Jumat, 13 September 2013
Tradisi dan Budaya Bali Tidak Akan ‘Mengalah’ Demi Kemoderenan!
Jumat, 13 September 2013 by Christie Damayanti
By Christie Damayanti
Aku tahu, warga Bali sangat menjunjung
tradisi dan agama mereka. Tradisi Bali terus di lakukan bahkan semakin
berkembang. Dan dengan pariwisata sebagai tulang punggung Bali, tradisi
Bali terus berkembang pesat, karena wisatawan2 manca negara justru
sangat tertarik serta lebih menghargai dibanding dengan bangsa Indonesia
sendiri.
Ketika kegiatan APEC Women 2013 di Nusa
Dua Bali, sejak di bandara Ngurah Rai, aku melihat kepedulian warga Bali
masih sangat kental dengan budaya Bali. Dari detail arsitektur Bali nya
yang terus berkembang dengan beberapa dikolaborasikan dengan seni
modern, sampai Pura2 nya sebagai tempat kegiatan keagamaan termasuk di
titik2 tertentu mereka membangun tempat suci untuk memberikan sesaji.
Bukan cuma di rumah2 keluarga mereka membangun tempat suci keluarga
saja, tetapi di dalam taksi, bus atau di depan toko2 mereka, mereka
tidak lupa untuk menempatkan sesaji mereka.
Walau sangat dsayangkan dengan
‘moral’nya bagi beberapa oknum, sempat menciutkan semangatku untuk terus
meridukan Indonesia sebagai negara yang ramah dan suka menolong ( lihat
tulisanku ‘Bandara Ngurah Rai’ : Salah Satu Pintu Gerbang Indonesia dengan Keramahan Budaya Bali (?)
Rumah Adat Bali. Selalu mempunyai
‘Pura’ untuk pemujaan kepada Tuhan ssesuai dengan agama mereka di titik2
tertentu. Di foto kanan atas, sepertinya tempat pemujaan di sebuah
Rumah Adat Bali.
Tour guide kami di acara APEC Women 2013
baru2 ini bercerita tentang rumah tradisi Bali. Penduduk Bali sangat
kental dengan adat, agama dan tradisinya. Walau sekarang dengan kemajuan
jaman, adat dan arsitektur Bali tidak menggilasnya. Pemerintah daerah Bali menerapkan UU mengenai pendirian bangunan di Pulau Bali yang harus menerapkan hukum2 adat mereka.
Perjalanan ke beberapa tempat dengan
semua delegasi di Pulau Bali, membuat aku berkonsentrasi untuk melakukan
sedikit pengamatan tentang kehidupan warga Bali, walaupun hanya
beberapa hari saja. dalam perjalanan, aku selalu siap dengan kameraku.
Apapun yang aku lihat, tertarik ataupun tidak, dengan cepat aku
memotretnya. Aku tidak tahu, apakah hasil foto itu berguna atau tidak,
tetapi paling tidak, foto2 itu akan berguna untukku. Apalagi dengan
perjalanan di Bali, banyak sekali yang menarik hatiku.
Di setiap titik dari rumah, ruko, toko,
dan apapun itu, mereka menempatkan ‘Yang Tertinggi’ ada di depan rumah
atau toko mereka. Mereka membangun tempat suci mereka untuk menghaturkan
sesaji mereka, dalam sebuah konsep pemujaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Di dashboard taksi, bus wisata, bahkan mobil2 pribadi, selalu terdapat 1
bokor sesaji dengan berbagai macam barang yang aku belum mengerti makna
dan artinya. Tetapi sungguh, tradisi dan keagamaan mereka patut
diacungi jempol!! Mereka sangat menghormati tradisi ( dan agama )
mereka.
Bahkan pada bangunan barupun di desain detail2 arsitektur Bali.
Bangunan2 ( rumah2 ) modern di Bali, selalu mempunyai detail arsitektur Bali dan tidak berebutan dengan desain2 modern.
Gerbang di sebuah gang di Bali pun
PASTI di desain dengan arsitektur Bali. Termasuk juga batas wilayah
kelurahan / desa adat, seperti foto atas kanan.
Di pinggir jalanpun, mereka selalu
membangun tempat suci mereka untuk meletakkan sesaji mereka. Dan di
titik2 itu selalu di desain dengan detail2 Bali, dengan konsep2
tertentu, yang aku belum sempat membaca maknanya. Yang jelas, aku sangat
acungkan jempol untuk detail arsitektur tradisional Bali yang sangat
dipelihara.
Bokor dengan isi sesaji mereka di taksi dan bus wisata yang aku kendarai …..
Jika ada di dalam komplek rumah
tradisional mereka seperti di foto ini, berarti mereka sudah membangun
tempat pemujaan keagamaan mereka dengan sebuah Pura kecil keluarga. Dan
tempat itu disucikan untuk berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dan walau
jaman modern sekarang ini, mereka tidak ‘keluar’ dari tradisi, tetapi
aku melihat semakin ketatnya tradisi mereka. Justru sepertinya, tradisi mereka ini
merupakan asset Bali bagi para wisatawan manca negara.
