Kamis, 06 Februari 2014
Mama, JPK, Askes dan BPJS
Kamis, 06 Februari 2014 by Christie Damayanti
By Christie Damayanti
Pagi tadi aku makan pagi bersama mama
ku, sebelum aku berankat kerja. Seminggu ini memang mama bolak balik ke
Askes dan Rumah Sakit-Rumah Sakit, untuk berobat. Bukan. Bukan karena
mama sakit tetapi beliau rutin check-up ke dokter dan periksa darah di
laboratorium.
Mama mengeluh berat. Merasa cape dan dipermainkan. Kenapa? Aku bertanya.
Cerita mama :
Sebagai janda almarhum papa yang pegawai
negeri, mama berhak atas santunan kesehatan dalam bentuk Askes. Ketika
papa dipanggil Tuhan, mama menggunakan Askes untuk berobat, sama sebelum
papa meninggal. Bahkan papa pun memakai Askes untuk kesehatannya.
Wajar, karena papa sudah dipotong gajinya untuk membayar Askes, selama
puluhan tahun sejak papa sebagai pegawai negeri.
Begitu juga mama, merasa terbantu dengan
adanya Askes. Semua penyakit mama 99% ditanggung Askes dan mama hanya
membayar sedikit sekali. Padahal, penyakit mama sudah kronis dan harus
check-up paling tidak 1 bulan sekali untuk dokter dan laboratorium.
Tetapi mungkin hanya sekitar 9 bulan setelah papa dipanggil Tuhan …..
2 bulan lalu, mama mulai mengeluh,
ketika Askes mulai membatasi untuk pengobatan. Dulu yang mulanya bisa
berobat gratis, melakukan pemeriksaan darah di laboratorium gratis
bahkan obatnya pun gratis selama 1 bulan, 2 bulan lalu dibatasi obat
hanya untuk 1 minggu saja!
Alhasil bahwa mama harus ke dokter lagi (
walau hanya untuk sekedar minta resep obat ), untuk mengambil obat tiap
minggu! Itu sudah berjalan sejak Desember kemarin, dan mama mulai berat
karena tiap minggu beliau harus ke puskesmas untuk mengambil surat
rujukan Askes, dan ke dokter rumah sakitnya untuk mengambil resep dokter
dan mengambil obat2nya ……
Aku mengerti sekali tentang itu,
karena betapa melelahkannya seorang mama yang sudah cukup tua untuk
berjalan sendiri ( karena tidak ada yang bisa membntunya, harus orangnya
sendiri, bukan orang lain ), apalagi mama sudah susah untuk berjalan
lama karena penyakitnya L
Lalu kemarin, Senin awal Februari 2014
ini, mama seperti biasa hari Senin datang ke Puskesmas untuk ambil
rujukan Askes dan ke rumah sakit untuk mengambil obat. Ternyata
puskesmasnya tidak mau memberikannya. Harus di kantor Askes - BPJS (?),
bukan di puskesmas lagi ( karena konsep penggabungan BPJS - Askes? ).
Ok, mama kesana naik. Pun setelah dapat dan mama ke rumah sakit,
ternyata dokternya menunjukkan sebuah surat bahwa ternyata semua
penyakit mama tidak di cover sama sekali, termasuk laboratorium dan
obat2nya!
Puji Tuhan, mama masih bisa berobat dan
membeli obat, karena masih diberi rejeki oleh Tuhan. Tetapi pasien2
disekelilingnya serta teman2 mama, kebingungan dan tidak tahu harus
berobat kemana. Mereka benar2 janda yang tidak mempunyai sumber keuangan
lagi karena suami2 mereka sudah dipanggil Tuhan dan tidak meninggalkan
materi banyak. Bisa kah dibayangkan? …..
***
Mama adalah seorang perempuan yang berusia lanjut ( 72 tahun ), dimana
beliau sudah susah untuk berkegiatan dan tidak bisa ber’bicara’ vokal.
Mama hanya mengeluh lewat aku. Beliau berkata, jika beliau memang tidak
bisa mendapatkan pengobatan lagi lewat Askes, ya sudahlah, masih bisa
berobat karena papa meninggalkan materi untuk mama. Pun aku berpikir
demikian. Aku pun masih mampu untuk merawat mama. Tetapi, pikiranku
tidak selesai sampai disini!
Setelah makan pagi ini, sebelum
berangkat dan selama perjalanan aku googling lewat iPadku. Bermacam
masalah tentang penggabungan BPJS - Askes ini. Banyak sekali yang egois
untuk banyak hal ini. Aku juga curhat dan sharing di grup kami tentang
‘IPS dan Disabled’, tentang kesehatan dan kepedulian serta pelayanan.
Salah satu sahabatku mengatakan bahwa BPJS akan menjadi kisruh untuk
masing2 bgi keuntungan sendiri, dan
LAGI-LAGI, RAKYAT / PASIEN YANG JADI
KORBAN ……
Sahabatku itu pun mengatakan bahwa
penggabungan antara Askes - BPJS - Jamsostek akan melibatkan waktu yang
cukup lama. Secara masing pihak belum ’siap’ untuk menjadi satu bagi
‘kesehatan nasional’ kita. Bahkan, sahabat yang lain di grup ini
mengatakan bahwa ternyata dari 4000 RS swasta di Indonesia baru ada 900
RS swasta yang mau bergabung dalam BPJS.
Selebihnya, mereka merasa belum
mendapatkan penjelasan hal2 yang teknis dan masif untuk program ini.
Merasa brlum jelas.
