Rabu, 11 Desember 2013
Jejak Nostalgia: Sebagai Penari Cilik ‘Oleg Tambulilingan’
Rabu, 11 Desember 2013 by Christie Damayanti
By Christie Damayanti
Ada yang percaya bahwa aku bisa menari Bali? Atau dibalik : pasti tidak ada yang percaya bahwa aku bisa menari Bali …..
Hahaha ….. itu benar sekali! Bahwa
sekarang, jika aku tanya tentang itu, mereka tidak akan percaya bahwa
dulu aku benar2 seorang penari junior, sejak SD sampai SMA. Penari Bali.
Sering berpentas di gedung2 atau hanya seedar dipanggil menari di
acara2 keluarga …..
Salaah satu tari yang membuat aku sering
diundang untuk menari adalah Tari Oleg Tambulilingan. Entah mengapa,
tari ini sering mengambil hati teman2 dan keluargaku.
Menurut referensi yang aku baca di
beberapa tulisan, ‘Oleg’ dapat berarti gerakan yang lemah gemulai.
Sedangkan kata ‘Tambulilingan’ berarti kumbang yang menghisap madu di
bunga2an. Sehingga, Tari ‘Oleg Tambulilingan’ merupakan dan melukiskan
gerk gerik seekor kumbang yang sedang bermain-main dan bermesraaan
dengagn sekumtum bunga di sebuah taman firdaus yang indah. Dan memang,
tarian ini sangat infah, dengan lemah gemulainya si penari serta ’seekor
kumbang’ ( biasanya diperankan sebagai laki2 atau perempuan yang
memakai pakaian penari laki2 ).
Kata ‘oleg’ sendiri dalam bahasa Bali
adalah bergoyang. Jadi tarian ini seperti sebuah pohon atau bunga yang
bergoyang2, meliuk2 karena tertiup angin, sehingga biasanya tarian ini
dibawakan oleh gadis2 yang tinggi semampai supaya bisa meliuk2 dan
‘bergoyang’, apalagi dengan ‘candaan’ oleh kumbang2 yang sedang
menghisap sari madu bunga itu …..
Tarian Oleg Tambulilingan ini diciptakan
oleh I Ketut Mario dari Tabana sekitar tahun 1952 atas permintaan John
Coast, dari Amerika yang benar2 kesengsem dengan Bali dan tari2annya.
Seperti tari2an daerah ( termasuk di
Indonesia ), tarian ini abadi, bahkna semakin banyak peminatnya. Mulai
tahun 1951, tarian ini mulai di ciptakan sesuai dengan kesulitannya.
Gerak lekuk2 tubuh si penari yang memakai baju tarian Bali dengagn
kemben serta penutup dada cantik dan Songket Bali singset serta terakhir
menjulur kebelakang ( untuk dikibas2kan dengan kedua kakiku dalam
tarian ini ), wajar jika tarian ini benar2 di minati, baik untuk si
penari atau calonnya atau juga si penikmat, karena selain gerakannya
yang cantik dan gemulainya si penari serta bajunya yang sangat
mencirikan tarian Indonesia, Songket Bali dengan perpaduan asesorisnya
yang cantik …..
Selain itu, Tari Oleg Tambulilingan ini
sering dipakai sebagai simbol2 budaya Bali. Karena gerakan tarian ini
memang melambangkan keindahan khas Bali. Wajar, jika banyak warga Bali
yang sangat ingin menarikan tarian ini dengan sempurna!
Si penari dan si kumbang, dalam Tarian Oleg Tamulilingan dari Bali
Bayangkan, ketika aku belajar
menarikannya ( selama hampir 1 tahun khusus untuk Tari Oleg
Tambulilingan! ) aku benar2 menguras tenaga dan keringat! Ketika itu aku
masih duduk di kelas 1 SMP ( aku belajar tari Bali sejak dudu di kelas 4
SD sampai kelas 3 SMA ) sampai hampir naik kelas 2 SMP. Guru tari Bali
ku bernama Bapak Made dengan Ibu Ketut (?), mereka suami istri dan
mereka datang ke rumahku, mengajar aku tari2an Bali secara private.
Mereka benar2 mendalami dan mengajarkannya dengan sepenuh hati.
Sangat
terlihat bahwa mereka sangat mencintai Tari Bali dan Budaya Bali,
khususnya …..
Oya, jika tidak salam, Tari Oleg
Tambulilingan adalah tarian ke-4 setelah Tari Pendet, Tari Panji
Semirang, Tari Tenun dan Tari Oleg Tambulilingan baru Tari Legong
Keraton, yang benar2 sangat luar biasa dengan waktu selama hampir 1 jam
tanpa jeda! Katanya, tari Legong Keraton merupakan tarian yang
sebenarnya hanya untuk putri2 keraton Bali. Dan aku mampu melakukannya
juga …….
