Kamis, 12 April 2012

‘Generasi Gadget’ : Sanggupkah Kita Mengikutinya ?





By Christie Damayanti
13342152571648972572
pyred.com
Anak2 kita sekarang, termasuk anak2ku, memang ada di dunia globalisasi. Dunia sekarang dilingkupi dengan teknologi, hampir semua lini., dan kita tidak bisa membendungnya. Mereka benar2 ‘tersihir’ dengan semua yang serba mudah, serba menyangkan dan serba menarik. Tinggal memencet tombol di gadget, dunia sudah terbentang luas dihadapannya ……

Dan anak2 kita sudah dan sangat sadar dengan hal tersebut. Mereka adalah anak2 masa depan. Mereka dengan gampangnya memencet tombol ‘klik’, dan apa yang mereka inginkan, ada di hadapannya, dan merek tinggal ‘menodong’ ( biasanya berupa materi atau informasi2 ) orang tuanya untuk apa yang mereka butuhkan, atau yang mereka inginkan …..

Disamping hal-hal yang positif, penggunaan gadget dalam gaya hidup masyarakat globalisasi ini, ternyata bisa menyusahkan diri sendiri, jika kita tidak pandai2 ‘mengakalinya’. Karena, terlihat bahwa semua gadget adalah buatan manusia dan buatan manusia sangat tidak sempurna. Tetapi, buatan Tuhanlah yang sempurna. Gadget akan ‘terkalahkan’ dengan buatan Tuhan …..

Generasi anak2 kita, disebut ‘e-Generation’ ( lihat tulisanku ‘e-Generation’: Tetap Harus Bisa Melihat Kesempurnaan Tuhan dalam Penciptaan-Nya ),menunjukkan ciri2 yang ‘khusus’ dan mempunyai kemampuan tinggi dalam mengakses informasi serta mengakomodasi kesempatan, sehingga mereka selalu mengembangkan dirinya dengan sangat cepat, bahkan bisa saja generasi ini menjadi sangat tanggap dalam ‘mengelola dunia’. Dalam arti, permasalahan mereka dengan mudah terakses lewat internet, TANPA lingkungan ( orang tua ) tahu, sehingga mereka membentuk ‘gap’ dengan lingkungannya, dan tiba2 mereka dengan berani ‘muncul’ di banyak kesempatan ….. Mereka mengandalkan teknologi untuk berkomunikasi, bermain, bersosialisasi serta berinteraksi …..

Sebagai contoh misalnya, ketika anakku yang besar, Dennis, masih duduk di bangku TK ( bayangkan, bangku TK, bukan SD atau SMP ! ), di sekolah bahasa Inggrisnya ( aku menyekolahkan bahasa Inggris di English First ), memang belajar bahasa Inggris sambil bermain, dengan ‘native speaker’ dari Oxford. Dennis diajarkan membuka laptop, berinteraksi dengan si guru di depannya. Dia diajarkan membuka email dengan teman2 si guru di Oxford, untuk berinteraksi dalam bahasa Inggris, diajarkan membuka web EF dan diajarkan juga untuk berinteraksi dengan banyak hal serta mencari gambar2 untuk tugas2nya …..

Waktu itu, sekitar tahun 2000 - 2001. Aku sedang tidak bekerja ( tetapi aku tetap mengajar di sebuah kampus besar di Jakarta ), karena full time menjaga anakku ke-2 yang bermasalah, sehingga aku bisa dan sempat untuk terus menemani Dennis berkegiatan. Aku tidak terlalu tahu tugas2nya. Kupikir,

“Ahhhh, tugas apa sih? Mungkin hanya permainan2, menggambar atau mewarnai”,sehingga aku hanya tersenyum, ketika Dennis mengatakan bahwa tugasnya menyenangkan sekali!

Ketika si guru keluar dari ruang praktikumnya ( ruang yang penuh dengan anak2 belajar bahasa Inggris dengan laptop ), dia tersenyum melihatku. Katanya, bahwa Dennis sangat agresif membantu temannya setelah tugasnya selesai. Aku terpengarah, apa sih yang terjadi? Si guru tersenyum2 sendiri, ketika dia mempersilahkan aku masuk ke ruang tersebut, dan melihat Dennis, anakku yang baru duduk di bangku TK, ‘cuap2′ bahasa Inggris ( yang masih belepotan, tentu ! ), bergaya mengajarkan teman2nya, ketika tugasnya sudah selesai! Tugas apa? Mereka diminta untuk mencari gambar2 binatang, sesuai dengan namanya dalam bahas Ingrris, mencari dari internet, di print, digunting dan di temple sebagai tugasnya!

Astagaaaaaaa …….

Aku terbengong2 beberapa kali! Dia sudah tahu nama binatang2 dalam bahasa Inggris, dan dia bisa mencari gambar / foto binatang2 itu lewat internet, meng-print, menggunting dan menempelnya! Ckckckckck ….. aku benar2 kagum melihatnya! 

Tahun 2000-an, bahkan kalau tidak salah, belum banyak berhadapan dengan gadget, laptop, printer dan sebagainya. Seingatku, juga mahasiswa2ku masih banyak yang tidak memakai computer untuk tugasnya. Tetapi, Dennis, sebagai ‘anak masa depan’, dan masih duduk di bangku TK, sudah lancar menggunakan salah satu gadget canggih ( memang masih terbatas ) …..

