Rabu, 09 Oktober 2013
‘Kebayoran Baru’: Sebuah Kenangan Masa Sekolah di Kenyamanan Lingkungan
Rabu, 09 Oktober 2013 by Christie Damayanti
By Christie Damayanti
Ketika aku masih SD sampai SMA sekitar
tahun 1976 sampai tahun 1988, aku bersekolah di daerah Kebayoran Baru.
Sebuah daerah elite, yang aku tahu waktu itu. Sekolah SD ku, di Panglima
Polim dekat Blok M. SMP ku di daerha Santa, dekat Blok S Senopati dan
SMA ku di Pulo Raya. Berdekatan, sampai 12 tahun aku bersekolah
menjadikan aku hafal dan nyaman dengan kehidupan dan berkegiatan di
daerah itu.
Tahun2 itu, belum banyak bahkan hanya
ada 1 atau 2 mall di setiap suburb. Baru ada Aldiron Plaza di Blok M
waktu SD. Meningkat dibangunnya Melawai Plaza sewaktu SMP dan sampai ada
Pasaraya Blok M dan Ratu Plaza sewaktu aku SMA. Teman2ku belum banyak
suka berjalan2 di mall.
Ketika sekolah, setelah sekolah senmbari
menunggu extra kurikuler serta les, kegiatanku adalah bermain sepeda.
Sepedaku, sampai aku titipkan di rumah temanku untuk berjalan2 menyusuri
jalan2 sekitar Panglima Polim sampai Dharmawangsa, atau di sebelah
timurnya dari Santa Senopati sampat Widya Chandra dan Tulodong. Atau
juga ke daerah Hangtuah sampai Mayestik, Taman Puring dan ke Barito,
melihat2 ikan hias …..
Jalan2 belum terlalu ramai, dan kami
bercanda ria naik sepeda dengan teman2ku. Jajan bakso di Blok-S dan
siomay di Blok M atau di Lapangan Tembak. Atau sate kambing di Cikajang.
Jika sekitar jam 5 sore masih disana, kami akan makan malam lebih awal
di pujasera ( pusat jajan serba ada ) di kaki lima di Blok M mencari
sop kambing atau sate …..
Daerah Kebayoran Baru di jalan2 yang aku
sebutkan diatas, tidak terlalu berubah, perumahannya. Sekitar Panglima
Polim, rumah2nya tidak terlalu besar, banyak temanku tinggal disana. Dan
di sekitar itulah, dulu aku sering ikut ‘mencari jejak’ sebagai Pramuka
Siaga dan Penggalang dari SD sampai SMP. Sehingga dulu aku tahu benar
dengan detail, apa2 yang ada disana.
Atau aku juga sering bersepeda di
sekitar jalan Tirtayasa - sejajar dengan Wolter Monginsidi ), tempat
rumah temanku yang super kaya ( dengan beberapa kavling tanah dan
rumahnya ), dan aku sering bermain di rumahnya untuk berenang atau
bermain anjing ….
Meningkat jaman SMP, aku lebih bermain
disekitar Santa, Senopati, Tulodong sampai sekitar Widya Chandra, secara
sekolahku di perempatan Gereja Santa. Temanku yang orang tuanya seorang
mentri jaman itu, tinggal di Widya Chandra dan beberapa kali aku
bermain disana. Dan aku pun sudah mulai mengamati kehidupan masyarakat
disana. Jalan2 sekitar Purnawarman, Gunawarman atau Tarumanagara, memang
berumah2 besar dan mewah. Jalan2nya pun lebih besar dan sunyi dengan
pohon2 tua yang besar2, cantik dan rindang.
Walau jalan Ciniru sebelah
jalan Daksa, rumah temanku tempat aku menitipkan sepedaku, tergolong
kecil, tapi rumahnya sangat apik dan nyaman. Jajanan tidak banyak, hanya
ada di Blok-S, tempat banyak anak sekolah nongkrong, karena murah …..
