Home
» transpotasi
» Dilema ‘Uji Coba’ Buka-Tutup Pintu Tol Jakarta : Dan Ramalan itu Mulai Terbukti
Senin, 16 Desember 2013
Dilema ‘Uji Coba’ Buka-Tutup Pintu Tol Jakarta : Dan Ramalan itu Mulai Terbukti
Senin, 16 Desember 2013 by Christie Damayanti
By Christie Damayanti
Uji coba pintu keluar tol ke arah perempatan Kuningan
Jakarta ….. Oooooo Jakarta …..
Kenapa sih tidak pernah memikirkan dengan komprehensif? Kenapa hanya
memikiekan 1 titik solusi saja? Sebagian besar masalah, menuai
permasalahan baru dan menulai protes disana sini. Duh …..
Pagi ini memang hari Senin. Sebuah hari
kerja baru, awal minggu setelah 2 hari libur weekend. Yang biasanya
ditandai dengan macet yang berlebihan serta ‘kemalasan’ hampir semua
orang untuk memulai hari baru karena sudah terbuai libur 2 hari.
“I don’t like Monday”, banyak
orang yang menyebut demikian. Kalau aku sih, tidak suka hari Senin
karena macetnya yang luar biasa baik pagi hati ataupun pulang kantor.
Apalagi, hari Senin adalah terapi otakku di sebuah klinik di Jalan Bumi
Mayestik. Jam 9.00 disana sampai jam 10.00. Tetapi prakteknya, aku harus
berangkat jam 7.00 dari rumah dan sampai kantor di Grogol jam 12.00 lebih. Sudah 1/2 harian aku harus berada di mobil, di hari Senin.
Begitu juga hari ini, Senin 16 Desember
2013. Bertepatan dengan ‘uji coba’ buka tutup pintu keluar masuk tol
Jakarta yang kearah Semanggi. Hmmmm, begitu aku mendengar pengumuman di
televisi beberapa waktu yang lalu aku hanya bisa tersenyum miris. Pasti
akan ada tuaian kekecewaan serta protes dari banyak pihak. Padahal kita
tahu bahwa dari jalan Gatot Subroto sampai Semanggi, jalan Sudirman,
jalan Thamrin sampai Medan Merdeka Barat memakai konsep ‘3in1′. Lalu,
bagaimana dengan pegawai yang bekerja di jalan2 tersebut?
Berarti jam kantor akan ‘molor’ karena susah kesana, apalagi kemacetan bertambah di jalan2 umum atau jalan2 tikus kesana. Pemda hanya memindahkan kemacetan dari jalan tol ke jalan2 arteri dan jalan2 tikus, bukan mengatasi kemacetan …..
Polisi berjaga di pintu tol keluar
ke arah perempatan Kuningan ( foto-1 ), dan kemacetan semakin parah!
Bahkan jalur 2 arah di sisi kanan jalan juga mengalami kemacetan parah (
foto-2 ) …..
Sepanjang jalan di tol dari Pancoran sampai di depan Gedung MPR - DPR, macet parah seperti ini ….
Aku mengerti sekali, ketika pemda
Jakarta sangat menginginkan warga Jakarta memilih naik Trans Jakarta
dibanding kendaraan pribadi. Konsep itu benar sekali.
Tetapi fasilitas2 transportasi massal itu harus dilengkapi dengan
keamanan, kenyamanan dan sebagainya sehingga semuanya menjadi 1 paket
dalam penyediaan hak warga Jakarta dalam bisdang fasilitas umum dan
transportasi.
Belum lagi kerusakan2 yang dialami Trans
Jakarta dan jalur busway yang sering diserobot kendaraan yang lain,
serta jumlah bus yang belum memadahi ( menunggu bus akan terlambat ke
kantor ), menyebabkan Trans Jakarta tetap mengalami kemacetan sehingga
warga tetap memilih kendaraan pribadi. Belum lagi fasilitas halte2 Trans
Jakarta yang sudah banyak yang sangat tidak manusiawi, sehingga membuat
warga Jakarta menjadi ‘illfill’ atau sedikit takut karena berlubang2
dan pintu ke arah bus hampir semua sudah rusak.
Bagaimana bisa warga Jakarta mau
menerimanya? Jangankan warga menengah kebawah yang mempunyai mobil,
warga yang tidak mempunyai kendaraan pribadipun sebenarnya tidak nyaman
dengan ini, tetapi mau bagaimana? Karena terpaksa …..
