Kamis, 24 Juli 2014

Dunia Prostitusi ‘De Wallen’ Amsterdam, yang Sebenarnya….



By Christie Damayanti

1406170627910427336
www.huffingtonpost.com

Sebelumnya:

***

Di tulisanku tentang ‘Prostitusi Legal?’ Buatku Sangat Menjijikan! , sudah jelas bahwa Red Light District merupakan saah satu wisata dunia mengenai prostitusi. Holland ada salah satu negara yang meng-ilegal-kan prostitusi, entah apa sebabnya. Aku tidak akan mencari tahu dan tidak akan mendebatnya. Karena seperti itulah adanya…..

Tetapi ketika kami bertiga, aku dan dua anakku, berada di lingkungan itu, mau tidak mau aku harus menjelaskan tentang ‘wisata prostitusi’ di sana walau anak-anakku sudah beranjak dewasa.

***
Sebagian besar wisatawan dunia telah mendengar tentang Red Light District di Amsterdam ini, juga sebelum kunjungan mereka. Pasti mereka sudah mempunyai banyak imajinasi tentang ini. Sebuah ‘dunia’ prostitusi ilegal, yang benar-benar terbuka! Pasti si hidung belang dunia sudah merencanakan banyak hal untuk berwisata di sana!

14061739171863453641
De Wallen di siang hari, seperti pemukiman biasa

Pasti, banyak sekali imajinasi mereka, tentang banyak toko seks, museum seks dan pelacur di ‘aquarium’ dan jendela merah menyala. Wowooowww … Itu juga yang aku pikirkan, ketika beberapa tahun lalu pertama kali aku menginjakkan kakiku di De Wallen. Tetapi apa yang ada di sana?

14061762681674673997

*seharusnya ada gambar map De Wellen, tetapi tidak bis upload lewat dashboard, entah karena apa :(


De Wellen, berada di tengah-tengah Kota Amsterdam. Sangat strategis.

Mari kita bersikap jujur. Prostitusi telah menikmati tradisi panjang toleransi di Amsterdam. Keselamatan adalah kunci di sini. Selain mencegah prostitusi paksa, tujuannya adalah pendekatan terbuka dan jujur. Bukan hanya kepada warga Negara dewasa saja, tetapi juga warga remaja dan anak-anak. Menurut mereka, semuanya harus terungkap dan jujur untuk kehidupan yang terbuka.

*Menurutku, agak aneh dan tidak sesuai dengan akal sehatku.

Kenyataan itu awalnya sangat pahit! Di mana sebagian besar dari mereka benar-benar bergantung kepada Tuhan dan beragama dengan tekun, ‘dipaksa’ melihat kota mereka menjadi tempat prostitusi ilegal! Pasti sangat pahit!

*Aku tidak menemukan referensi, kapan Red Light Distict di Amsterdam dibuka atau dilegal kan. Tetapi aku yakin, itu sudah lama sekali, karena sejak jaman SMP aku ingat sekali, pernah baca tentang ini di sebuah majalah turis di pesawat.

Pekerja seks (baik perempuan dan lelaki yang minoritas) di sini memiliki serikat mereka sendiri, banyak perlindungan polisi, pusat informasi (bagi pengunjung juga), sering pemantauan dan pengujian dan standar profesional. Pekerja seks memiliki ijin dan seperti pekerja-pekerja yang lain.

1406172783449488347
1406173375781436169
‘Aquarium’ penjaja sex dan sex-shop, yang berjajar di daerah ini.

Pusat Kota Amsterdam memiliki citra romantis. Dan De Wallen benar-benar di pusat Kota Amsterdam. Namun di balik itu, ada yang sangat menarik dan tidak konvensional, ‘anything goes’ menjadikan ciri citra pusat kota mengintai realitas yang berbeda.

Pada kenyataan bahwa banyak terdiri dari pekerja-pekerja seks muda sampai yang tua, juga dari perdagangan seks, pelacuran paksa. Ini adalah sesuatu yang kota dan departemen kehakiman berjuang melawan mafia pedagang-pedagang seks illegal!  Tetap juga pemaksaan seks bagi remaja-remaja di bawah umur, menjadi pekerja-pekerja seks illegal karena memang masih di bawah umur. Digelandang untuk masuk ke dalam ‘aquarium’ dan dipaksa untuk melayani lelaki hidung belang.

Suami adalah ’sesuatu’. Dan ternyata juga, banyak pekerja-pekerja seks tersebut mempunyai suami! Untuk banyak orang, itu sama sekali tidak masuk akal sehat! Bagaimana mungkin? Seorang suami melepaskan istrinya untuk menjadi pekerja seks? Bagaimana mungkin sebuah keluarga melepaskan anggota keluarganya sebagai pekerja seks?

Tetapi, sekali lagi itulah kenyataannya. Bersama dengan penduduk setempat, pemilik bisnis dan investor, pekerja seks mempunyai kariernya sendiri, dan dewan Kota Amsterdam, bekerja untuk memperkuat karakter unik daerah dan merangsang untuk meng-upgrade perekonomian daerah itu dan masing-masing pekerja dan keluarganya.