***
Aku tidak tahu, apa yang salah tentang tradisi serta kepedulian budaya
Indonesia. Ketika banyak sekali negara2 yang justru mau belajar serta
berusaha sekuat tenaga untuk melestarikan budaya dan tradisi di beberapa
negara ( karena justru negara tersebut tidak peduli dengan budaya dan
tradisinya ), termasuk Indonesia, justru ‘mereka’ ( termasuk Indonesia )
lebih memilih berinterksi dengan budaya modern serta ‘membuang baju
budaya dan tradisinya!’ Pertukaran yang tidak seimbang!
Bali adalah salah satu yang tetap melakukan tradisi dan budayanya. Padahal Bali bersinggungan langsung dengan dunia modern. Sehingga JIKA kepedulian warga semakin menipis tentang tradisi dan budayanya, dengan sekejap budaya modern melibasnya! Tetapi, ternyata Bali masih lebih kuat dibanding dengan Jakarta!
Seorang perempuan Bali sedang
menyiapkan ssesajinya di depan rumah atau gang tempat perempua itu
tinggal (?). Sangat menarik untuk diamati …..
Mengapa Jakarta?
Ya! Jakarta merupakan ibukota negara
Indonesia. Pintu gerbang Indonesia, walau Bali-pun kini sebagai pintu
gerbang juga. Ketika wisatawan2 asing yang ingin ke Indonesia, mereka
akan melihat ibukotanya, yang pertama! Barulah ke kota2 lain. Tetapi
karena Bali lebih terkenal dibanding Jakarta, konsep ‘pintu gerbang’
sudah menjadi konsep warga Bali. Dari mulai Bandara Ngurah Rai ( lihat
tulisanku ‘Bandara Ngurah Rai’ : Salah Satu Pintu Gerbang Indonesia dengan Keramahan Budaya Bali (?)
), tradisi dan budaya Bali, fisik kota dengan detail arsitektur khas
Bali, dan sebagainya. Bahkan kota2 di Bali termasuk Denpasar, tidak berebut untuk membangun mall, salah satu indikator fisik kota modern! K A T A N Y A !!!
Jakarta sebenarnya identik dengan
beberapa sejarahnya. Mulai dari Kota Batavia Lama, Tradisi Betawi serta
Pecinannya. Masing2 budaya dan tradisi ini seharusnya bisa menjadi asset
bangsa. Dipupuk dan bertumbuh untuk anak2 bangsa. Tetapi kenyataannya,
tradisi dan budaya lewat sejarah Jakarta ini, terlibas, bahkan hampir
punah karena kemodernan yang tidak pada sempatnya!
Kemodernan2 yang tidak pada tempatnya, menjadikan semuanya diambang kejenuhan. Misalnya, dengan membangun ratusan mall ( lihat tulisanku Memangnya Jakarta Mau Diubah Menjadi ‘Kota Shopping?’ ), mendesain gedung2 tinggi dengan memakai kaca ( lihat tulisanku “Wah, Silau Banget, ya?” Cerita tentang Glassy Building ). Atau juga berusaha Jakarta terlihat sebagai kota modern, tetapi tidak pada tempatnya.
Karena justru banyak negara sangat kagum dengan budaya2
dan tradisi Indonesia yang berjumlah ratusan dan mereka justru belajar
tentang budaya Indonesia, sementara Indonesia sendiri berusaha untuk
‘menghapus’ ( dalam tanda kutip ) budaya Indonesia dan menjadikan
Jakarta sebagai kota metropolitan yang modern. Suatu pertukaran yang
tidak seimbang …..
Ketika pun pada acara Opening Ceremoni
Miss Universe, para delegasi negara2 asing, dengan gemulainya menarikan
beberapa tarian Indonesia. Sungguh, aku merinding dibuatnya! Terlihat
sorot wajah mereka, dengan bangga menarikan itu. Dengan tarian2 cantik
dan dengan baju warna warni khas masing2 propinsi Indonesia, seharunya
akan membanggakan kita sebagai warga Indonesia! Bukan sebaliknya,
menukar yang tidak penting demi kemoderenan yang justru bisa ‘merusak’
anak bangsa!
***
Bali, dengan pesona
khayangannya serta tradisi dan budayanya, tetap mampu menjadikan
Indonesia terkenal ( walau hanya Bali saja! ). Justru ini adalah
tantangan bagi Indonesia! Bahwa Indonesia harus
mengunggulkan tradisi dan budaya dari semua yang ada di Indonesia kepada
dunia. Bahwa, Indonesia adalah negara yang mempunyai salah satu tradisi
dan budaya terbanyak di dunia dan akan membanggakan dunia! Karena
sejarah, tradisi dan budaya ini aka dicacat sebagai salah satu sejarah
dunia untuk generasi2 yang akan datang …..
Tags: sosbud
Tentang Saya:
Christie Damayanti. Just a stroke survivor and cancer survivor, architect, 'urban and city planner', traveller, also as Jesus's belonging. Follow me on Twitter
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Responses to “Tradisi dan Budaya Bali Tidak Akan ‘Mengalah’ Demi Kemoderenan!”
Posting Komentar