Kamis, 22 Agustus 2013
Tinggal di Apartemen? Monggo… Bermukim di ‘Landed House?’ Silakan Saja
Kamis, 22 Agustus 2013 by Christie Damayanti
By Christie Damayanti

7architecturre.blogspot.com
Sebelumnya :
Memilih tinggal di apartemen atau di
rumah yang lebih nyaman tetapi jauh dari Jakarta, susah2 gampang.
Semuanya terserah kita masing2. Tetapi yang ingin aku ketengahkan di
artikel sambungan ini adalah sebuah komen yang membuat pikiranku
terusik, bahwa dikatakan tentang kota
metropolitan selevel
Jakarta ini adalah salah kaprah jika tetap memikirkan membangun kota
dengan pemukiman ‘landed house’, bukan bermukim di apartemen …..
Untuk kota Jakarta, adalah ‘TIDAK SALAH KAPRAH’ jika konseptor2 Jakarta tetap memunculkan ide2 pemukiman ‘landed house’.
Seperti
di artikelku sebelumnya, semuanya tergantung dari budaya dan
sejarahnya. Jika bangsa2 lain seperti di negara2 maju, sudah lama sekali
mereka membangun apartemen. Sekarang saja apartemen sedang ‘booming’
di dunia, termasuk di Jakarta, tetapi mereka sudah puluhan tahun
bermukim di gedung tinggi.
Karena aku sering ke Amerika, aku tahu
sekali bahwa di kota2 Amerika ( kecuali kota2 besar seperti New York,
Los Angeles atau Chicago serta San Francisco dan yang setara ), mereka
lebih memilih tinggal di ‘landed house’. Pemda tetap membangun apartemen
tetapi hanya 4 lantai, karena mereka lebih bisa berinteraksi dengan
lingkungan dan alamnya.
Tetapi jika di kota2 besar, memang mereka
membangun apartemen2 tinggi, dengan harga yang memang sangat mahal! Dan
warga kota menegah kebawah, mereka tetap memilih mencari dan membeli
‘landed house’ di pinggiran kotanya!


