Rabu, 02 Oktober 2013

Pilih Tetap ‘Berdiri di Tempat’ ataukah Ikut Berjuang Bersama untuk Jakarta Baru?



By Christie Damayanti

13806858331201905431
jakarta-baru.blogspot.com

Jakarta memang sudah cukup banyak berubah. Cukup cepat juga Pak Jokowi mampu menciptakan suasana Jakarta lebih baik, seperti cita-cita kita bersama untuk ‘Jakarta Baru’. Menarik sekali ketika aku melihat berita tentang Jakarta dari hari ke hari. Apa yang aku tuliskan selalu di Kompasiana ini, perlahan direalisasikan oleh tim Pak Jokowi, sehingga sungguh, aku semakin semangat menuliskan apa yang menjadi konsepku sebagai warga Jakarta yang peduli.

Aku memang hanya memfokuskan konsep-konsepku tentang Jakarta di bidang pembangunan fisik, khususnya tentang ‘urban planning’, seperti yang aku tuangkan dalam tesis S2-ku belasan tahun lalu. Juga sedikit selayang pandang tentang ide-ide dadakan untuk sebuah area yang memang sebenarnya bisa diberdayakan lebih baik, seperti di tulisanku tentang Si Kijang Totol : “Tempatmu Bukan di Sini, Sayang …”

Atapun tentang wawasan pemikiran awal dari sebuah titik sentral dalam kegiatan di Jakarta pun, pemda sudah mulai mengeksekusinya. Bisa dilihat dari beberapa tulisanku.. Bukan berarti aku ke-GR-an, pemda mengeksekusi pemikiran-pemikiranku (pasti ada banyak orang yang sama pemikirannya denganku), tetapi setidaknya ketika kita memberikan sesuatu tanpa terlalu berharap akan terjadi namun terjadi juga, aku pun cukup senang dengan perbaikan ini.

Dan aku juga yakin, suatu saat pemda akan merealisasikan semuanya secara bertahap tentang apa yang menjadi pemikiran kami, warga Jakarta yang peduli.

Secara fisik, Jakarta mulai berubah. PKL digusur dan diberikan tempat untuk berjualan, bahkan jauh lebih baik daripada PKL. Gubug-gubug liar digusur dan diberikan ‘unit rumah’ di rusunami yang dibangun khusus untuk mereka. Pedestrian mulai dibenahi, dengan membuat ‘project pilot’ di sepanjang Jalan Gatot Subroto, serta memberi fasilitas-fasilitas disabled, seperti yang aku pernah tuliskan konsep-konsepnya di beberapa 
tulisanku di Kompasiana ini.

Tetapi bagaimana reaksi warga Jakarta?

Yang aku lihat di televisi, untuk warga yang memang ingin Jakarta berubah termasuk aku, sangat menyambut ‘gerakan Jokowi’ untuk memperbaiki Jakarta, baik secara fisik kota juga secara sosial masyarakatnya. Tetapi untuk warga yang justru terkena dampaknya (seperti warga yang terkena gusuran), sebagian masih memprotes kebijakan Pak Jokowi. 

Seperti warga gusuran dari beberapa tempat (misalnya, Waduk Pluit: ‘Waduk Pluit : Mengapa Baru Sekarang?, Ada Apa dengan Waduk Pluit? dan Sedikit Konsep tentang Waduk Pluit untuk pak Jokowi ), beberapa dari mereka tidak mau pindah ke rusunami yang diperuntukkan bagi mereka. Alasannya beragam. 

Dari tentang tidak suka atau susah untuk naik-turun di rusunami, tidak ada tempat berdagang lagi, sekolah anak-anaknya yang jauh sampai mereka menuntut lebih banyak fasilitas-fasilitas untuk apartemen mereka yang baru. Seperti di tulisanku Sedikit Pemikiran untuk Jakarta : Manajemen Pembangunan terhadap Pertumbuhan Fisik Kota ( Bagian : 8  ).

Dari penggantian dispenser menjadi kulkas, pemberian uang kerohiman sampai 4 juta serta fasilitas-fasilitas truk-truk untuk mengangkut barang-barang mereka, sudah disediakan. Tetapi warga gusuran Waduk Ria Rio, tetap banyak yang tidak mau pindah karena alasan-alasan yang sering aku merasa tidak semestinya, walau juga semua manusia memang berbeda-beda, pun itu aku sangat sadari.

Menjadi pemimpin yang baik itu susah, apalagi menjadi pemimpin yang disegani warganya. Menurutku, pemda sekarang sudah instropeksi dirinya dan sudah mempunyai pemimpin yang benar-benar ingin Jakarta berubah. Seharusnyalah kita sebagai warga kota mendukungnya. Walau perubahan awalnya mungkin tidak menyenangkan, apalagi perubahan-perubahan yang perhitungannya dalam jangka panjang. 

Apalagi kita semua menyadari bahwa sebenarnya kota Jakarta ini sudah ‘jenuh’ dengan penduduknya yang padat, atau fasilitas-fasilitasnya yang sudah tidak diperhatikan (kesemuanya), juga ketidakpedulian warganya dalam segala hal, membuat Jakarta sebenarnya (menurutku) sudah tidak layak huni sebagai ibukota negara dan sebagai tempat tinggal yang aman dan nyaman.

