Selasa, 30 Juli 2013

Menampung ‘PKL Tanah Abang’: Sedikit Konsep Dariku



By Christie Damayanti

13751709372093120482
hut21sketsa.wordpress.com

Dilihat dari lokasinya, Tanah Abang berada di tengah-tengah Kota Jakarta, berjarak hanya 1 blok dari Jalan Thamrin, yang artinya dekat dengan pusat bisnis dan perkantoran. Sementara Tanah Abang sendiri merupakan tempat pedagangan dan grosir pakaian (terutama) dan menjual kebutuhan-kebutuhan dasar nonmakanan walaupun ada juga beberapa blok menjual makanan. Sebuah lokasi yang strategis untuk bejualan. Untuk calon pembeli pun, sangat strategis.

Pada kenyataannya, ketika aku masih sehat untuk mampu berjalan kaki berkeliling kota, sering aku bersama beberapa temanku ‘berbelanja mata’ di mall keren di seputar Buderan HI, yaitu Grand Indonesia atau Plaza Idonesia. Itu benar-benar hanya sekedar berjalan-jalan sambil kongkow. 

Tetapi ketika kita benar-benar ingin berbelanja secara fisik, apalagi untuk dibagi-bagikan bagi banyak orang (misalnya, untuk Lebaran atau Natal), kami langsung ke lokasi grosir Tanah Abang. Barang-barangnya cukup bagus dan tidak mahal. Kain-kain dan desain-desainnya lumayan berkelas, apalagi jika kita benar-benar memilih secara detail, Tanah Abang benar-benar surga bagi perempuan.

***

Secara perkotaan, lokasi Tanah Abang benar-benar strategis, baik bagi pedagang maupun bagi calon pembeli. Tidak salah jika tempat itu menjadi ‘gula’ dan ’semut-semut’ terus menyerbu. Tetapi lokasi strategis itu ternyata hanya untuk mencari keuntungan bagi diri sendiri. Bagi pedagang yang menjual dagangannya, ataupun bagi calon pembeli. Yang lain mempunyai strandar untuk ‘menguntungkan’ diri sendiri, dengan caranya masing-masing. 

Misalnya,
-   Angkot-angkot yang sembarangan untuk mencari penumpang
-  Pedagang-pedagang kaki llima (PKL) yang benar-benar tidak peduli lingkungan sehingga mereka berani berjualan di jalanan, bahkan semakin menutupi jalanan
-  Preman-preman sebagai mafia yang terus menggelontorkan keinginan untuk terus mencari untung sebanyak-banyaknya
-   Penjahat-penjahat kelas teri bahkan sampai kelas paus, pun terus mengincar
-   Dan pemda pun kebagian ‘cipratan’ rejeki dari siapa pun yang ingin terus ‘berbagi’ dalam keegoisan manusia.

Tidak salah juga, Tanah Abang semakin tergerus hanya untuk berjualan, tanpa peduli dengan tempat untuk berkumpul dengan keluarga. Konsepnya memang jelas, Tanah Abang sebagian besar untuk lokasi grosir dan pasar. Bukan untuk mall, ataupun untuk perkantoran. 

Apalagi untuk tempat tinggal. Tetapi seiring dengan perkembangan kota Jakarta, Tanah Abang bukan hanya untuk grosir dan pasar, tetapi beberapa titik disulap menjadi perkantoran dan beberapa hotel. Jika ditengarai, perkantoran dan hotel-hotel itu pun sebagai fasilitas bagi pedagang-pedagang. Untuk tempat menginap bagi pegadang atau pembeli dari luar kota atau bank-bank yang melayani transaksi perdagangan.

13751709761580212849

Pasar dan grosir Tanah Abang hanya berbatas dengan 1 jalan utama lingkungan, yaitu Jalan KH Mas Masyur. Sebuah jalan sedang untuk 2 mobil dengan 2 arah, tetapi seringkali jalan tersebut hanya bisa untuk 1 mobil saja karena PKL menjajakan dagangannya di jalanan. Sudah karena memang padat, PKL menjadikan jalan tersebut 100% macet! Bisa 1 harian hanya melewati jalan tersebut! 

 Apalagi jika ada barang-barang dagangan dari luar kota atau luar negeri, ‘loading-unloading’ sangat sembarangan! Berhenti sembarangan, tidak peduli dengan pengguna jalan lainnya, apalagi jika kita hanya mengendarai mobil pribadi.