Lain lagi dengan Dennis yang sekarang duduk di bangku SMA kelas 1. Guru2nya, memberikan tugasnya bisa mendadak melalui email dengan soal2 yang harus dicari lewat internet, atau di download. Dan bisa jadi, tugas tersebut tidak harus di print tetapi dikirim juga melalui email. Jadi, sepertinya dia harus selalu memantau emailnya untuk menerima tugas baru dari guru2nya dan sepertinya juga, catatan agenda yang dulu adalah ‘buku saku’ buat kita, terabaikan …..

Belum lagi tenang pengalaman dengan handphone, sewaktu pertama kali kami punya ( sekitar tahun 1995 ), dengan anak2 yang sudah tahu bahwa, ‘dengan handphone, kita bisa berhubungan dengan banyak orang’, menjadikan anak2 sangat agresif ketika bunyi handphone berdering di depannya …..

Ya, mereka dikenalkan dengan teknologi di saat usia mereka masih sangat muda …..

Generasi ini mengandalkan gadget untuk berkomunikasi, seperti yang aku sudah tuliskan diatas. Disamping dampak positifnya, ketergantungan yang berlebihan terhadap semua gadget dan teknologi canggih, secara otomatis pasti akan membawa dampak negatif bagi mereka. 

Mereka akan cenderung bersikap sangat egois, individualis, cenderung selalu menginginkan yang serba cepat, serba instan dan serba mudah, mereka akan lebih tidak sabaran, serta komunikasi secara verbal sangat berkurang. Yang jelas, mungkin saja mereka tidak akan menghargai sebuah PROSES …… bahwa proses untuk mencapai sesuatu itu sangatlah penting, melebihi dari hasil itu sendiri ……

Anak2 sekarang, mungkin ( dan hampir pasti benar adanya ) intelektualitasnya berkembang dengan sangat baik, tetapi kecerdasan emosionalnya menjadi tumpul. Hampir dipastikan, mereka akan tidak pernah ‘berbicara’ jika berhadapan dengan temannya, tetapi ‘tersenyum’ jika berhadapan dengan gadgetnya, apapun bentuknya ……

Hmmmmm, aku sudah melalui masa2 dimana anak2ku menjadi ‘tumpul’ dalam menghadapi aku dan sekelilingnya, ketika mereka lebih memilih duduk menyepi dengan gadgetnya, dibanding berjalan2 di mall atau berbelanja yang mereka butuhkan ( bukan berbelanja yang aku butuhkan, lho! ). Mereka meminta aku berbelanja yang mereka butuhkan, sementara aku sudah tidak bisa memilihkan modrl baju yang mereka inginkan, kecuali mereka ikut dan mencari sendiri, model baju apa yang mereka suka …..

Ketika anak2ku mulai sedikit besar, akhir umur2 SD ( dan sampai sekarang ), aku menerapkan beberapa metode untuk anak2ku memakai gadget dengan bijaksana :

1.       Aku ‘belajar’ dengan cepat untuk menyeimbangkan pengetahuan anak2ku tentang gadget. Aku benar2 sering membuka laptop, membuka2 internet ( mulai sekitar tahun 2005 ), ketika aku sedang gencar2nya deadline proyek2ku ), untuk tahu, bagaimana sistimnya walau sangat sederhana. Tahun 2007, aku memang mulai berinteraksi dengan gencar melalui internet, ketika aku masuk ke FB, dan anak2ku mulai ‘menyukaiku’, seakan2 aku adalah ‘mama yang gaul’ …..

2.        Sejak kecilpun, aku sudah berpikir, bahwa anak2ku adalah generasi masa depan yang globalisasi adalah tujuannya. Dan aku ingin membekalinya dengan berbagai ketrampilan, salah satunya adalah seni ( gambar, lukis, menari ) dan musik. Aku haruskan mereka untuk mengambil kursus musik, minimal 1 alat musik saja, termasuk menyanyi, dan puji Tuhan mereka memang bisa melukukan lebih dari 1 alat musik sampai mereka di jadikan ‘panutan’ bagi teman2nya ( lihat tulisanku Kisah ‘Narsis’ Seorang Ibu: Bermusik sejak Dini ) …..

3.       Aku selalu menumbuhkan kebersamaan dengan anak2ku. Sebelum sakit, aku berusaha semampuku untuk terus ‘mengumpulkan’ anak2ku dan bercengkerama bersama, TANPA gadget! Dulu, Sabtu dan Minggu, sebisanya aku ada dengan anak2ku, bermain di taman, naik sepeda, otopet atau vigorboard, lalu makan bersama. Mereka terlihat senang, dan mengganggap, mamanya gaul banget, ketika banyak teman2nya tidak pernah ‘bergaul’ erat seperti eratnya aku dengan anak2ku …..
Mungkin caraku untuk mempererat hubungan antara ibu dan anak kurang atau belum tepat, mungkin ada banyak cara lagi, dibanding dengan sahabat semua. Tetapi apapun itu, yang jelas, anak2 kita adalah anak2 generasi gadget. Tetapi walaupun demikian, anak2 kita adalah tetap anak2 titipan Tuhan. Dan Tuhan sudah menciptakan alam ini dengan sangat indah, mengapa anak2 kita tidak bisa ‘melihat dan mengaprisiasi keluar-biasaan Tuhan?’

Mereka harus ‘melihat’ dunia ….. jangan terus memandangi gadgetnya, bukan?

Salamku …..



Tags: ,

0 Responses to “ ‘Generasi Gadget’ : Sanggupkah Kita Mengikutinya ?”

Posting Komentar

Subscribe

Berlangganan Artikel Saya

© 2013 Christie Damayanti. All rights reserved.
Designed by SpicyTricks