Selasa, 17 Desember 2013

Dampak Hari Kedua ‘Uji Coba’ Buka-tutup Pintu Keluar Masuk Tol Jakarta



By Christie Damayanti

1387254778832497714
www.merdeka.com

Sebelumnya:


Ini hari kedua uji coba buka-tutup pintu tol Jakarta keluar-masuk. Hari ini aku mencoba lewat jalan biasa, bukan di sisi tol tetapi lewat Matraman, Lapangan Banteng, Harmoni sampai Tomang langsung ke Grogol.

Apakah dampak uji coba itu meluas dan merembet ke mana-mana?

Kemarin aku tuliskan di artikelku, bahwa dari arah tol yang tidak bisa keluar di pintu tol perempatan Kuningan, kemungkinan besar mereka keluar di pintu tol depan Gedung MPR-DPR, dan memutar atau lewat jalan tikus (lewat Tanah Abang atau lewat Penjernihan) untuk berbalik arah. Dan kemungkinan besar, jalan-jalan di sekitar itu akan padat merayap. Nah, aku ingin sedikit memantau sambil aku berangkat menuju kantorku di bilangan Grogol.

Dari kompleksku, aku menuju Kampung Melayu untuk ke Matraman. Sedikit padat di Bukit Duri, tidak seperti biasanya. Tetapi di Matraman sampai Senen, cukup lancar. Tetapi dari Senen ke Lapangan Banteng, lalu lintas padat.

1387254852712218526
Kepadatan dari Senen sampai Lapangan Banteng (lewat jalan layang Senen)

13872549081131087562

Lalu lintas di depan Lapangan Banteng, bukan karena Sekolah Santa Ursula, lho (justru tidak ada mobil-mobil yang ke Santa Ursula, tetapi memang padat.

Menuju Harmoni, lalu lintas cukup padat, memang masih dalam taraf wajar, sama seperti biasanya. Tidak masalah. Tetapi lewat Harmoni sampai ke Tomang, lalu lintas padat merayap. Menurutku tidak seperti biasanya. Kalau aku terapi di Rumah Sakit Cikini, ini adalah jalan menuju ke kantorku. 

Biasanya, Tomang akan macet setelah lampu lalu lintas perempatan Jalan Biak, kendaraan merayap sampai perempatan Tomang - Mal Taman Anggrek. Tetapi begitu masuk Jalan Tomang Raya selepas Harmoni, kendaraan sudah sedemikian padat.

13872549591462449743

Suasana di Jalan Kesehatan I karena jalan Tomang Raya di bagian Cideng harus berputar ke sana sebelum jam 10.00 pagi. Sangat padat dan mengganggu pemilik rumah di sana. Termasuk juga truk-truk besar yang SEHARUSNYA tidak boleh masuk ke jalan lingkungan perumahan seperti ini.

Pengamatanku bermula ketika mobil kami berhenti di lampu merah Harmoni dari Jalan Veteran. Aku melihat ke kiri dari Jalan Majapahit menuju perempatan Harmoni, tidak seperti biasanya, kendaraan sangat padat bahkan tidak beraturan. Bus-bus saling silang, sepertinya sebagian besar dari mereka, berasal dari Tanah Abang, bukan dari Medan Merdeka.

13872550131395535660
138725505542782029

Suasana lalu lintas padat sepanjang Jalan Tomang Raya sampai perempatan Tomang di depan MTA, yang tidak biasanya seperti ini.

Ketika lampu berubah hijau, mereka banyak yang ke arah Jalan Tomang dan Jalan Juanda. Sehingga Jalan Tomang Raya dan Jalan Juanda menjadi padat. Hanya sedikit yang ke arah Jalan Gajah Mada.

Kemungkinan besar, seperti artikelku di link diatas, bahwa kemungkinan besar kendaraan yang ada di tol dan tidak bisa keluar pintu tol perempatan Kuningan (padahal mereka mungkin berkantor di seputar Kuningan), mereka akan tembus di jalan-jalan tikus Tanah Abang.

Karena belum pukul 10.00 pagi, sehingga kita harus memutar dulu ke Jalan Kesehatan. Dan lalu linta di sana sangat-sangat padat! Benar-benar tidak seperti biasanya. Sebagian besar juga ternyata kendaraan-kendaraan dari arah Jalan Tanah Abang II atau Jalan Kesehatan Raya.

Hm… berarti, perkiraanku cukup tepat.

Bahwa uji coba ini akan berdampak dengan banyak hal di Jakarta. Artinya, sebuah solusi sebaiknya tidak menjadi masalah bagi yang lain. Jalan-jalan tikus di Tanah Abang akan mengalami ‘crowded’ yang lebih buruk daripada yang biasanya. Mungkin besok, aku akan melewati jalan yang lain. Dari rumahku ke Grogol, lewat Casablanca, Tanah Abang, Cideng sampai Tomang menuju Grogol. Dan aku ingin mengamati keadaan Tanah Abang, yang aku perkirakan sebagai titik simpul permasalahan, bagi kendaraan-kendaraan yang harus keluar tol menuju Tanah Abang.