Mengunjungi Red Light District, wilayah ini ramai dengan pengunjung dan kelompok wisatawan. Cara terbaik untuk melakukan perjalanan pada pasangan atau dalam kelompok, seperti daerah juga menarik beberapa karakter tersendiri. Kami memang membawa PETA, tetapi dengan Arie Zonjee, justru aku lebih merasakan sensasi tersendiri, ketika kami melewati dan berputar-putar di De Wallen.

Ada aturan-aturan tertentu untuk memastikan keamanan pekerja seks dan pengunjung ke Red Light District. Salah satunya, dilarang untuk mengambil foto dari perempuan-perempuan itu, dan ini sangat ketat. Makanya, aku tidak memiliki foto-foto tentang mereka.

Meskipun ada CCTV 24 jam di banyak titik, bukan hanya untuk kekerasan saja tetapi ternyata di sana pun banyak pencopet!

Hahaha… kemarin sih aku ke sana siang hari, di mana suasananya tidak seseram suasana malam hari. Tapi aku pernah ke sana malam-malam. Di mana banyak sekali wisatawan dan pengunjung local, berbaur jadi satu. Seperti di pasar malam, di beberapa titik akan berkerumun karena pekerja-pekerja seks itu lebih cantik dari di titik-titik yang lain. Atau juga karena sebuah café menawarkan tarian erotis di udara terbuka! Dan itulah pencopet-pencopet merajainya.

Tour-guide selalu memperingkatkannya. Tetapi apa mau dikata? Seks lebih menawarkan kesenangan daripada menjaga dompet. Akhirnya, banyak wisatawan yang kehilangan passport atau uang mereka, dijasak pencopet.

Mereka cenderung untuk menargetkan wisatawan karena biasanya wisatawan belum mengenal ‘medan’ dan cenderung tidak terlalu peka sehingga mengawasi barang-barang kita menjadi lengah. Seharusnyalah, kita meninggalkan barang berharga di tempat yang aman di hotel.

Pagi hari, semua pekerja seks biasanya tidur sampai menjelang malam harinya, tetapi keluarga mereka tetap harus bekerja (yang bukan pekerja seks), sehingga memang daerah De Wallen ini di siang haris menjadi pemukiman biasa kembali. Anak-anak bersepeda berangkat ke sekolah, dan ibu-ibu bersepeda mengajak si kecil yang belum bersekolah, berjalan-jalan. Mereka tetap menghormati lingkungan mereka dan tidak mengganggu lingkungan yang lain.

De Wallen, juga dikenal sebagai ‘Buurt Rosse’ untuk Amsterdammers dan Red Light District dan pengunjung sebenarnya adalah bagian tertua dari Amsterdam. Lingkungan penuh sesak toko-toko menarik, pub, restoran yang fantastis, bersandar rumah runcing dan kanal kota yang menarik. Jangan lewatkan kehidupan di Nieuwmarkt, gothic Oude Kerk atau berjalan-jalan sepanjang pusat Amsterdam Chinatown, yang mengesankan!

Situs lain tidak ketinggalan di daerah ini berada di Oudezijds Armsteeg. Ada sebuah bangunan rumah yang indah yang sudah dipugar, menjadi ‘Delft Blue House’.

Ide bagus lainnya adalah untuk pergi bargain hunting untuk fashion di Red District de Cahaya. Jendela ‘aquarium’ beberapa mantan pelacur di De Wallen telah berubah menjadi ruang pameran dan studio untuk pakaian berbakat, sepatu dan desainer streetwear.

Tips untuk tour ke De Wallen ‘Red Light District’ Amsterdam:

Ada beberapa perusahaan tour city sight-seeing menawarkan, sekitar:
‘Red Light District’ Walking Tour - 25 Euro per-orang ( sekitar 412.00 per-orang )
‘Red Light’ Secret - 7 Euro per-orang ( sekitar 115.500 per-orang )

Cukup mahal, bahkan sangat mahal! Jika mau, berjalan-jalan saja sendiri saja, karena tidak susah koq dan mereka ‘welcome’ untuk wisatawan. Bawa peta, dan percaya diri saja. Mereka tidak akan mengganggu. Walau justru pengunjungnya yang sering bermasalah (misalnya, mabuk-mabukan,sehingga mengganggu ketenteraman pengunjung yang lain.

Petugas hotel kita biasanya akan memberi ‘warning’ awal. Jika hanya sendiri, dan kita tidak mempunyai kepercayaan diri yang tinggi, sebaiknya jangan pergi sendiri.

14061721581254328001

Tags:

0 Responses to “Dunia Prostitusi ‘De Wallen’ Amsterdam, yang Sebenarnya….”

Posting Komentar

Subscribe

Berlangganan Artikel Saya

© 2013 Christie Damayanti. All rights reserved.
Designed by SpicyTricks