Trans Jakarta harus dilengkapi dengan semuanya untuk menjadikan warga Jakarta lebih memilih naik bus.
Seperti
ketika aku kuliah di Australia tahu 1993. Ketika itu papa menawarkan
aku untuk membeli mobil selama aku kuliah disana. Tetapi aku tidak mau
menerimanya, mengapa? Karena aku merasa nyaman naik transportasi umum (
bus, MRT / kereta listrik atau ferry ) dengan keamanan yang luar biasa!
Bahkan aku tetap berani pulang kerumah walau hampir tengah malam …..
Kembali lagi dengan uji coba buka tutup
pintu keluar masuk tol, yang dimulai hari ini, Senin 16 Desember 2013
ini. Sekarang, jika pegawai dengan kendaraan pribadi ( 1 atau 2 orang )
yang biasanya naik tol ( seperti aku yang lalu berdua dengan supir )
tetapi tidak bisa keluar dari tol padahal ada ‘3in1′, apa solusinya?
Pastilah mereka akan menunggu sampai pintu tol dibuka atau ‘3in1′ tidak
berlaku lagi. Berarti mereka akan telat tiba di kantor, paling tidak jam
11.00 sampai, kalau tidak macet! Yang jelas, hari ini aku benar2
mengamati dan memotret kemacetan yang ‘dipindahkan’ dari hasil uji coba
ini.
Pintu tol keluar ke arah Tanah
Abang, pastilah macet berat ( biasanya tidak seperti ini ) karena pintu
tol yang ke Kuningan ditutup.
Di Jalan Gatot Subroto arteri ke
arah perempatan Kuningan ( lihat foto diatas ), kosong melompong karena
dari arah tol tidak bisa keluar …..
Catatan :
Aku melewati tol dari masuk Pancoran
menuju Grogol, sepanjang jalan macet dn kadang2 berhenti total dari
Gatot Subroto sampat pintu tol ke arah Tanah Abang :
1. Tol sepanjang jalan yang
aku lewati macet total sampai di depan Gedung MPR - DPR, karena mobil
keluar ke arah Tanah Abang, ketika pintu tol ke arah perempatan Kuningan
di tutup. Berarti, jalanan arteri akan mengalami kemacetan yg tidak
seperti biasanya
2. Terlihat, jalanan benar2
kosong dari jalan Gatoto Subroto arteri sampai di depan Komdak, karena
dari tol kendaraan keluar di depan komdak, tetapi di tol masih macet
sampai di depan Gedug MPR - DPR
3. Pintu tol ke perempatan
Kuningan ditutup, jadi warga yang berkartor di sepanjang Gatot Subroto
dan yang ke Kuningan ( dari tol ) tidak bisa ke kantor, KECUALI
mengambil jalan memutar
Dampak2 yang ( mungkin terjadi ) :
1. Jam kanor akan mengalami
kemunduran karena kemacetan dan yang hanya mengendarai 1 mobil
sendirian, akan menunggu jam 10.00 pagi, karena harus ‘3in1′ atau pintu
tol ditutup
2. Pemilik perusahaan kemungkinan akan protes karena pegawai semakin banyak yang terlambat dan merugikan perusahaan
3. Kemacetan akan tetap terus berdampak, bahkan jalan2 tikus akan semakin ‘tertutup’ dengagn kendaraan2 pribadi
4. Warga yang menikmati tol, akan
protes juga karena tol semakin macet (?), apa lagi tarif tol baru saja
naik, tanpa di fasilitasi yang lebih baik
5. Dan sebagainya
***
Seperti yang aku tuliskan di ratusan
artikelku tentang Jakarta, pemda belum memahami tentang sebuah ‘konsep
yang komprehensif’. Dimana konsep2 tersebut harus dipikirkan matang2
dengan segala akibat buruknya. Semuanya harus secara komprehensif.
Janganlah solusi sebuah masalah tetapi menuai masalah baru. Atau menuai
protes dari banyak pihak. Bahkan juga sebuah masalah hanya dipikirkan
solusi hanya di 1 titik saja!
