Senin, 26 Agustus 2013
“Closet Bekas? Ih, Jijik!”
Senin, 26 Agustus 2013 by Christie Damayanti
By Christie Damayanti

“Closet bekas untuk rumahku? Ga mau! Jijik, ah ….. !!!”
Itu komentar pertama ketika aku mencoba
mendesain rumah kecil dan sederhana untuk teman SMP ku setelah mereka
menikah sekitar belasan tahun lalu. Waktu itu aku sedang gencar2nya
membangun usaha dengan bekas suamiku, sementara aku pun tetap bekerja
sebagai arsitek di sebuah developer besar di Jakarta. Usaha kami adalah
konsultan dan kontraktor untuk mendesain rumah2 sampai pembangunannya.
Sebuah usaha yang sungguh sangat asik untuk dilakoninya!
Waktu itu, temanku baru membangun
keluarga dan belum mempunyai apa2 kecuali sebidang tanah kecil warisan
keluarganya di Depok. Katanya, dari pada mengontrak rumah di Jakarta,
mendingan bangun rumah sendiri, type-21 dengan arsitek teman, pasti
lebih murah.
Dan aku juga berusaha mendesain dan membangun rumah
sederhana tetapi cantik dengan material murah tetapi tidak murahan!
Sehingga, aku mulai mencari material bekas bongkaran ( lihat tulisanku Pak Jokowi, Bagaimana dengan Lapak Material di Pinggir Jalan? Hampir Sama, kan Dengan PKL? ) lewat ‘teman2 Madura’ dan untuk material2 utilities ( seperti sanitari dan keramik2 ‘bekas’ ), aku mencarinya di Pasar Rumput.
Ya, Pasar Rumput sudah terkenal sejak
puluhan tahun lalu dengan barang2 bekasnya. Dari mulai sepeda segala
jenis, kursi roda bahkan material2 utilities untuk sebuah rumah kecil.
Kalau sanitari ( closet, wastafel dan asesorisnya ) tidak masalah karena
hanya membeli 1 atau 2 untuk 1 rumah.
Tetapi keramik? Makanya, sebagai
arsitek aku dituntut untuk mendesain pola lantai dengan keramik2 bekas (
bekas bongkaran yang masih utuh tetapi sudah dibersihkan seperti baru
atau sisa pembangunan yang tidak ada lagi type nya di pasaran, atau
keramik2 sisa stok yang tidak diproduksi lagi ). Kadang2 aku merubah
desainku karena ( misalnya ) keramiknya sama sekali tidak dijual lagi.
Di desain sambil mencari material. Corat coret di kertas gambarku,
setelah keluar masuk lapak PKL, sambil duduk di trotoar sempit pinggir
jalan, untuk mencari2 material bekas dalam sebuah desain rumah
sederhana, murah tetapi cukup berkuaitas sesuai dengan budget …..
Kenangan masa lalu itu menyeruak
ingatanku ketika aku mendapatkan ide untuk sebuah konsep cluster2
pedagang2 bangunan dan material baru atau bekas, untuk tidak mengganggu
lingkungan sekitarnya.
***
Pasar Rumput adalah lokasi yang cukup stategis. Berada di ujung jalan
Saharjo dan ujung daerah Menteng. Berada di tengah2 pemukiman menengah
serta berada di jalan besar, jalan Sultan Agung. Pasar ini sebenarnya
benar2 pasar trandisional dengan PKL2 nya yang selalu setia menempel
dari sebuah pasar dimanapun berada.
Tetapi seperti Tanah Abang, PKL nya
lah yang justru lebih diminati oleh konsumen karena berada lebih depan
dari pasar dan biasanya ‘isi’ pasar sudah ada di PKL nya. Tetapi tidak
demikian dengan PKL Pasar Rumput!
PKL2 di Pasar Rumput itu berbeda. Tidak
‘mengeluarkan isi’ pasarnya, tetapi berdagang banyak material bekas. Ada
material2 utilities sebuah bangunan, sepeda2 bekas, kursi roda bekas,
tetapi juga banyak diantara mereka berdagang barang2 baru seperti baju,
sepatu dan fisilitas2nya. Harganya sangat ‘miring’, dengan kondisi
standrd dan penampilan fisiknya cukup baik.
Dan ini sudah ada di jaman
aku masih kecil, tahun 1970-an. Cukup membantu konsumen untuk mencari
barang bekas tetapi masih bagus dan tidak memalukan jika digunakan,
selain memang kualitasnya cukup memadai.


Keramik bekas atau yang sudah tidak diproduksi lagi, dengan sanitari bekas
Tetapi ketika pemda sudah
memberi ‘lampu hijau’ untuk bisa berdagang lewat PKL nya di suatu
tempat, seketika itu juga daerah itu mulai beranjak LEBIH dari sebuah
pasar, seperti Tanah Abang. PKL2 menyeruak, sedikit demi
sedikit terus melebar sampai jalan yang seharusnya untuk lewat
kendaraan, semakin lama semakin sempit, dan PKL2 tersebut sanpai
menutupi toko2 atau kantor2 di belakangnya, bersebelahan dari pasar
tersebut.
Tidak mengherankan, jalanan tersebut macet, karena sempit,
keluar masuk mobil berhenti untuk mencari dan membeli barang, atau untuk
sekedar melihat2 saja …..

