Home
» Jakarta
» Pak Jokowi, Bagaimana dengan Lapak Material di Pinggir Jalan? Hampir Sama, kan Dengan PKL?
Kamis, 22 Agustus 2013
Pak Jokowi, Bagaimana dengan Lapak Material di Pinggir Jalan? Hampir Sama, kan Dengan PKL?
Kamis, 22 Agustus 2013 by Christie Damayanti
By Christie Damayanti

borongbangunantua.blogspot.com
Pedagang kaki lima atau PKL sekarang
sudah banyak yang di gusur, tetapi oleh Gubernur DKI bapak Jokowi, PKL
ini justru menurutku mendapatkan tempat yang lebih layak dalam
berjualan. Dengan memberikan tempat2 strategis, serta gerobak2 cukup
cantik untuk mereka, menjadikan PKL semakin bisa peduli bukan hanya
untuk dirinya sendiri, tetapi peduli dengan lingkungannya. Dan aku
sangat yakin, lambat laun PKL yang belum mendapatkan tempat yang layak,
pak Jokowi akan memikirkan mereka untuk kehidupan yang lebih baik.
Lalu bagaimana dengan ‘komunitaspedagang
Madura?’. Bukan aku ingin ‘memperkuat’ etnis Madura di Jakarta, tetapi
utru lebih kepada apresiasi untuk mereka bahwa orang2 dari Madura sangat
’struggle’ dan berjuang untuk mencari uang di Jakarta demi masa
depannya. ‘Orang2 Madura’ disini merupakan sebuah komunitas yang lebih
banyak bergerak di bidang bongkaran konstruksi serta jual-beli material
bekas juga dalam bidang konstruksi.
Mereka sendiri yang menamakan ‘orang
Madura’, jika berhubungan dengan jual beli dan pembongkaran konstruksi,
bukan hanya membongkar rumah2 saja, tetapi juga gedung2 tinggi.
“Jual saja ke ‘orang Madura’,
sekalian pembongkarannya, kita tinggal ongkang2 kaki saja jika kita mau
membongkar rumah kita! Bukan kita keluar uang, mungkin malah kita
mendapatkan uang dari sisa2 material rumah kita! Coba deh!”

dokumentasi Rizal - detikcom
Biasanya banyak di gantung di batang2 pohon …..
Begitu kita2 dari kita, sesuai dengan pekerjaan kita sehari2 yang selalu berkutat dengan konstruksi.


