Kamis, 24 Juli 2014
Dunia Prostitusi ‘De Wallen’ Amsterdam, yang Sebenarnya….
Kamis, 24 Juli 2014 by Christie Damayanti
By Christie Damayanti
Sebelumnya:
***
Di tulisanku tentang ‘Prostitusi Legal?’ Buatku Sangat Menjijikan! ,
sudah jelas bahwa Red Light District merupakan saah satu wisata dunia
mengenai prostitusi. Holland ada salah satu negara yang meng-ilegal-kan
prostitusi, entah apa sebabnya. Aku tidak akan mencari tahu dan tidak
akan mendebatnya. Karena seperti itulah adanya…..
Tetapi ketika kami bertiga, aku dan dua
anakku, berada di lingkungan itu, mau tidak mau aku harus menjelaskan
tentang ‘wisata prostitusi’ di sana walau anak-anakku sudah beranjak
dewasa.
***
Sebagian besar wisatawan dunia telah
mendengar tentang Red Light District di Amsterdam ini, juga sebelum
kunjungan mereka. Pasti mereka sudah mempunyai banyak imajinasi tentang
ini. Sebuah ‘dunia’ prostitusi ilegal, yang benar-benar terbuka! Pasti
si hidung belang dunia sudah merencanakan banyak hal untuk berwisata di
sana!
De Wallen di siang hari, seperti pemukiman biasa
Pasti, banyak sekali imajinasi mereka,
tentang banyak toko seks, museum seks dan pelacur di ‘aquarium’ dan
jendela merah menyala. Wowooowww … Itu juga yang aku pikirkan, ketika
beberapa tahun lalu pertama kali aku menginjakkan kakiku di De Wallen.
Tetapi apa yang ada di sana?
*seharusnya ada gambar map De Wellen, tetapi tidak bis upload lewat dashboard, entah karena apa :(
De Wellen, berada di tengah-tengah Kota Amsterdam. Sangat strategis.
Mari kita bersikap jujur. Prostitusi
telah menikmati tradisi panjang toleransi di Amsterdam. Keselamatan
adalah kunci di sini. Selain mencegah prostitusi paksa, tujuannya adalah
pendekatan terbuka dan jujur. Bukan hanya kepada warga Negara dewasa
saja, tetapi juga warga remaja dan anak-anak. Menurut mereka, semuanya
harus terungkap dan jujur untuk kehidupan yang terbuka.
*Menurutku, agak aneh dan tidak sesuai dengan akal sehatku.
Kenyataan itu awalnya sangat pahit! Di
mana sebagian besar dari mereka benar-benar bergantung kepada Tuhan dan
beragama dengan tekun, ‘dipaksa’ melihat kota mereka menjadi tempat
prostitusi ilegal! Pasti sangat pahit!
*Aku tidak menemukan referensi,
kapan Red Light Distict di Amsterdam dibuka atau dilegal kan. Tetapi aku
yakin, itu sudah lama sekali, karena sejak jaman SMP aku ingat sekali,
pernah baca tentang ini di sebuah majalah turis di pesawat.
Pekerja seks (baik perempuan dan lelaki
yang minoritas) di sini memiliki serikat mereka sendiri, banyak
perlindungan polisi, pusat informasi (bagi pengunjung juga), sering
pemantauan dan pengujian dan standar profesional. Pekerja seks memiliki
ijin dan seperti pekerja-pekerja yang lain.
‘Aquarium’ penjaja sex dan sex-shop, yang berjajar di daerah ini.
Pusat Kota Amsterdam memiliki citra
romantis. Dan De Wallen benar-benar di pusat Kota Amsterdam. Namun di
balik itu, ada yang sangat menarik dan tidak konvensional, ‘anything
goes’ menjadikan ciri citra pusat kota mengintai realitas yang berbeda.
Pada kenyataan bahwa banyak terdiri dari
pekerja-pekerja seks muda sampai yang tua, juga dari perdagangan seks,
pelacuran paksa. Ini adalah sesuatu yang kota dan departemen kehakiman
berjuang melawan mafia pedagang-pedagang seks illegal! Tetap juga
pemaksaan seks bagi remaja-remaja di bawah umur, menjadi pekerja-pekerja
seks illegal karena memang masih di bawah umur. Digelandang untuk masuk
ke dalam ‘aquarium’ dan dipaksa untuk melayani lelaki hidung belang.
Suami adalah ’sesuatu’. Dan ternyata
juga, banyak pekerja-pekerja seks tersebut mempunyai suami! Untuk banyak
orang, itu sama sekali tidak masuk akal sehat! Bagaimana mungkin?
Seorang suami melepaskan istrinya untuk menjadi pekerja seks? Bagaimana
mungkin sebuah keluarga melepaskan anggota keluarganya sebagai pekerja
seks?
Tetapi, sekali lagi itulah kenyataannya.
Bersama dengan penduduk setempat, pemilik bisnis dan investor, pekerja
seks mempunyai kariernya sendiri, dan dewan Kota Amsterdam, bekerja
untuk memperkuat karakter unik daerah dan merangsang untuk meng-upgrade
perekonomian daerah itu dan masing-masing pekerja dan keluarganya.