Pedagang sepeda bukan hanya
berjualan di pinggir jalan besar saja, tetapi sudah menyeruak ke halaman
ruko! Bayangkan, betapa tidak nyamannya si empunya ruko dan konsumen
ruko ( kantor atau toko ) tersebut …..

Bahkan mereka berdagang di jembatan!
Sehingga pejalan kaki tidak mempunyai ruang untuk berjalan, kecuali
mereka turun ke badan jalan!

Kursi roda, kereta bayi dan peralatan utilities yang belum di’renovasi’, menumpuk di pinggir jalan …..
Di sepanjang jalan Sultan Agung memang
dipasang tanda P-strip dan S-strip yang artinya tidak boleh parkir
bahkan tidak boleh berhenti. Tetapi tahu kan? ‘Peraturan dibuat untuk dilanggar!’ Ckckckckck …..
Dan ini sudah menjadi pemandangan umum
bagi warga Jakarta di tengah2 pedagang2 di Pasar Rumput. Bahkan
sekarang, PKL2 barang bekas Pasar Rumput semakin meluas. Dari Pasar
Rumput belok ke jalan Minangkabau lalu ke jalan Saharjo, banyak sekali
PKL2 barang2 bekas perkantoran, seperti lemari2 kantor, lemari2 besi,
kursi2 keren direktur berwarna warni.
Dan tidak banyak yang tahu jika
kantor2 kecil membeli barang2 ini di Pasar Rumput secara mereka sangat
berdedikasi untuk membersihkan dan merenovasi menjadi seperti baru!
Karena semuanya adalah barang2 bekas!


Pedagang baran2 perkantoran dan
rumah di sepanjang jalan Saharjo, ‘perluasan’ PKL Pasar Rumput. Tetap
tidak peduli dengan pejalan kaki ……
Cara apa yang bisa membuat mereka bisa
merenovasi peralatan utilities menjadi seperti baru? Aku pernah
bertanya2 kepada mereka. Jawabnya hanya “dibersihkan” tapi cairan kimia
apa yang digunakan? Tidak dijawab. Aku perhatikan cairan itu berada di
botol2 tanpa merek. Untuk membersihkan sebuah closet yang baru datang
dari bongkaran bangunan, hanya memakan waktu beberapa saat saja.
Dari
lubang closet dan sekitarnya, selalu disiram dan sedikit direndam oleh
anti septik. Dan taaarrraaaa ….. jadilah sebuah closet ‘baru!’ Peralatan
di dalamnya, diganti dengan peralatan2 baru karena sudah rusak atau
tidak bisa diperbaiki, biasanya katanya beli dari merek si closet itu.
Hasil kerja mereka? Cukup baik dan barang2 bekas mereka bisa dijual
dengan harga lumayan bagus.

Sanitari dari pedagang atau
‘penadah’ material konstruksi bekas, sedang membersihkan. Dengan air dan
cairan kimia serta sabun dan anti-septik. Apakah ada yang terpikir bawa
air limbah ini langsung masuk ke saluran air atau got di bawah jalan
ini???
Itu dulu! Cerita membersihkan closet
bekas ini cerita sekitar belasan tahun lalu. Bagaimana dengan sekarang?
Kupikir tidak berbeda jauh.
Permasalahannya adalah apakah ada yang sadar,
1. Berapa banyak cairan kimia yang masuk ke got2 dan saluran bawah tanah?
2. Berapa banyak cairan kimia akhirnya masuk ke laut, secara saluran2 itu semuanya akan bermuara ke laut?
3. Dan berapa besar kerusakan lingkungan yang terjadi gara2 ‘closet bekas’ tersebut?
Bisnis ini memang ada dan sudah menjadi ‘urat nadi’ dalam bisnis konstruksi, walaupun hanya bisnis barang bekas, apakah tidak ada yang berpikir dan tidak ada yang sadar bahwa bisnis ini harus ada analisa dampak lingkungannya ( AMDAL ), seperti
yang aku katakan diatas?
Aku yakin, jangankan bisnis ini ada AMDAL nya (
Analisa Dampak Lingkungan ), ijin PKL nya pun belum tentu ada, karena
mereka menutupi ruko2 di belakanganya, dan membuat jalanan macet di
depannya karena calon pembeli memberhentikan mobilnya didepan PKL
tersebut! Pastilah semua tidak ada AMDAL nya, berarti lingkungan Jakarta BERTAMBAH TERCEMAR oleh bisnis barang bekas, yang mungkin banyak orang tidak sadar ( atau tidak peduli? ).
Sekarang, apakah kita terus tidak peduli
tentang lingkungan alam Jakarta? Kasihan sekali Laut Jawa. Sudah adanya
reklamasi, limbah2 pabrik2 besar tanpa AMDAL, juga limbah2 cairan kimia
barang bekas yang pastinya juga tanpa AMDAL! Belum lagi warga yang
membuang sampah langsung ke sungai dan laut!
Dan kasihan sekali kota
kita Jakarta! Tidak ada yang ‘peduli’ dengan keadaannya, khususnya
lingkungannya …..
Artikel yang berikutnya, aku ingin
mencoba untuk menganalisa secara lingkungan, arsitektural serta konsep
perkotaan untuk PKL2 di Pasar Rumput. Semoga berkenan …..


Tentang Saya:

Christie Damayanti. Just a stroke survivor and cancer survivor, architect, 'urban and city planner', traveller, also as Jesus's belonging. Follow me on Twitter
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Responses to ““Closet Bekas? Ih, Jijik!””
Posting Komentar