Rabu, 05 Januari 2011
Manajemen Fisik Kota Jakarta (3)
Rabu, 05 Januari 2011 by Christie Damayanti
By Christie Damayanti
Seperti yg ada di Bagian : 1,
pada umumnya kota2 di Indonesia tumbuh dan berkembang dari kumpulan
mesyarakat yg mula2 membentuk desa dan lama2 berkembang menjadi sebuah
kota. Jadi bukan merupakan kota yg di desain sejak awal seperti
Washington ataupun Canberra.
Washington dan Canberra adalah salah satu kota yg ‘di desain’ khusus, sehingga semua serba teratur.
Perkembangan kota
tersebut berjalan dengan sendirinya tanpa aturan2 yg membatasi, sehingga
tumbuh menjadi tidak terkoordinir. Selain pada saat itu mmg belum ada
suatu system manajemen yg mengaturnya., tetapi juga Indonesia masih
merupakan Negara jajahan bangsa barat yg tidak terlalu peduli akan nasib
Negara jajahannya di masa yg akan datang.
Setelah kemerdekaan, mmg
Jakarta masih membenahi diri, tidak memikirkan tentang desain kotanya.
Keadaan spr ini terus bertahan hingga awal tahun 1970-an, dimana kita
mulai membutuhkan suatu lingkungan hidup yg lebih memadai.
Keinginan utk membenahi wajah kota Jakarta mulai terrealisasi pada thuan 1972. Konsep utamanya adalah mengatur pertumbuhan kota fisik ( meliputi pembangunan infra-struktur, perumahan dan gedung2 bertingkat )
agar tidak ada bentrok / atau paling sedikit mengurangi pertentangan
antara masyarakat yg masing2 menginginkan keuntungan maksimum untuk
dirinya sendiri.
Untuk itu Pemda
membutuhkan suatu wadah manajemen yg khusus menangani pertumbuhan fisik
kota dimana wadah tersebut bertugas untuk mengarahkan pembangunan demi mencapai kesejahteraan warganya.
UU No.11 tahin 1990
menetapkan bahwa Jakarta sebagai ibu kota Negara dan Jawa Barat sebagai
penyangga ibukota. Untuk itu, seharusnyalah Pemda memberikan dana yg
cukup untuk pembentukkan Jakarta. Sekarang ini, mmg ternyata belum ada
badan khusus yg mengurus segala permasalahan kota Jakarta, sehingga
masalah2 yg timbul tdk dpt tertangani dgn baik, termasuk malasalah
pembangunan fisik kota.
Selain itu masalah2 umum
kota besar seperti macet, polusi, drainage yg tdk baik juga dpt
mengakibatkan problem serius yg bila tidak segera dipikirkan jalan
keluarnya, akan datap menghambat lajunya pertumbuhan kota.
Macet parah!
Coba
lihat : berapa banyak jalan2 di Jakarta yg di bangun sementara mobil2
baru terus berdatangan? Saya kira jalan2 baru hanya mencapai 5%
dibandinkan pertumbuhan kendaraan. Lalu, bagaimana ttg selalu
‘diperbaikinya’ sluran bawah tanah, sementara perbaikan itu tidak
komprehensih ( misalnya : perbaikan saluran gorong2, sementara saluran
kabel2 belum dipikirkan, shg hasilnya ‘gali-tutup-gali lagi-tutup lagi
)?.Banyak yg harus dipikirkan bagi Pemda …..
Galian jalan yg selalu ‘menghantui’ warga kota, krn menjadi macet. Dan pekerjaannya lama !
Bila memang di Jakarta tidak ada lagi tempat untuk membuat jalan, tidak ada salahnya membuat jalan layang !
Masalah lain adalah laju
pertumbuhan penduduk. Fisik Jakarta ternyata tidak mampu membendung lagu
pertumbuhan penduduk, sehingga Jakarta menjadi kota yg rawan kejahatan.
Akhirnya, pembangunan fisik Jakarta mempunyai konsep menyebar ke daerah
sekitar Jakarta ( Jabotabek ). Banyak fasilitas yg dibangun di daerah
subsurb, yg diharapkan suburd2 ini dapat menekan arus penduduk yg mau ke
Jakarta.
Pererencanaan suburb juga
harus ditinjau dan dianalisa sesuai dgn kebutuhan masyarakat, sehingga
merasai tertarik untuk tinggal dan memenuhi kebutuhannya hanya di surburb, seperti misalnya yg sudah dipelopori oleh Lippo Grup dgn konsep Lippo Village di Karawaci.
Mix used, semua ada : tempat tinggal, sekolah, pasar, rumah sakit, universitas, industry,mall, taman, dll.
