Home
» Jakarta
» ‘Fenomena Parkir’ di Jakarta : Fasilitas atau Peraturan Dulu? Hak atau Kewajiban Dulu?
Rabu, 18 September 2013
‘Fenomena Parkir’ di Jakarta : Fasilitas atau Peraturan Dulu? Hak atau Kewajiban Dulu?
Rabu, 18 September 2013 by Christie Damayanti
By Christie Damayanti
Ketika aparat pemda mau menegakkan peraturan, warga Jakarta marah! Apa sih maunya?
Tadi pagi aku melihat di salah satu
televisi tentang berita Jakarta. Banyak tempat yang kelihatannya tidak
‘terpakai’ tetapi sebenarnya ada peraturan2 nya untuk keamanan dan
kenyamanan kita bersama, warga
Jakarta. Salah satunya konsep tempat parkir. Seperti yang aku tuliskan di beberapa artikelku :
Bahwa tempat parkir, baik kendaraan roda
empat bahkan kendaraan roda dua sudah tidak mampu menyerap lagi. Mereka
akan parkir dimana saja jika mereka benar2 butuh ke suatu tempat!
beruntung jika tempat yang mereka tuju mempunyai tempat parkir khusus.
Tetapi pun tempat parkir itu ( yang aku sangat tahu ) sebenarnya TIDAK MENCUKUPI bagi kebutuhan warga!
Bagaimana dengan kebutuhan2 warga yang
berada tepat di pinggir jalan? Yang sebenarnya itupun tidak seharusnya
berada disana, tetapi kebutuhan dan lingkungannya yang mendesak?
Misalnya, warung rokok pinggir jalan yang menjual berbagai kebutuhan
kecil2.
Kita akan berhenti dipinggir jalan ( yang katanya sebentar saja )
untuk membeli minum atau obat. Tetapi tahu dan pedulikah kita, bahwa
itu adalah melanggar peraturan? Karena sebenarnya tidak boleh berhenti
di jalan itu karena sudah ada tanda S strip? Dan karena sebenarnya
warung itu tidak boleh berada di pinggir jalan tersebut?
Dengan demikian, kebutuhan parkir warga Jakarta pun sangat mendesak. Dan belum ada yang memulai dengan perparkiran skala perkotaan sebagai pelayanan umum seperti
yang aku tuliskan di link2 di atas. Sehingga, mereka termasuk kita pun
harus mencari parkir yang bisa untuk memarkirkan kendaraan kita.
Tentu
kita tetap harus memilih, tentang keamanannya, BUKAN kenyamanannya!
Sering kali kita mermarkir kendaraan kita tidak pada tempatnya, tetapi
apa boleh buat? Kita pun tidak bisa menyalahkan mereka! Permasalahan
Jakarta tentang apapun itu, adalah seperti benang kusut, tidak tahu dari
mana memulainya untuk ‘menggulungnya!’
Ketika di bawah kolong fly-over Jakarta ( lihat tulisanku Apa yang Ada di Bawah Jalan Layang di Jakarta? )
merupakan tempat yang ’strategis’ untuk parkir, seketika itu juga
banyak kendaraan roda dua dan empat memarkirkan kendaraannya disana,
jika tidak terlalu dalam waktu yang lama.
Tetapi pada kenyataannya, jlan layang sebagai tempat parkir pun menjadi fenomena tersendiri untuk warga Jakarta. Sepertinya,
harus
ada sebuah peraturan baru ketika kita mau di bawah jalan layang di
Jakarta menjadi sebuah ruang terbuka ( hijau ) untuk keindahan kota …..
#Hahaha …. aku jadi sedikit geli, bahwa semuanya peraturan2, tetapi ternyata semuanya juga hanya untuk dilanggar! Masih
bagus di Singapore! Memang Singapore dikatakan sebagai ‘Fine City’ (
kota yang penuh denga peraturan ), tetapi semuanya benar2 dipatuhi! Baik
oleh aparatnya serta warga kotanya! Dan dendanya benar2 dilakukan
dengan baik, tidak diselewengkan! Itu sebabnya, Singapore benar2 nyaman
sebagai kota metropolitan setingkat dunia ……
Di jalan layang Grogol, di depan 3
universitas dan di depan 3 mall besar, ternyata jika kita amati itu
adalah tempat parkir. Sebagian besar adalah tempat parkir mahasiswa di 3
universitas besar itu. Ketika aku sempat sedikit berjalan sebelum aku
sakit, hanya bertanya2 kepada beberapa orang disana.