Dan aku sampai di kantorku sekitar 1,5 jam lebih dari Tebet. Menurutku, ‘not bad’, dibandingkan kemarin ke kantorku selama dua jam lebih lewat tol Jakarta.

***

Pengamatan ini memang bersifat pribadi, sangat pribadi. Aku hanya ingin tahu, seberapa besar dampak yang ditimbulkan dengan uji coba ini. Pasalnya, kegiatanku adalah sepanjang Tebet dan Grogol, di mana aku lebih sering masuk jalan tol. Sehingga dampak-dampak uji coba akan bisa membuat aku cukup terganggu, dengan kemacetan yang semakin parah.

Pengamatan ini pun hanya sekedarnya saja, dan baru dua hari saja. Artinya, hasil pengamatanku ini belum bisa dikatakan bahwa uji coba ini ‘gagal’. Untukku sendiri, aku tidak peduli dengan apa yang dilakukan pemerintah sepanjang semuanya untuk yang lebih baik.

Begitu juga tentang uji coba buka-tutup pintu masuk dan keluar jalan tol Jakarta. Sepanjang akan memberi dampak lebih baik bagi solusi kemacetan Jakarta, semuanya akan didukung. Pasti juga bagi semua warga Jakarta, bukan?

Tetapi semuanya itu memang harus dipikirkan masak-masak. Hanya mendengar tentang uji coba ini saja, otakku sudah berputar dan memikirkan logika-logika yang akan terjadi! Semuanya bisa dipikirkan secara logika, bahwa:

1.       Kendaraan yang keluar dari rumah masing-masing SAMA banyaknya, dan SAMA tujuannya (untuk bekerja)! Sehingga, buka-tutup pintu tol akan menghambat kendaraan tersebut.

2.       Waktu keluarnya pun SAMA, serta waktu kerjanya juga SAMA! Sehingga, mereka akan mencari jalanan masing-masing menuju ke kantor mereka.

Ibarat air, mereka akan mencari tempat untuk mengalir. Jika sampai di sebuah titik dan titik itu adalah simpul awal permasalahan, air itu akan menggenang, terus dan terus, sampai air itu akan meluber ke mana-mana. 

Dan hasilnya adalah, banjir yang tidak terbendung.

Aku tidak menakut-nakuti tentang sebuah awal titik simpul permasalahan, tetapi ketika logika sudah mengalir, dan bukti-buktinya sudah mulai terjadi, seharusnyalah kita mulai sadar dengan sebuah ‘malapetaka perkotaan’, yang suatu saat menjadi ‘chaos’, dan tidak bisa membendung dengan apa yang namanya ‘kerusuhan perkotaan’. Bukan arti kerusuhan secara fisik, tetapi lebih kepada masing-masing warga kota akan semakin egois, berusaha untuk pemenuhan kebutuhan masing-masing, dan menjadi tidak ada kepeduliannya kepada lingkungan serta lebih susah diatur oleh pemerintah dan oleh hati nurani masing-masing.

Bukti dari ini adalah:

1.       Walau pemda DKI sudah banyak membuat peraturan-peraturan baru, warga kota seakan tetap masa bodoh! Seakan-akan ‘lu lu gue gue’. Kalau tertangkap, ya bayar saja, kan?

Misalnya,
Tilang baru tentang kendaraan yang masuk ke jalur busway. Apakah sudah ada yang ditilang dan membayar sesuai dengan aturan? Sepertinya belum ada, padahal, aku banyak melihat polisi-polisi menilang mereka, tetapi apakah polisi-polisi itu benar-benar menjalankannya, dan tidak terima ’sogokan’? Ah, entahlah.

Ada juga tentang peraturan tidak parkir sembarangan. Benarkah, polisi-polisi yang mencabut pentil benar-benar melaksanakannya? Atau hanya simbolis saja, mentang-mentang peraturan baru.

2.       Juga peraturan ijin bangunan, misalnya. Aku masih sering melihat bangunan-bangunan kecil (khususnya perumahan dan ruko-ruko), tanpa ijin (tidak ada papan kuning), tetapi dibiarkan saja dibangun sampai selesai. Ini yang mengakibatkan banyak awal simpul-simpul baru permasalahan.

Lihat artikel-artikelku:




Ini hanya dua contoh awal ‘malapetaka perkotaan’ dan ‘kerusuhan sosial’,yang berakibat dalam pembentukan warga kota yang lebih baik. Kepedulian sosial semakin lama semaki menurun. Lalu, bagaimana dengan masa depan Jakarta?

Salamku…

Tags:

0 Responses to “Dampak Hari Kedua ‘Uji Coba’ Buka-tutup Pintu Keluar Masuk Tol Jakarta”

Posting Komentar

Subscribe

Berlangganan Artikel Saya

© 2013 Christie Damayanti. All rights reserved.
Designed by SpicyTricks