Meningkat lagi waktu SMA. Disekolah-ku
di Pulo Raya adalah semua perempuan. Letak sekolah yang cukup jauh dari
Jalan Wijaya dan Pulo Raya terletak di tengah2 perumahan golongan
menengah, membuat sekolahku sangat tenang dari hingar bingar kehidupan,
apalagi di sekolahku ada Gua Maria tempat bersembahyang bagi agama
Katolik.
Jika musim banjir, sekolahku bisa kebanjiran setinggi dada
karena bersebelahan dewngan anak Sunga Ciliwung, dan daerahnya sekitar
belasan meter dari permukaan jalan besar ( jalan Wijaya ). Sehingga, aku
ingat betul jika musim banjir tiba, kami pasti libur beberapa hari dan
setelah surut kami membereskan sekolah kami dengan senang.
Tahu kenapa?
Karena kami bebas memakai celana pendek, kaos ‘u can see’, sandal jepit,
dan bermain air banjir! Hihihi .... Walau airnya kotor dan bau ( namanya juga air
banjir dari Sungai Ciliwung ), kami pun senang sekali mencari cacing2,
dan menakut2i teman2 yang memang jijik dengan hidup seperti itu. Secara
sekolah kami adalah sekolah Katolik yang taat, apalagi Suster Kepala
cuykup galak sehingga kami tidak berani sembunyi2 menaikkan rok seragam
kami 5 cm diatas lutut atau meloloskan kaos kaki kami dari selutut
sampai semata kaki, atau juga menggulung lengan seragam kami seperti
preman …..
Daerah bermain kami waktu itu di
Pasaraya serta Melawai Plaza. Namanya juga perempuan, lebih sering ke
toko2 baju atau toko2 boneka. Hanya aku yang tidak bermain bersama
sebagian besar teman2 SMA. Aku lebih memilih bermain sepeda dengan
teman2ku pria sejak jaman SMP, yang bersekolah di Pangudi Luhur, sekolah
khusus untuk pria. Atau aku lebih memilih bermain dengan temanku
sebagai anak direktur KB Ragunan waktu itu, sehingga aku bisa menjadi
Sahabat Satwa disana untuk menyusui anak2 binatang, seperti anak2 Orang
Utan, anak singa ataupun anak kuda nil …..
Kebayoran Baru benar2 sebuah ‘impian’ masa sekolah. Hidupku sangat
bahagia jaman itu. Aku menjadi sangat hafal dengan seluk beluk Kebayoran
Baru, bahkan mulai menapaki Kebayoran Lama, atau perbatasannya di
Dharmawangsa X atau jalan Rimba, tempat sahabatku yang satu hoby
denganku disana, dalam surat menyurat.
***
Awal mulanya, Kebayoran Baru memang diperuntukkan sebagai suburb untuk
pemukiman mengeah keatas. Masih tersisa rumah2 mewah jaman Belanda,
seperti rumah2 mewah jaman itu juga di daerah Menteng ( lihat tulisanku ‘Weltreveden’ : Taman Wisata Jaman kolonial Belanda untuk Jakarta dan ‘Multi-Culture’ : Betawi, China Town dan Dutch Town untuk Tujuan Wisata Jakarta, Konsep Dariku, Mungkinkah? ).
Rumah tunggal dengan atap dan plafond tinggi dan pekarangannya penuh
dengan pepohonan. Jaman aku sekolah, rumah2 mewah itu semakin banyak,
tetapi tetap menataati peraturan pemda untuk membangun sebuah rumah.
Desain dan konsep rumah2nya, berbalik hampir 180 derajat, ketika sekitar
tahun 1990-an.
Desain arsitekturnya berubah pesat dengan konsep
Post-Modern bercampur gaya klasik kental di beberapa rumah, atau sekitar
awal tahun 2000, gaya Mediterian menjadi favorite. Dengan rumah2 besar,
desain2 tersebut menjadi lebih unik dan leluasa untuk ‘dipamerkan’
kepada lingkungan.