Untuk sebuah jalan lingkungan sedang dengan 2 mobil di lingkungan perdagangan seperti Tanah Abang ini, 
 seharusnya mempunyai konsep2 standard. 2 jalur mobil dan masing2 2 mobil, di tengah-tengahnya seharusnya mempunyai batasan jalan. Konsepnya untuk space memutar balik, dan untuk beberapa fasilitas perkotaan:

- Ruang Terbuka Hijau (walau hanya kecil saja, tetapi harus benar-benar tertutup tanah untuk penyerapan, bukan beton)
-  Pohon2 kelas 2  (pohon sedang dan perdu)
-  Tiang listrik untuk penerangan (di tengah-tengah jalan, bukan di sisi jalan)

Minimal itu. Dan itu adalah fasilitas jalan utama lingkungan, sesuai dengan strandard jalan. Begitu juga untuk sisi kanan dan kiri jalan. Tidak usah besar-besar, sebuah pedestrian untuk 2 orang berjalan berpapasan, seharusnya ada di jalan utama lingkungan.
13751710121896546891
Dan di sisi-sisi jalan selalu ada selokan dengan kedalaman tertentu (tergantung dengan lebar jalan dan panjang jalan, untuk menampung air hujan). Dan di jalan seperti ini, mobil tidak boleh berhenti dalam waktu lama (S strip), tetapi hanya berhenti sementara saja (P strip). Konsepnya adalah demikian. Tetapi apa yang tejadi?

Seperti yang kita tahu di Tanah Abang, PKL berjubel tidak terkontrol, membuat jalan benar-benar macet tidak karuan!

Lama-lama, jalan KH Mas Mansyur hanya bisa untuk pejalan kaki saja! 

Jika demikian, silahkan saja! Buatlah konsep Jalan KH Mas Mansyur sebagai:

Fully pedestrian, seperti Pasar Baru.
-  Lalu mencari titik-titik balik kendaraan, bagaimana konsep perparkirannya,
-  Bagaimana jalan tersebut bermuaranya.
-  Jika memang demikian, ‘loading-unloading’ dari truk-truk yang memuat barang-barang dagangan, arus dari belakang pasar, dibuat jalan khusus hanya untuk ‘loading-unloading’.

Lalu bagaimana PKL-nya. Yang jelas, jika memang untuk pedestrian murni, PKL lebih nyaman, tetapi tetap harus diarahkan untuk tidak melewati ‘batas’ yang disarankan, seperti di Pasar Baru atau di tulisanku ini Konsep Penataan Malioboro : Pedestrian dengan Ciri Khas Kota Yogyakarta.

13751710921750827850
13751711541855658357
Fully pedestrian, untuk menampung PKL dan calon pembeli di Tanah Abang

Konsep Pasar dan grosir Tanah Abang, sepertinya harus bisa menjadi ‘landmark’ Jakarta. Artinya, Tanah Abang itu merupakan pasar atau lokasi yang dari dulu ada di sana, sehingga banyak orang mengatakan bahwa warga Betawi asli, salah satunya dari dulu berada di Tanah Abang. Artinya lagi, Tanah Abang bisa dijadikan ‘monumen’ atau lokasi dan jalan monumental, seperti Malioboro di Jagjakarta! Untukku, ini adalah konsep yang menarik!

Untuk sebuah ibukota Jakarta, ada budaya yang bisa diusung bagi wisata lokal serta dunia. 

Budaya Betawi, bisa memberikan ciri khas Tanah Abang untuk dijadikan ‘lokasi monumental Jakarta’, dengan apa adanya. Dengan pasar dan grosir Tanah Abang, termasuk PKL-nya. Tetapi semuanya harus tetap diatur dan tidak seenaknya saja! Peraturan-peraturan harus tetap ditegakkan, tetapi keuntungannya jelas bahwa PKL bisa leluasa berdagang di sana.

Ini sedikit konsep dariku. 

Daripada pemda bingung untuk merelokasi PKL dan warga PKL serta warga Jakarta ‘misuh-misuh’ karena tidak bisa berdagang lagi, tidak ada salahnya merombak lokasi Pasar dan grosir Tanah Abang menjadi PEDESTRIAN MURNI, untuk ‘win-win solution’. Tetapi tetap harus konsep yang komprehensif, ya!

Tidak gampang, memang! Ada yang harus dikorbankan, setidaknya, kita harus meriset segala fasilitas-fasilitas di sana untuk area perparkiran, ‘loading-unloading’, serta beberapa bangunan harus dirubuhkan untuk menjadi jalan dan fasilitas-fasilitas tersebut.  

Tetapi, sangat tidak salah jika kita mau mencoba untuk melayani masyarakat, demi kebersamaan warga Jakarta.

Bagaimana, pak Jokowi? Bagaimana, pak Ahok?

Tags:

0 Responses to “Menampung ‘PKL Tanah Abang’: Sedikit Konsep Dariku”

Posting Komentar

Subscribe

Berlangganan Artikel Saya

© 2013 Christie Damayanti. All rights reserved.
Designed by SpicyTricks