Aku benar2 menguras tenaga untuk
menarikan ini, justru secara harafiah! Mengapa? Karena untuk
menyelesaikan tarian ini dengan sempurna memakan waktu sekitar 30 menit
tanpa jeda! Lenggak lenggok sesuai dengan ciptaan I Ketut Mario, benar2
harus sempurna!
Dengan posisi tubuh sempurna khas penari Bali ( posisi
kaki rapat akan melebar tetapi harus bergerak naik turun serta melenggak
lenggokkan tubuhku dan jari2nya terus berputar serta sinar mata yang
bersinar dan terus ‘mendelik’ ( namanya apa ya? Ku lupa ) dan senyum
terus mengembang selama 30 menit, benar2 membuat peluh bercucuran, walau
di dalam AC!
Step demi step ( tiap step aku harus
menghafalannya sebelum berlanjut ke step berikutnya ) aku jalani sampai
aku mampu menarikannya dengan lumayan baik. Dasar masing2 tari Bali
adalah sama, tarian Bali klasik. Tetapi koreografer I Ketut Mario
menciptakannya dengan sedikit berbeda.
Aku ingat, penutup kepalanya sanat
berat, apalagi jika ditarikan dengan gerakan2 kepalanya yang memang
sering sambil tersenyum2 simpul. Pernah juga aku sedang latihan menari,
penutup kepalanya jatuh karena kepalaku kecil ( apalagi ketika aku masih
SD ). Untuk latihannya juga, aku harus memakain kain sempit dengan
‘ekor’ yang menjuntai untuk dikibas2kan dengan kakiku selama menari dan
memakai penutup kepala asli yang cukup berat, karena benar2 harus
latihan dan sempurna.
Tarian Oleg Tambulilingan ini, aku
pernah pentaskan di beberapa event. Yang sering adalah di Taman Ismail
Marzuki ( TIM ), dan ( dulu ) Gedung Granada, yang sekarang menjadi
Plaza Semanggi. Pernah juga di Gelora Senayan, waktu itu ada tarian Oleg
Tamulilingan massal, bersama sekolah2 di Jakarta.
Tetapi Tari Oleg Tambulilingan ini
seharusnya ditarikan 1 orang saja bersama pasangannya, karena jika
beramai2, tidak akan terlihat cantik dan indahnya gemulai si penari. Dan
karena dulu rambutku memang manjang ( sampai pantat ), jadi aku tidak
memakai rambut palsu …..
Aku belajar Tari Bali itu awalnya bukan
karena aku suka dengan menari. Aku lebih suka ikut Karate. Tetapi ketika
sejak klas 1 SD aku sudah belajar Karate dan sudah berprestasi, mamaku
mau aku tetap harus belajar tarian daerah supaya aku tidak terlalu
tomboi. Apalagi jaman dulu, ujian SD kita harus bisa menari tarian
daerah. Jadi aku belajar Tari Bali sejak kelas 4 SD. Dan keterusan
sampai sesaat sebelum lulus SMA …..
Haha ….. kenangan lama, tetapi benar2
ternyata membuat aku sadar bahwa jika kita dari kecil dan orang ua kita
peduli dengan ini, maka kita bisa mencintai budaya sendiri. Ketika aku
yang sebenarnya belajar Tari Bali hanya untuk sekedarnya saja, ternyata
aku bisa sangat mencintainya,walau sekarang aku benar2 tidakbisa menari,
apalagi tubuhku kaku karena stroke ini ……
Ini adalah salah satu kenangan terindah,
untuk bisa menari Bali, sebagai penari kecil dan junior, untuk tetap
mencintai budaya Indonesia ……
Ini di rumah eyang-ku di Yogyakarta yang mengundang saudara2 disana dan teman2nya …..
Aku kelas 3 SMP, mearikan tarian
Oleg Tambulilingan, untuk ulang tahun eyang kakung-ku di Yogya. Waktu
itu ( aku ingat sekali ) penutup dada dengan asesorisnya tertinggal di
Jakarta, sehingga aku hanya memakai Songket Bali untuk kainnya serta
kembennya, serta penutup kepala yang berat serta ronce-an bunga Kamboja,
khas Bali. Asesorisnya memakai kalung emas panjang berbatu2 orange,
pinjaman dari mamaku …..
Tags: Catatan Harian
Tentang Saya:
Christie Damayanti. Just a stroke survivor and cancer survivor, architect, 'urban and city planner', traveller, also as Jesus's belonging. Follow me on Twitter
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Responses to “Jejak Nostalgia: Sebagai Penari Cilik ‘Oleg Tambulilingan’”
Posting Komentar