Rumah2 itu benar2 rumah yang nyaman,
sesuai dengan aturan pemda. Ada lahan ruang terbuka hijaunya, ada tempat
untuk bermainnya ataupun sebagian bahkan ada tempat untuk kolam renang.
Dan pohon2 besar, memayungi bukan hanya rumah serta mobil2 mereka di
car-port. Nyaman sekali …..
Jalan2 utama Kebayoran Baru berubah
total. Dari dahulu hanya sekedar ‘jalan utama’ yang memang lebih besar,
palingan hanya ada mini market, restauran atau fasilitas2 umum standard,
sekarang jalan2 tersebut menjelma sebagai salah satu tempat nongkrong
kaum eksekutif muda Jakarta Selatan.
Jalan Wolter Monginsidi, dari tepat
Gereja Santa sampai perempatan jalan Patimura, sudah berubah meenjadi
tempat nongkong bari eksekutif muda Jakarta Selatan yang menyukai
makanan Korea. Banyak sekali resto korea atau cafe2 cantik disana. Aku
tidak tahu, apakah warung sate kambing di jalan Cikajang, sebuah jalan
kecil yang masuk dari jalan Wolter Monginsidi, masih ada atau sudah
tutup. Tetapi ternyata jalan ini masih merupakan tempat favorite bagi
pelayar SMK Penerbangan yang beberapa waktu lalu sering tawuran.
Jalan Senopati sekarang ini lebih
berkembang sebagai tempat eksekutif muda berkongkow-ria. Dengan
dibangunnya banyak fasilitas2 kaum muda seperti resto import, bakery,
cafe2 cantik, salon2 dan butik2 mahal serta sebuah apartemen mewah sudah
bercokol disana. Sembari dari Kebayoran Baru ke CBD Sudirman atau ke
Widya Chandra, kita bisa melihat2 sepanjang jalan Senopati. Konsepnya
jelas, dan menurutku tidak terlalu melaggar aturan. Hanya ruang parkir
yang seharusnya dipikirkan, karena fasilitas2 ini membutuhkan ruang
parkir yang cukup luas.
Jalan Wijaya, dari jalan Mampang
Prapatan ke kanan menuju Iskandarsyah, sekarang juga sangat berubah. Aku
ingat rumah temanku yang tiggal di jalan Wijaya dan setelah dijual,
berubah menjadi hotel kecil. Cukup sedih ketika aku ingat pernah bermain
kesana. Banyak cafe2 import, tetapi kemarin aku kesana, sepertinya
warung siomay salah satu langgananku masih ada. Atau lain?
Dan sentra2 tempat nongkronng sebagian
kaum eksekutif muda disana, bertambah lagi di Raden Patah, belakang
Sekolah Al-Azar, yang terkenal dengan Roti Bakar Pak Eddy-nya …..
Menikmati Kebayorn Baru sekarang memang
berbeda dengan Kebayoran Baru dahulu sewaktu aku masih sekolah. Tetapi
jalan2 perumahan yang aku sebutkan diatas, ternyata tidak banyak
berubah. Rumah2 teman2ku masih ada. Ada yang tetap masih sama, tetapi
ada juga yang di desain ulang.
Pepohonannya banyak yang tidak ditebang,
pohon2 tua yang rindang, serta ruang terbuka hijau nya cukup untuk
membuang gas CO dari knalpot kendaraan yang ada. Tetapi pada intinya,
warga Kebayoran Baru sudah sadar apa artinya hidup dalam rumah dan
lingkungan yang nyaman ……
Tentang Saya:
Christie Damayanti. Just a stroke survivor and cancer survivor, architect, 'urban and city planner', traveller, also as Jesus's belonging. Follow me on Twitter
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Responses to “‘Kebayoran Baru’: Sebuah Kenangan Masa Sekolah di Kenyamanan Lingkungan”
Posting Komentar