Contoh sisa2 limbah bangunan,
yakinkah kita dengan adanya kepedulian ‘mereka’ untuk mengatur atau
merapihkan serta membuangnya di tempat2 khusus pembuangan limbah2
seperti ini, jika benar2 tidak terpakai lagi?
Sebenarnya, bukan orang2 Madura saja
yang menjalani bisnis ini, tetapi memang lebih banyak etnis ini. Banyak
juga orang2 dari Jawa dan suku Batak menjalani perejaan ini. Mereka
menerima bongkaran rumah, bahkan gedung2 tinggi. Tidak main2 lho! Jika
mereka bisa menyewa peralatan besar untuk membongkar bangunan besar
secara profesional, walau mereka semua berawal dari bawah. Dan sisa2
bongkaran bangunan itu yang diambil oleh mereka, seperti besi2 beton,
kusen2, sanitay bahkan puing2, dijual dengan harga ‘miring’.
Kadang2 mereka menemukan kusen2 tua dari
kayu Jati yang belum dimakan rayap, dan itu bisa dijual dengan harga
tinggi ke konsumen walau masih dibawah harga pasaran dari toko.
Jika kita tahu tentang harga pasar
dan kita memang berkecimpung dengan dunia konstruksi, kita harus
bernegosiasi. Aku tahu benar material2 berkualitas walau sudah tua, jadi
jika aku harus meminta bantuan dengan mereka, aku selalu menyisir
dengan mendata mareial2 itu, bersama2 dengan mereka, berhitung dengan
jasa dan material2 tersebut untuk ‘berapa yang bisa kita dapatkan’.
Jadi, kadang2, jika aku menemukan
material berkualitas dalam pembongkaran sebuah bangunan dan si empunyai
bangunan itu sudah memasrahkan material itu untukku, aku cepat2 mendata
dan berhitung, berpa yang aku bisa dapatkan dan berapa yang harus minta
bantuan dengan ‘orang Madura’ untuk membongkar bangunan tersebut dan
yang mana yang mereka dapatkan! Dan seringkali, aku justru mendapatka
uang dari hasil pembongkaran tersebut, dan kadang2 tidak tanggung2 bisa
sampai belasan juta jika bangunan itu cukup besar!
***
Bagaimana mereka memasarkan sisa2
bongkaran tersebut? Selain ‘getok tular’ dengan sesama pedagang atau
dengan kontraktor, mereka seringkali membuka ‘lapak’ di pinggi jalan
atau di tempat2 strategis dekat dengan sebuah pembangunan. Dan jika
material2 tersebut yang sudah diperbaiki smpai bisa seperti baru
kembali, mereka justru benar2 membuat baru untuk kusen2 pintu dan
jendela atau daun pintu dan jendelanya. Sehingga lapak mereka semakin
lama semakin berkembang, secara pertumbuhan pembangunan
Jakarta sangat
cepat ……
Nah, sekarang bagaimana lapak2 mereka?
Secara mereka juga menempati banyak ‘tanah negara’ atau tanah2 orang
lain. Mereka banyak berada di sepanjang jalan I Gusti Ngurah Rai dari
Mall Citra klender sampai Penggilingan, di jalan klender nya sendiri,
sampai Pulo Gadung, atau di jalan Perintis Kemerdekaan serta sekitar
Bukit Duri. Di daerah2 lainnya bukan tidak ada lapak Madura, tetapi ini
yang cukup besar di wilayah Jakarta dan jika kita mencari mereka,
kesanalah …..


Beberapa lapak material di Jakarta
Timur, juga bertumbuh fasilitas2 mereka : bengkel, bensin serta service
elektronik sederhana …..
Ketika sebuah developer ingin membangun
sbuah bidang tanah di jalan I Gusti Ngurah Rai, developer itu harus
bernegosiasi dengan ‘pemilik’ lapak2 tersebut, secara mereka tidak mau
pindah sampai polisi2 dikerahkan. Sama ketika pak Jokowi meminta pindah
PKL2 di Tanah Abang, mereka tidak sadar bahwa tempat mereka untuk
berjualan itu bukan milik mereka. Tempat itu milik bersama, sesama warga
Jakarta …..


Jalan ini seharusnya disuguhi dengan
bangunan2 yang sesuai dengan peruntukkannya. Developer ini sudah bisa
meminta lapak2 Madura disana untuk membongkar lapaknya, entah kemana
sehingga bidang tanah itu di pagar beton dan siap dibangun sesuai dengan
peruntukkannya.
Ya, seharusnya lapak2 itu tidak ada
disini, tetapi memang menurutku warga kota Jakarta semakin banyak ( juga
berhubungan dengan aeus urbanisasi ), dan persaingan untuk mendapatkan
penghidupan yang layak tidak gampang …..
Bukan juga aku seperti ‘kejam’ kepada
mereka, tetapi pada kenyataannya, limbah mereka tidak dibersihkan.
Mereka banyak membuang limbah mereka ke pelataran dibelakangnya sampai
bertumpuk dan menimbulkan pengrusakan lingkungan (
limbah mereka bukan sampah yang bau, tetapi sisa2 bongkaran2 seperti
kayu2 lapuk, keramik2 pecah, dan banyak yang sudah menjadi puing yang
belum terjual ).
Bahkan mereka membuang juga ke sungai2 atau got2
kering! Padahal got2 itu walau keering, sudah diperhitungkan menjadi
saluran air jika hujan tetapi begitu hujan dan got itu tidak
dibersihkan, semuanya menjadi banjir …..