Mengunjungi Red Light District, wilayah
ini ramai dengan pengunjung dan kelompok wisatawan. Cara terbaik untuk
melakukan perjalanan pada pasangan atau dalam kelompok, seperti daerah
juga menarik beberapa karakter tersendiri. Kami memang membawa PETA,
tetapi dengan Arie Zonjee, justru aku lebih merasakan sensasi
tersendiri, ketika kami melewati dan berputar-putar di De Wallen.
Ada aturan-aturan tertentu untuk
memastikan keamanan pekerja seks dan pengunjung ke Red Light District.
Salah satunya, dilarang untuk mengambil foto dari perempuan-perempuan
itu, dan ini sangat ketat. Makanya, aku tidak memiliki foto-foto tentang
mereka.
Meskipun ada CCTV 24 jam di banyak titik, bukan hanya untuk kekerasan saja tetapi ternyata di sana pun banyak pencopet!
Hahaha… kemarin sih aku ke sana
siang hari, di mana suasananya tidak seseram suasana malam hari. Tapi
aku pernah ke sana malam-malam. Di mana banyak sekali wisatawan dan
pengunjung local, berbaur jadi satu. Seperti di pasar malam, di beberapa
titik akan berkerumun karena pekerja-pekerja seks itu lebih cantik dari
di titik-titik yang lain. Atau juga karena sebuah café menawarkan
tarian erotis di udara terbuka! Dan itulah pencopet-pencopet merajainya.
Tour-guide selalu
memperingkatkannya. Tetapi apa mau dikata? Seks lebih menawarkan
kesenangan daripada menjaga dompet. Akhirnya, banyak wisatawan yang
kehilangan passport atau uang mereka, dijasak pencopet.
Mereka cenderung untuk menargetkan
wisatawan karena biasanya wisatawan belum mengenal ‘medan’ dan cenderung
tidak terlalu peka sehingga mengawasi barang-barang kita menjadi
lengah. Seharusnyalah, kita meninggalkan barang berharga di tempat yang
aman di hotel.
Pagi hari, semua pekerja seks biasanya
tidur sampai menjelang malam harinya, tetapi keluarga mereka tetap harus
bekerja (yang bukan pekerja seks), sehingga memang daerah De Wallen ini
di siang haris menjadi pemukiman biasa kembali. Anak-anak bersepeda
berangkat ke sekolah, dan ibu-ibu bersepeda mengajak si kecil yang belum
bersekolah, berjalan-jalan. Mereka tetap menghormati lingkungan mereka
dan tidak mengganggu lingkungan yang lain.
De Wallen, juga dikenal sebagai ‘Buurt
Rosse’ untuk Amsterdammers dan Red Light District dan pengunjung
sebenarnya adalah bagian tertua dari Amsterdam. Lingkungan penuh sesak
toko-toko menarik, pub, restoran yang fantastis, bersandar rumah runcing
dan kanal kota yang menarik. Jangan lewatkan kehidupan di Nieuwmarkt,
gothic Oude Kerk atau berjalan-jalan sepanjang pusat Amsterdam
Chinatown, yang mengesankan!
Situs lain tidak ketinggalan di daerah
ini berada di Oudezijds Armsteeg. Ada sebuah bangunan rumah yang indah
yang sudah dipugar, menjadi ‘Delft Blue House’.
Ide bagus lainnya adalah untuk pergi
bargain hunting untuk fashion di Red District de Cahaya. Jendela
‘aquarium’ beberapa mantan pelacur di De Wallen telah berubah menjadi
ruang pameran dan studio untuk pakaian berbakat, sepatu dan desainer
streetwear.
Tips untuk tour ke De Wallen ‘Red Light District’ Amsterdam:
Ada beberapa perusahaan tour city sight-seeing menawarkan, sekitar:
‘Red Light District’ Walking Tour - 25 Euro per-orang ( sekitar 412.00 per-orang )
‘Red Light’ Secret - 7 Euro per-orang ( sekitar 115.500 per-orang )
Cukup mahal, bahkan sangat mahal!
Jika mau, berjalan-jalan saja sendiri saja, karena tidak susah koq dan
mereka ‘welcome’ untuk wisatawan. Bawa peta, dan percaya diri saja.
Mereka tidak akan mengganggu. Walau justru pengunjungnya yang sering
bermasalah (misalnya, mabuk-mabukan,sehingga mengganggu ketenteraman
pengunjung yang lain.
Petugas hotel kita biasanya akan memberi
‘warning’ awal. Jika hanya sendiri, dan kita tidak mempunyai
kepercayaan diri yang tinggi, sebaiknya jangan pergi sendiri.
Tentang Saya:
Christie Damayanti. Just a stroke survivor and cancer survivor, architect, 'urban and city planner', traveller, also as Jesus's belonging. Follow me on Twitter
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Responses to “Dunia Prostitusi ‘De Wallen’ Amsterdam, yang Sebenarnya….”
Posting Komentar