mulut. Bolak balik aku minta susu panas atau air jahe panas, atau mie instan panas di jam2 makan siang dan malam. Tidak ada tukang sayur, tidak ada yang bisa dimasak karena walau rumahku di dataran tinggi di kompleksku, tetapi kami tidak bisa keluar karena semua pintu keluar dihadang banjir …..

Sungguh, hari inipun fisikku tidak berubah. Dan hujan masih deras dari semalam. Walau listrik di rumahku sudah nyala kembali, aku tetap tidak tahu apa yang aku bisa lakukan. Tetapi aku tidak boleh diam saja. Dengan listrik sudah menyala, semua gadgetku bisa di charge, aku mulai menulis …..

***

Ini sekedar curhatku, 2 hari sakit dengan listrik padam serta hujan terus menerus dan banjir menghadang di semua pintu masuk kompleksku. Sekarang, dengan obat dari dokterku, aku sudah merasa lebih baik, walau masih terus batuk2 serta pileg berkepanjangan, walau tubuhku tidak lagi hangat …..

Salamku, semoga semuanya baik2 saja …..

Tags:

0 Responses to “Ketika Aku Sakit, di Tengah Banjir Melanda”

Posting Komentar

Subscribe

Berlangganan Artikel Saya

© 2013 Christie Damayanti. All rights reserved.
Designed by SpicyTricks