Misalnya,
Di ‘U turn’ ditutup katena selalu macet. Tetapi ‘ U turn’ baru hanya
berada sekitar 10 atau 20 meter setelahnya! Sama saja bohong! Harusnya,
ahli2 transportasi yang ketika mendesain jalan, harus memikirkan konsep2
untuk daerah ‘ U turn’, tentang lingkungannya, titik permasalahannya
atau kemungkiinan2 yang lain. Bukan sebebas2nya mendesain ‘U turn’ di
daerah2 yang banyak permasalahan, misalnya resiko macet atau lingkungan
sempit, dan sebagainya.
Konsep2 pemindahan masalah itu harus
digantikan dengan konsep2 pemecahan masalah. Semuanya harus dipikirkan
untuk sebuah hasil solusi dari sebuah kota sekelas Jakarta. Aku sangat
yakin, bahwa masih banyak warga Jakarta yang peduli dengan ini, yang
ingin Jakarta lebih baik dan yang tidak mementingkan diri sendiri. Pasti
banyak ahli2 transportasi dan lalu lintas yang bisa memikirkan lebih
baik dan jauh kedepan serta komprehensif, dibanding dengan sebuah
’solusi’ yang nekad dan pasti akan banyak menuaikan permasalahan baru.
Untukku sendiri, ada beberapa saran yang
sangat sedikit untuk permasalahan kemacetan yang sama sekali tidak ada
ujung pangkalnya :
1. Panjang jalan terus ditambah
sesuai dengan kebutuhan. Sekaarang ini, panjang jalan Jakarta bertmbah
sedikit sekali, dimana kendaraan bermotor khususnya mobil pribadi
bertambah puluhan kali lipat
2. Konsep tatakota Jakarta
dipikirkan secara lebih komprehensif, jangan di desain dengan terbagi2
yang bisa tidak ada hubngannya atau tumpang tindih ( ini yang sangat
disoroti sebagai urban planner atau yang peduli tentang Jakarta )
3. Kran penyediaan kendaraan
pribadi ( apalagi khususnya mobil2 mewah ) ditutup, diganti dengan
konsep2 penyediaan fasilitas tansportasi umum yang lengkap
4. Kran cicilan kendaraan pribadi (
apalagi motor ) disesuaikan dengan kebutuhan. Jangan sampai 1 rumah
dengan 4 penghuni mempunya 4 atu lebih kendaraan pribadi. Jangan hanya
mempunyai uang 500 ribu sudah bisa membawa sebuah motor bekas kerumah
tetapi tidak mampu membayar setelahnya. Dimana motor2 itu membuat lalu
lintas Jakarta semakin parah …..
5. Dan sebagainya
Kebijakan pemda searang, aku sangat
mengerti. Bahwa pemda DKI benar2 ingin bahwa warga Jakarta beralih
dengan memakai transportasi massal ( hususnya Trans Jakarta ), dengan
melakukan banyak hal, untuk ‘menyusahkan’ warga :
1. Subsidi BBM untuk kendaraan pribadi diatas 1500 cc
2. Tarif tol di naikkan
3. Membuka tutup pintu keluar masuk tol
4. Dan sebagainya
Tetapi ketika warga Jakarta tetap belum
mau peduli serta kepedulian sosial belum ada di hati mereka, dan tetap
hanya ingin kebaikan untuk diri sendiri dan kelompoknya, semuanya tidak
akan ada gunanya. Kita tidak bisa ‘berjalan’ sendiri2, kita harus terus
bekerjasama, antara warga Jakarta serta pemda DKI Jakarta ……
Sehingga, jika kita tetap dengan
keegoisan kita dan tanpa kepedulian sosial dalam kehidupan di kota
Jakarta ini, silahkan saja! Seperti ‘ramalan’ dari seseorang beberapa
tahun lalu bahwa, tahun 2014 nanti baru keluar dari rumah saja, kemacetn
akan siap menghadang, lalu bagaimana?
Ya, jika aku keluar dari kompleks tempat
tinggalku, sudah sangat macet, dan itu setiap hari dan setiap saat. Dan
‘ramalan’ itu sudah mulai terbukti ……
Tentang Saya:
Christie Damayanti. Just a stroke survivor and cancer survivor, architect, 'urban and city planner', traveller, also as Jesus's belonging. Follow me on Twitter
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Responses to “Dilema ‘Uji Coba’ Buka-Tutup Pintu Tol Jakarta : Dan Ramalan itu Mulai Terbukti”
Posting Komentar