Selasa, 17 Desember 2013
Dampak Hari Kedua ‘Uji Coba’ Buka-tutup Pintu Keluar Masuk Tol Jakarta
Selasa, 17 Desember 2013 by Christie Damayanti
By Christie Damayanti
Sebelumnya:
Ini hari kedua uji coba buka-tutup pintu tol Jakarta keluar-masuk. Hari ini aku mencoba lewat jalan biasa, bukan di sisi tol tetapi lewat Matraman, Lapangan Banteng, Harmoni sampai Tomang langsung ke Grogol.
Apakah dampak uji coba itu meluas dan merembet ke mana-mana?
Kemarin aku tuliskan di artikelku, bahwa
dari arah tol yang tidak bisa keluar di pintu tol perempatan Kuningan,
kemungkinan besar mereka keluar di pintu tol depan Gedung MPR-DPR, dan
memutar atau lewat jalan tikus (lewat Tanah Abang atau lewat
Penjernihan) untuk berbalik arah. Dan kemungkinan besar, jalan-jalan di
sekitar itu akan padat merayap. Nah, aku ingin sedikit memantau sambil
aku berangkat menuju kantorku di bilangan Grogol.
Dari kompleksku, aku menuju Kampung
Melayu untuk ke Matraman. Sedikit padat di Bukit Duri, tidak seperti
biasanya. Tetapi di Matraman sampai Senen, cukup lancar. Tetapi dari
Senen ke Lapangan Banteng, lalu lintas padat.
Menuju Harmoni, lalu lintas cukup padat,
memang masih dalam taraf wajar, sama seperti biasanya. Tidak masalah.
Tetapi lewat Harmoni sampai ke Tomang, lalu lintas padat merayap.
Menurutku tidak seperti biasanya. Kalau aku terapi di Rumah Sakit
Cikini, ini adalah jalan menuju ke kantorku.
Biasanya, Tomang akan macet
setelah lampu lalu lintas perempatan Jalan Biak, kendaraan merayap
sampai perempatan Tomang - Mal Taman Anggrek. Tetapi begitu masuk Jalan
Tomang Raya selepas Harmoni, kendaraan sudah sedemikian padat.
Pengamatanku bermula ketika mobil
kami berhenti di lampu merah Harmoni dari Jalan Veteran. Aku melihat ke
kiri dari Jalan Majapahit menuju perempatan Harmoni, tidak seperti
biasanya, kendaraan sangat padat bahkan tidak beraturan. Bus-bus saling
silang, sepertinya sebagian besar dari mereka, berasal dari Tanah Abang,
bukan dari Medan Merdeka.
Ketika lampu berubah hijau, mereka
banyak yang ke arah Jalan Tomang dan Jalan Juanda. Sehingga Jalan Tomang
Raya dan Jalan Juanda menjadi padat. Hanya sedikit yang ke arah Jalan
Gajah Mada.
Kemungkinan besar, seperti artikelku
di link diatas, bahwa kemungkinan besar kendaraan yang ada di tol dan
tidak bisa keluar pintu tol perempatan Kuningan (padahal mereka mungkin
berkantor di seputar Kuningan), mereka akan tembus di jalan-jalan tikus
Tanah Abang.
Karena belum pukul 10.00 pagi, sehingga
kita harus memutar dulu ke Jalan Kesehatan. Dan lalu linta di sana
sangat-sangat padat! Benar-benar tidak seperti biasanya. Sebagian besar
juga ternyata kendaraan-kendaraan dari arah Jalan Tanah Abang II atau
Jalan Kesehatan Raya.
Hm… berarti, perkiraanku cukup tepat.
Bahwa uji coba ini akan berdampak
dengan banyak hal di Jakarta. Artinya, sebuah solusi sebaiknya tidak
menjadi masalah bagi yang lain. Jalan-jalan tikus di Tanah Abang akan
mengalami ‘crowded’ yang lebih buruk daripada yang biasanya. Mungkin
besok, aku akan melewati jalan yang lain. Dari rumahku ke Grogol, lewat
Casablanca, Tanah Abang, Cideng sampai Tomang menuju Grogol. Dan aku
ingin mengamati keadaan Tanah Abang, yang aku perkirakan sebagai titik
simpul permasalahan, bagi kendaraan-kendaraan yang harus keluar tol
menuju Tanah Abang.
Dan aku sampai di kantorku sekitar 1,5
jam lebih dari Tebet. Menurutku, ‘not bad’, dibandingkan kemarin ke
kantorku selama dua jam lebih lewat tol Jakarta.