Lingkungan tempat tinggal adikku di
Irving, Dallas di Texas Amerika Serikat. Apartemen pendek, hanya 4
lantai, tidak perlu lift, relatif murah untuk warga kota menengah
kebawah.
Menurut mereka, lebih baik membeli rumah
di pinggiran kota, dibanding harus menyewa apartemen di kota, sudah
harganya mahal tetapi tidak bisa berinteraksi dengan lingkungan dan
alamnya.
Untuk negara2 kecil, mau tidak mau
mereka harus bermukim di apartemen, seperti di Singapore atau Jepang.
Sedangkan di Hongkong ( yang sekarang bedara di negara China atau
Malaysia ) mereka masih bisa memilih, mau membeli atau menyewa
apartemen di kota atau membeli rumah di pinggiran kota, dan itu terserah
dari masing2 warga. Begitu juga di Indonesia, khususnya di Jakarta …..
Konsep pemukiman Jakarta sendiri sudah jelas tentang ‘Poros Timur-Barat’ ( lihat tulisanku Semakin Bertambah Saja ‘Beban Jakarta’, ). Semuanya adalah ‘landed house’. Tetapi pemda pun tidak asal2an.
Dengan
perkembangan kota serta ke-modern-an secara globalisasi dunia, mereka
mempercayakan konsep pengembangan pemukiman di dalam gedung tinggi (
apartemen ) kepada developer2 yang sebaiknya bekerja-sama dengan pemda.
Dan
konsep rusenami-lah yang sekarang sedang trend dalam masyarakat
Jakarta. Bahwa warga Jakarta yang tidak mau tinggal di pinggiran Jakarta
karena kepraktisah hidup dan memilih tinggal di partemen, silahkan
saja! Mau apartemen murah di rusunami, monggo! Mau di apartemen mahal, ya juga silahkan saja ……
Juga tentang pembangunan apartemen
murah dari pemda untuk ‘gusuran’ pemukiman dari bantaran kali atau dari
sepanjang rel KA atau dari Waduk Sunter, mengapa Jokowi memilih untuk
membangun apartemen murah? Mengapa tidak membangun rumah2 murah type-21?
Padti ada alasannya!
Sangat tidak gampang memindahkan
warga di bantaran sungai, atau di Waduk Pluit ataupun bongkaran2
pemukiman slum di Jakarta. Jangankan memindahkan rumah mereka, lah hanya
ingin kepedulian untuk mereka sendiri saja tidak mudah!
Mereka diminta
untuk pindah karena pemukima mereka berbahaya atau karena harus di tata
ulang demi semua warga, dan mereka diminta pibdah ke apartemen murah
yang letaknya tidak jauh dari perkampungan kumuh mereka! Pun masih
banyak yang berseteru dengan petugas2 pemda. Itu pemda inginkan mereka
pindah tetap di Jakarta, BAHKAN tidak terlalu jauh dengan pemukiman
mereka yang sebelmnya.
Bagaimana jika pemda meminta mereka tinggal di rumah2 mungil di pinggiran Jakarta ???? Apa tidak menambah masalah ???
***
Sebuah kota, apalagi di jaman modern
seperti ini, konsep perkotaan haruslah fleksibel. Semua bisa berubah,
sepanjang untuk yang lebih baik. Bahkan jika kita riset ke kota2 besar
di negara2 maju ( seperti yang aku lakukan ketika menulis thesis S2 ku
di beberapa negara ), tidak menutup kemungkinan untuk bisa ‘berbalik
arah dan konsep’, sesuai dengan kebutuhan jaman.
Pergeseran2 konsep perkotaan
seperti ini bisa dipahami, tetapi budaya serta sejarah dan ‘pakem2′
sebagai bangsa, bahkan semua bangsa, akan terus mengikutinya. Sehingga
pergeseran2 tersebut akan sangat tergantung kepada orang2 muda sebuah
bangsa.
Kita lah sekarang yang harus mendidik mereka sebagai orang tua,
bahwa mereka lah yang akan memimpin bangsa kita. Jika mereka benar2
tidak peduli dengan sejarah, budaya serta ‘pakem2′ leluhur, bangsa kita
akan ‘terjajah’ oleh ke-modern-an yang labil dan tidak ada kepastian,
karena sebuah kemodernan bukan sebuah kepastian!
Dengan adanya
ke-modren-an, budaya serta sejarah sebuah bangsa akan terkikis dan
lambat laun menjadi punah. Dan kepunahan sebuah bangsa itu bukan karena
fisik bangsanya, tetapi sejarah serta budayanya!
Jadi menurutku, Jakarta sudah bisa
berada di tengah2 ke-modern-an tanpa kehilangan sejarah, budaya serta
kehidupan yang berbangsa Indonesia. Tinggal kita sebagai
warga kota yang DEWASA, kita harus terus memantau orang2 muda Jakarta
untuk bisa ‘membawa’ Jakarta ke ibukota yang lebih baik. Sebagai warga
kota yang DEWASA, kita BUKAN memaksakan kehendak dengan egoisme2
pribadi. Jangan karena sebuah ke-modern-an, tetapi Jakarta ‘digadaikan’
menjadi kota modern yang semu ……
Sekali lagi, apartemen adalah sebuah
ke-modern-an, dan memang dibutuhkan untuk kepraktisan bagi pekerja dan
orang muda. Tetapi ‘landed house’ pun masih mendapatkan apresiasi yang
luar biasa untuk sebuah tempat tinggal.
Dan pemahaman itu seharusnya
bisa dimengerti untuk tidak adanya kesalah-fahaman.
Tinggal di apartemen? Monggo ….. tetapi mau bermukim di perumahan ‘landed house?’ Juga silahkan saja ……


Tags: urban
Tentang Saya:

Christie Damayanti. Just a stroke survivor and cancer survivor, architect, 'urban and city planner', traveller, also as Jesus's belonging. Follow me on Twitter
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Responses to “Tinggal di Apartemen? Monggo… Bermukim di ‘Landed House?’ Silakan Saja”
Posting Komentar