Coba lihat foto diatas. Ada lapak
material, dengan kayu2 untuk bahan baku kusen, reng atau kaso dan
gording. Kayu2 itu pasti di serut untuk mendapatkan hasil yang baik,
untuk dijual. Limbahnya kemana? Yakinkah kita bhwa si penyerut atau si
empunya lapak ini membuang limbahnya ke plastik dan dibuang ke truk2
pengangkut sampah?
TIDAK!
Lihat lagi foto dengan lebih
seksama. Saluran air sudah tertutup beton untuk bisa bekerja diatasnya
atau untuk memarkir mobil bila ada pembeli. Yakinkah kita untuk tidak
ada serbuk gergaji atau sisa serutan tidak masuk ke got2 saluran air d
bawah beton ini?
TIDAK!
Dan dengan got2 yang tertutup,
seakan2 daerah itu baik2 saja, tetapi kita tidak tahu keadaannya
dibawahnya. Satu lagi, yakinkah kita bahwa mereka selalu memmelihara
saluran air dibawahnya? Dengan tidak adanya bukaan2 untuk pemeliharaan
pada ‘bak kontrol’, aku
TIDAK YAKIN mereka melakukan pembersihan dengan periodik!
Yang jelas, untuk membangun bsnis seperti ini ( atau bisnis apapun ), seharusnya
mempunyai ijin2 ( biasanya perusahaan2 besar bisnis seperti ini, ada
workshop khusus untuk memproduksi kusen atau yang lain dan dijual di
toko2 ) dan ada analisa dampak lingkungannya, yang sekarang ini
sepertinya tidak ada yang peduli dengan kemungkinan2 alam dan lingkungan
‘menolaknya’ ……
Tahun 2007 ( lihat tulisanku Trauma Banjir 2007, Akan Adakah Banjir Besar tahun 2012? )
ketika aku tinggal di depan Kantor Waikota Jakarta Timur, kompleks itu
banjir besar! Aku sangat bingung, aa yang terjadi karena sebelum membeli
rumah itu aku sudah survey kompleks itu dan infra-struktunya cukup
bagus dengan saluran air yang cukup memadahi, dan yang jelas di
sekitarnya tidak ada sungai, sehingga jika banjir adalah bukan luapan
sungai tetapi benar2 dari air hujan itu sendiri.
Mengapa banjir?
Ternyata ketika kita telusuri penyebab
banjir adalah bertumpuk2 limbah konstruksi di gorong2 kering, yang
memang berada di sekitar kompleks tersebut, sehingga air tidak dapat
mengalir ketika hujan lebat!
Astaga!
Setelah itu, kami
1 kompleks bersama ke Kantor Walikota Jakarta Timur untuk minta
‘mereka’ membuang sampah2 limbah tersebut, dan mereka dominta berjanji
untuk tidak pernah membuang sampah2 di gorong2!
Setelah itu juga, aku mulai
men-survey tempat2 strategis bagi pedagang Madura untuk membuang limbah2
mereka, dan pada kenyataannya banyak tumpukan2 limbah material yang
sangat merusak lingkungan, bisa menyebabkan banjir serta tempat
berkembangnya nyamuk2 yang dapat menyebabkan BDB atau penyakit2 lainnya
…..
Apapun namanya, tempat berjualan ilegal,
lapak2 Madura atau PKL2 di Jakarta itu akan mengganggu kehidupan sosial
bermasyarakat sebagai warga kota.
Jika PKL mulai
dibersihkan dan bisa dipindahkan ke tempat2 yang lebih layak dan baik,
begitupun lapak2 Madura serta tempat2 berjualan ilegal yang bisa membuat
banyak permalahan, WALAUPUN mungkin kita belum sadar akan akibatnya.
Yang jelas, semua aturan ada dasar dan tujuannya, dan seyogyanya tidak
dilanggar!
Pak Jokowi, jika masalah diatas memang
DIANGGAP ‘belum bermasalah’, mungkin bisa mulai dipikirkan untuk mencari
tempat bagi lapak2 Madura di tempat2 yang lebih baik …..


Tentang Saya:

Christie Damayanti. Just a stroke survivor and cancer survivor, architect, 'urban and city planner', traveller, also as Jesus's belonging. Follow me on Twitter
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Responses to “Pak Jokowi, Bagaimana dengan Lapak Material di Pinggir Jalan? Hampir Sama, kan Dengan PKL?”
Posting Komentar