***
Pengamatan ini memang bersifat pribadi,
sangat pribadi. Aku hanya ingin tahu, seberapa besar dampak yang
ditimbulkan dengan uji coba ini. Pasalnya, kegiatanku adalah sepanjang
Tebet dan Grogol, di mana aku lebih sering masuk jalan tol. Sehingga
dampak-dampak uji coba akan bisa membuat aku cukup terganggu, dengan
kemacetan yang semakin parah.
Pengamatan ini pun hanya sekedarnya
saja, dan baru dua hari saja. Artinya, hasil pengamatanku ini belum bisa
dikatakan bahwa uji coba ini ‘gagal’. Untukku sendiri, aku tidak peduli
dengan apa yang dilakukan pemerintah sepanjang semuanya untuk yang
lebih baik.
Begitu juga tentang uji coba buka-tutup
pintu masuk dan keluar jalan tol Jakarta. Sepanjang akan memberi dampak
lebih baik bagi solusi kemacetan Jakarta, semuanya akan didukung. Pasti
juga bagi semua warga Jakarta, bukan?
Tetapi semuanya itu memang harus
dipikirkan masak-masak. Hanya mendengar tentang uji coba ini saja,
otakku sudah berputar dan memikirkan logika-logika yang akan terjadi! Semuanya bisa dipikirkan secara logika, bahwa:
1. Kendaraan yang keluar dari
rumah masing-masing SAMA banyaknya, dan SAMA tujuannya (untuk bekerja)!
Sehingga, buka-tutup pintu tol akan menghambat kendaraan tersebut.
2. Waktu keluarnya pun SAMA, serta
waktu kerjanya juga SAMA! Sehingga, mereka akan mencari jalanan
masing-masing menuju ke kantor mereka.
Ibarat air, mereka akan mencari tempat
untuk mengalir. Jika sampai di sebuah titik dan titik itu adalah simpul
awal permasalahan, air itu akan menggenang, terus dan terus, sampai air
itu akan meluber ke mana-mana.
Dan hasilnya adalah, banjir yang tidak
terbendung.
Aku tidak menakut-nakuti tentang sebuah
awal titik simpul permasalahan, tetapi ketika logika sudah mengalir, dan
bukti-buktinya sudah mulai terjadi, seharusnyalah kita mulai sadar
dengan sebuah ‘malapetaka perkotaan’, yang suatu saat menjadi ‘chaos’,
dan tidak bisa membendung dengan apa yang namanya ‘kerusuhan perkotaan’.
Bukan arti kerusuhan secara fisik, tetapi lebih kepada masing-masing
warga kota akan semakin egois, berusaha untuk pemenuhan kebutuhan
masing-masing, dan menjadi tidak ada kepeduliannya kepada lingkungan
serta lebih susah diatur oleh pemerintah dan oleh hati nurani
masing-masing.
Bukti dari ini adalah:
1. Walau pemda DKI sudah banyak
membuat peraturan-peraturan baru, warga kota seakan tetap masa bodoh!
Seakan-akan ‘lu lu gue gue’. Kalau tertangkap, ya bayar saja, kan?
Misalnya,
Tilang baru tentang kendaraan yang masuk
ke jalur busway. Apakah sudah ada yang ditilang dan membayar sesuai
dengan aturan? Sepertinya belum ada, padahal, aku banyak melihat
polisi-polisi menilang mereka, tetapi apakah polisi-polisi itu
benar-benar menjalankannya, dan tidak terima ’sogokan’? Ah, entahlah.
Ada juga tentang peraturan tidak parkir
sembarangan. Benarkah, polisi-polisi yang mencabut pentil benar-benar
melaksanakannya? Atau hanya simbolis saja, mentang-mentang peraturan
baru.
2. Juga peraturan ijin
bangunan, misalnya. Aku masih sering melihat bangunan-bangunan kecil
(khususnya perumahan dan ruko-ruko), tanpa ijin (tidak ada papan
kuning), tetapi dibiarkan saja dibangun sampai selesai. Ini yang
mengakibatkan banyak awal simpul-simpul baru permasalahan.
Lihat artikel-artikelku:
Ini hanya dua contoh awal ‘malapetaka
perkotaan’ dan ‘kerusuhan sosial’,yang berakibat dalam pembentukan warga
kota yang lebih baik. Kepedulian sosial semakin lama semaki menurun.
Lalu, bagaimana dengan masa depan Jakarta?
Salamku…
Tentang Saya:
Christie Damayanti. Just a stroke survivor and cancer survivor, architect, 'urban and city planner', traveller, also as Jesus's belonging. Follow me on Twitter
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Responses to “Dampak Hari Kedua ‘Uji Coba’ Buka-tutup Pintu Keluar Masuk Tol Jakarta”
Posting Komentar