Jakarta telh mempunyai
konsep dan rencana mengenai pertumbuhan kota disebut Rencana Umum Tata
Ruang ( RUTR ) tahun 2005, 2010 dan yg terakhir tahun2030 ( belum di
sahkan oleh Pemda ). Beberapa ketetapan adalah :
- Pengembangan pertumbuhan utama kota adalah ke Barat ( sentra Barat : Kembangan ) dan ke Timur ( sentra Timur : Pulo Gebang ).
- Menunda dan mengawasi secara ketat perkembagan kita khususnya di wilayah pengembangan Timur Laut dan Barat Laut.
- Membatasi
dan mengawasi secara ketat perkembangan kota khususnya di wilayah
pengembangan Selatan ( untuk ‘mengikat air’, harus banyak pepohonan ).
Lihatlah,
jalan tol tidak dibuat ke arah selatan Jakarta, krn diharapkan warga
‘tidak mau’ tinggal di selatan Jakarta. tetapi kenyataannya, tidak
demikian.
Tapi
kenyataannya RUTR banyak dilanggar oleh sekelompok masyarakat / oknum
yg menginkan keuntungan sebesar2nya bagi diri sendiri. Hal ini pasti
mengakibatkan terganggunya keseimbangan alam, seperti misalnya, daerah selatan Jakarta yg dibatasi perkembangannya dgn tujuan sebagai daerah peresapan air, ternyata
banyak bermunculan bangunan2 liar tanpa ijin / ataupun dengan ‘ijin’
dibwah tangan. ( Bangunan2 liar, bukan hanya daerah sulm, tapi juga
bangunan2 bagus dan kokoh tapi tdk ada ijin ).
Akibat yg timbul, bahwa
daerah resapan air akan berkurang, sehingga mengakibatkan banjir.
Keberadaan air laut yg sekarang sudah mencapai Monas antara lain
disebabkan karena masyarakat kurang / tidak mengindahkan peraturan2 ttg
pembangunan yg ada.
Tetapi selain itu ternyata Jakarta juga membutuhkan analisa mengenai :
- Bagaimana kebutuhan lahan untuk perkantoran, apartemen, sekolah, perumahan serta bangunan2 lain dimasa datang?
- Bagaimana kebutuhan jalan yg dapat menampung seluruh kebutuhan kendaraan yg dimiliki seluruh warga dimasa datang?
Jalan Sudirman, Jakarta.
Kebutuhan2 inilah yg
belum tercantum dalam konsep RUTR. Semua masalah ini sebenarnya dapat
ditanggulangi dgn adanya system manajemen yg tepat untuk mengaturnya,
tetapi juga harus ditunjang dengan keuangan yg kuat, baik untuk
merencanakan sesuatu maupun untuk memperbaiki yg sudah terlanjur ada.
Penerimaan retribusi dari DP2B Jakarta, sebenarnya mempunyai peranan yg
cukup besar dalam upaya menghimpun Pendapan Asli Daerah (
PAD ) di Jakarta. Tetapi kenyataannya pendapatan ini kurang bisa
diandalkan karena banyak terjadi penyelewengan oknum2 tertentu. Untuk
itu, mengembangan system manajemen terpadu, diharapkan mampu memperbaiki
dan meningkatkan pendapatan daerah dalam upaya perbaikan mutu fisik
kota Jakarta.
Selain itu, Pembangunan
Nasional yaitu kesejahteraan bagi seluruh masyarakat, juga harus mampu
menciptakam iklim untuk mendorong pengusaha2 berpartisipasi di dalamnya.
Kesejahteraan masyarakat tidak dicapai begitu saja, tetapi harus
melalui perjuangan yg panjang dimana semuanya harus diatur dalam suatu
wadah manajemen yg baik, khususnya bagi pembangunan fisik kota. Juga
pada era globalisasi ini memerlukan sarana yg menunjang demi
mengantisipasi segala permasalahan yg akan timbul dan Jakarta sebagai
ibukota Negara diharapkan dapat menjadi kota yg bersih, nyaman, ibdah
dan teratur, antara lain untuk menarik modal asik masuk ke Indonesia.
Wujud dari kehidupan kota
Jakarta yg siap memasuki era globalisasi adalah antara lain bentuk
fisik kota yg semakin berkembang, terutama pembangunan gedung2
perkantoran, pariwisata, ibdustri, apartemen, perumahan, dll.
Pembangunan gedung2
bertingkat ini harus diatur perkembangannya dan penyebarannya agar
pertumbuhan kota Jakarta tetap dapat mengacu pada RUTR yg telah
digariskan. Sebagai informasi, dapat diketauhi bahwa kegiatan
pembangunan di Jakarta jumlahnya lebih kurang ada 16.000 proyek besar /
kecil setiap tahunnya dan tersebar di berbagai pelosok kota.
Tags:
Jakarta
Tentang Saya:
Christie Damayanti. Just a stroke survivor and cancer survivor, architect, 'urban and city planner', traveller, also as Jesus's belonging. Follow me on Twitter
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Responses to “Manajemen Fisik Kota Jakarta (3)”
Posting Komentar