***

Dari data lembaga Demografi UI menyatakan bahwa setiap tahunnya Jakarta ketambahan pendatang sampai antara 130 ribu-140 ribu orang dengan tingkat kenaikan 1,49% per tahun (urbanisasi pascalebaran, khususnya). Dan pada kenyataannya menurut pengamatanku (salah satunya dengan berdiskusi dengan beberapa teman), ternyata penurunan jumlah penduduk Jakarta itu sebenarnya mereka tidak ke mana-mana, melainkan mereka tetap tinggal di kota-kota pendukung Jakarta, seperti Bogor, Depok, Tangerang ataupun Bekasi. Dan mereka tetap terus berdatangan ke Jakarta (downtown) untuk bekerja atau mencari pekerjaan.

Dan label ‘mencari pekerjaan’ ini biasanya merupakan ‘low-skilled employee’, sehingga mereka tidak akan mendapatkan pekerjaan di sektor riil. Dan mereka yang akan bekerja serabutan, membangun gubug-gubug liar atau ‘membangun’ bisnis mereka sendiri dalam PKL-PKL yang terus menumpuk di Jakarta.

Tidak salah, memang. Namanya juga mereka berusaha untuk mendapatkan sesuap nasi, tetapi akan ada dualisme bagi pemda Jakarta. Yang pertama pastinya adalah keinginan kota Jakarta lebih baik secara fisik kota dan sosial masyarakatnya. Yang kedua adalah, tetap ‘memanusiakan’ semua warga dalam berkehidupannya. Dan itu sama sekali tidak mudah!

Kebalikannya, sebagai warga Jakarta yang sudah mapan dalam kehidupannya, mereka justru semakin tidak peduli dengan lingkungannya. Banyak contoh, yang aku tidak mau menuliskannya di sini, semua sudah tahu. Dari mulai menciptakan Jakarta sebagai ‘dunia’nya sendiri dan tidak peduli dengan aturan-aturannya (lihat tulisanku beberapa ‘Dunia Glamour dan Gemerlap’ Kelapa Gading, Dari Ular Kobra, Serbuk Kuku Harimau sampai Dunia ‘Esek-Esek’, Ada di Mangga Besar, atapun Puncak Terus Menjadi Obyek Bisnis, dan lainnya), menjadikan Jakarta lebih bertambah buruk! 

Seperti tingkat egoisme dan konsumtisme warga yang sangat tidak terbendung, seperti mobil-mobil terus bertambah yang menambah kemacetan, tetapi pun pemda tidak peduli dengan penambahan jalan serta memasukkan mobil-mobil baru demi keuntungan semata. Atau juga tentang mall-mall menjadi Jakarta lebih banyak mall (yang notebene barang-barang sekunder atau tersier) daripada toko kelontong untuk kebutuhan warga (lihat tulisanku Memangnya Jakarta mau Diubah menjadi ‘Kota Shopping?’ ), bahkan apartemen-apartemen mewah lebih banyak dari rusunami untuk warga ekonomi lemah (lihat tulisanku Sedikit Pemikiran untuk Jakarta : Manajemen Pembangunan terhadap Pertumbuhan Fisik Kota ( Bagian : 6 ).
…..
Dari atas, Jakarta tertekan dengan ketidakpedulian warga yang seenaknya saja, dan dari bawah Jakarta juga tertekan untuk bisa menaungi warga ekonomi lemah yang butuh tempat untuk bernaung. Ditambah lagi, oknum-oknum pemda Jakarta yang menambah permasalahan yang juga seenaknya saja tentang peraturan-peraturan yang tidak sejalan dengan konsep-konsep yang seharusnya bisa diselaraskan untuk kehidupan keseluruhannya.

Dan menurutku sendiri, Jakarta, juga Indonesia, sudah kehilangan 1 mata rantai sebagai generasi muda Indonesia. Mungkin kita kehilangan 1 atau 2 generasi. Seperti yang aku tuliskan beberapa kali. Ketika aku kecil (tahun 1970-an sampai 1980-an) dan diajak liburan ke negara-negara Asia yang waktu itu Jakarta masih bertengger yang teratas. Tetapi sekarang justru terbalik dengan kesemuanya tentang Jakarta, sangat tertinggal dibandingkan mereka.

Dan kepemimpinan tim pemda yang dipimpin oleh Pak Jokowi, sudah sepantasnya diberikan apresiasi walau sebagai manusia tetap tidak sempurna. Dan Jakarta sekarang ini, sejak pimpinan oleh Pak Jokowi (akhir tahun 2012), mulai menampakkan perubahan yang lebih baik.

Sekarang, tinggal kitanya saja sebagai warga kota. Apakah kita mau ikut berubah, ataukah kita tetap ‘berdiri di tempat’, dan tidak mau ikut perubahan (tentunya yang lebih baik)?

Jawabannya, ‘terserah anda’.

Kalau aku, aku akan berdiri terdepan untuk perbaikan kota sebagai ‘Jakarta Baru’.

Tags:

0 Responses to “Pilih Tetap ‘Berdiri di Tempat’ ataukah Ikut Berjuang Bersama untuk Jakarta Baru?”

Posting Komentar

Subscribe

Berlangganan Artikel Saya

© 2013 Christie Damayanti. All rights reserved.
Designed by SpicyTricks