Bahwa ada beberapa
‘preman’ disana yang akan menjaga mobil2 mahasiswa. Dengan mengupah
seperti layaknya sebanyak tukang parkir. Kadang beberapa mahasiswa sudah
berteman dengannya, sehingga sering memberi uang lebih, jika harus
terburu2 kuliah dan mobilnya diparkirkan oleh ‘preman’ tersebut.
Begitu juga di beberapa lokasi di
Jakarta, yang banyak kendaraan diparkir di bawah jalan layang. Dan
ketika aparat pemda datang untuk menertibkannya, mereka marah dan
‘menghujatnya’. Dengan mengatakan,
“Kalau memang tidak boleh untuk tempat parkir, mengapa ada tukang parkir?” Waduh …..
Memang, semuanya saling melengkapi,
saling membutuhkan. ‘Simbiosis Mutualisma’. Sebenarnya tidak salah. Dari
pada bersitegang antara preman dan mahasiswa, mendingan mereka
berteman, kan?
Tetapi permasalahannya adalah bahwa peraturan bawah jalan layang bukan untuk tempat parkir! Nah loh!
Dimana ‘akar permasalahannya?’
Banyak sebab tentunya! Salah satunya, yang berhubungan dengan perparkiran :
1. Hampir semua bangunan umum (
baik itu universitas, rumah sakit, perkantoran bahkan mall dan lain
sebagainya ) tidak 100% menyediakan tempat parkir sebagai fasilitasnya.
Seharusnya, tempat parkir dihitung dengan rumusan tertentu yang memang
sudah di riset oleh pakar2nya.
Misalnya :
Untuk sebuah perkantoan atau
universitas, pasti sudah didesain dengan konsep2 tertentu. Misalnya bisa
menampung 1000 oang. Bagaimana fasilitas parkirnya? Tentu tidak semua
orang membawa mobil dan tidak semua tamu memakai mobil. Dan masing
fungsi bangunan, mempunyai rumus2 tertentu, misalnya 80% yang memakai
mobil.
Tetapi pada kenyataannya, deveoper tidak
membangun tempat parkir 80% ( misalnya hanya 60% ) karena mereka
memilih lahan yang 20% bisa dijual. Hasilnya? Bisa dipikir sendiri …..
2. Belum ada yang ‘berkeinginan’
untuk membangun sebuah fasiitas perparkiran ( yang notebene adalah
fasilitas umum untuk warga Jakarta ) dalam skala perkotaan! Sehingga
warga Jakarta akan mencari tempat parkir seadanya untuk mobilnya, jika
mereka tidak kedapatan parkir.
Yang lain, tentu berhubungan dengan
banyak faktor. Dari faktor ekonomi dan sosial masyarakat, atau
keinginan2 pasar yang terus mendatangkan kendaraan baru, serta
ketidak-pedulian ‘kota’ dan lingkungan untuk sebuah fasilitas bagi warga
kota, salah satunya tentang perparkiran. Banyak hal, dan seperti benang
kusut …..
Jadi sebenarnya, sekarang bagaimana untuk menegakkan peraturan, seperti yang selalu kita lihat di televisi?
‘Ayam dulu atau telur dulu?’
Fasilitas dulu atau peraturan dulu?
Kewajiban dulu atau hak dulu?
Sebenarnya sih semua harus saling mendahului, saling megerti dan saling peduli …..
Ah, sudahlah …… #bingung …..
Tags: Jakarta
Tentang Saya:
Christie Damayanti. Just a stroke survivor and cancer survivor, architect, 'urban and city planner', traveller, also as Jesus's belonging. Follow me on Twitter
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Responses to “‘Fenomena Parkir’ di Jakarta : Fasilitas atau Peraturan Dulu? Hak atau Kewajiban Dulu?”
Posting Komentar