Tetapi anehnya, jika memang penggabungan itu belum sempurna secara teknis dan belum menjadi patokan bagi banyak rumah sakit, mengapa
sebuah rumah sakit swasta ( bukan RS yang biasa mama berobat ) SUDAH
MENETAPKAN SURAT EDARAN BAHWA ADA 144 JENIS PENYAKIT YANG TIDAK DI COVER
ASKES / BPJS? Padahal penyakit2 itu bukan penyakit baru
dan sudah lama di cover Askes, apalagi penyakit2 khas sekarang seperti
diabetes dan hipertensi! Bahkan dalam googling, di Sintang ada
persalinan melahirkan anak TIDAK DI COVER! Bagaimana mungkin? Jangan2
Askes sekarang / BPJS hanya meng-cover penyakit batuk pilek atau gatal2
karena semut???? Duh …..
Apakah ini hanya ‘permainan’ di beberapa
RS saja? Karena sahabat yang lain mengatakan bahwa tetangganya tetap di
cover ketika dia harus operasi jantung, full semuanya!
Lalu bagaimana dengan JPK, pak Jokowi?
Sebuah
program yang menurutku sangat bagus dan bermanfaat KHUSUS untuk
kesehatan Jakarta, untuk pegawai negeri pemda DKI, yang juga mamaku
sebagai salah satu anggotanya? Karena mama berkata, JPK sudah tidak
berlaku lagi, setelah BPJS berlaku! Padahal, JPK justru sangat-sangat
berguna! Tiap hari JPK bisa memberikan mama ‘berkat’ 500 ribu untuk
berobat, dan ada 50 juta / tahun untuk rawat inap! Kemanakah JPK?
Berapa yang ingin aku tanyakan, seturut dengan cerita mama pagi ini :
1. Apakah konsep penggabungan Askes - BPJS - Jamsostek, benar2 sudah bisa dipertanggung-jawabkan untuk masyarakat? Jika memang belum bisa, mengapa sudah direalisasikan? Jika pun sudah direalisasikan, mengapa justru konsep ini merugikan masyarakat?
2. Konsep penggabungan ini
sebenarnya bagus seperti di banyak negara untuk meng-cover warganya
berobat. Berarti seperti disana, justru akan lebih banyak jenis penyakit yang di cover, bukan?
Tetapi, mengapa justru ada surat edaran tentang 144 jenis penyakit yang MENJADI TIDAK DI COVER? Bahkan mama mendapat secarik kertas dari dokter itu yang mengatakan obat2 mana yang HARUS DIBELI SENDIRI, padahal bulan lalu dan sebelum2nya dicover!
3. Lalu, bagaimana dengan JPK? Apakah JPK benar2 tidak berlaku lagi?
Bagaimana dengan ‘tabungan’ para pegawai negeri disana untuk meng-cover
kesehatannya? Padahal, semuanya ( di lingkungan teman2 mamaku ) merasa
puas dengan JPK ini …..
4. Bagaimana dengan ‘tabungan’
mereka dalam Askes? Yang jelas, Jamsostek bisa memberikan pelayanan
yang baik untukku. Kita bisa melihat tabungan kita secara online, ada
berapa. Dan bisa mengambilnya jika kita sudah tidak bekerja lagi disana.
Bagaimana dengan Askes? Yang aku dengar,
tabungan di Askes tidak bisa diambil. Ya, tidak apa2 jika Askes bisa
meng-cover sesai denan yang dijanjikan sejak dulu. Jika tidak, apakah
masyarakat akan menjadi korban lagi?
5. Yang paling krusial,
bagaimana masyarakat untuk berobat? Aku tidak tahu, apakah semua rumah
sait sudah memberlakukan surat edaran ini. Jujur, aku tidak tahu dari
mana surat edaran tersebut, tetapi yang jelas kemarin mama tidak bisa
berobat dan mengambil obat dengan Askes lagi, TETAPI HARUS MEMBAYARNYA. Bahkan kata mama, bulan depan beliau harus membayar check-up rutin ke laboratorium sendiri juga …..
***
Aku yakin bahwa negara akan memberikan
yang terbaik bagi warganya, dengan konsep2nya. Tetapi kemungkinan besar,
justru oknum2 yang akan meluluh-lantakkan semuanya. Akan banyak
permasalahan bagi banyak orang, ketika kesehatan yang seharusnya menjadi
hak setiap orang, tidak terpenuhi dan justru menjadi ‘ladang duit’,
bagi orang2 yang egois.
BPJS memang difokuskan untuk masyarakat
miskin, tetapi bukan Askes yang memang merupakan tabungan kesehatan bagi
pegawai negeri. Ketika masyarakat yang sudah menabung ( karena gajinya
di potong tiap bulan ) dalam Askes dan Askes tidak melakukan
kewajibannya, pastilah masyarakat yang sudah membayar tidak rela dan
menimbulkan konflik tersendiri. Masing2 merasa yang paling benar
sendiri.
Entahlah …….
Mengapa justru masyarakat yang
membutuhkan dan masyarakat yang sedang terpuruk karena sakit, harus
lebih ’sakit’ lagi? Jika orang2 yang masih bisa berobat dan membeli obat
sendiri ( walau mempunyai Askes ) sih, mereka pasti akan tetap berobat,
walau jga memang akan menambah ‘cost’ hidup mereka.
Tetapi bagaimana
yang benar2 tidak mempunyai uang?
Siapa yang mau menanggungnya?
Tentang Saya:
Christie Damayanti. Just a stroke survivor and cancer survivor, architect, 'urban and city planner', traveller, also as Jesus's belonging. Follow me on Twitter
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Responses to “Mama, JPK, Askes dan BPJS”
Posting Komentar