Home
» Penghijauan
» Pak Jokowi, Jadi Tidak Membeli Villa Daerah Hulu untuk Dibongkar dan Ditanami Kembali sebagai Daerah Resapan untuk Jakarta?
Jumat, 31 Mei 2013
Pak Jokowi, Jadi Tidak Membeli Villa Daerah Hulu untuk Dibongkar dan Ditanami Kembali sebagai Daerah Resapan untuk Jakarta?
Jumat, 31 Mei 2013 by Christie Damayanti
By Christie Damayanti
Tidak gampang jika pemerintah
Jakarta mau membeli villa2 di Puncak untuk dibongkar dan ditanami
kembali sebagai daerah resapan, walau ini merupakan terobosan yang
brilian, menurutku. Seperti pejabat2 pemda Jakarta sebelum2nya,
jangankan membeli villa atau tanah untuk menanamkan kembali pepohonan
untuk daerah resapan, justru mereka lah yang membeli tanah dan membangun
villa2 besar disana …..
Permasalahannya adalah, seharusnya sejak
dulu antara kota ada ‘hubungan kerja’ dan hubungan timbal balik antar
kota tersebut. Artinya, Jakarta sebagai Ibu Kota mrupakan sebuah kota
yang bisa dibanggakan oleh Negaranya, dan dilihat dunia. Dan seharusnya
lah, kota Jakarta benar2 bisa merangkul kota2 disekitarnya sebagai
bagian dari Jakarta dan sebagai kota pendukungnya.
Tetapi pada kenyataannya, justru kota2
pendukung Jakarta ini berlomba2 untuk seperti Jakarta, sebuah ibu kota
yang ‘wah’ … bahkan warga kota2 pendukung ini pun semakin lama semakin
berusaha seperti warga Jakarta. Ya, dandanannya, ya uangnya atau juga
keinginan2nya …..
Nah, ini yang salah. Bahwa sebagai kota
pendukung atau kota pendamping, mereka seharusnya mempunyai ciri khas
masing2. Artinya, mereka boleh ingin seperti warga Jakarta, tetapi tetap
memiliki ’sense of belonging’ sebagai warga kota pendukung Jakarta.
Misalnya :
Kota2 daerah selatan Jakarta sekitar Bogor - Puncak.
Secara geografis, daerah Bogor - Puncak
merupakan daerah hulu dan sebagai peresapan. Bukan hanya peresapan
kotanya sendiri, tetapi justru menjadi pendukung Jakarta yang artinya,
membantu Jakarta untuk ‘meresapkan’ air hujan. Artinya lagi, Bogor -
Puncak tidak boleh ‘ikut2an’ Jakarta! Karena Jakarta adalah Ibu Kota
negara dan Jakarta harus berbenah sebagai kota dunia, kemungkinannya
akan membutuhkan bantuan2 kota2 di sekelilingnya.
Jika pemerintah Jakarta sebelum2 ini
‘aware’ dan peduli bahwa walau Jakarta harus berbenah diri sebagai
Megapolitan Dunia , Jakarta tetap harus peduli dengan sebuah Ruang
Terbuka Hijau ( RTH ) yang memadahi untuk sebuah kota yang cantik, indah
dan manusiawi, seperti banyak kota2 dunia yang peduli dan manusiawi ……
Misalnya, kota New York dengan Central Park nya yang ratusan hektar dan
mempunyai RTH raksasa dan sebagai paru2 dunia ( Lihat tulisanku Central Park New York: Kawasan ‘Hutan Kota’ dan Bagian dari Paru Paru Dunia ). Atau kota Singapore yang udah mampu membuat RTH raksasanya yang baru ( Garden the Bay ) ‘Garden By the Bay’: Ruang Hijau Baru yang Menakjubkan untuk Singapore. …..
Keinginan pemda Jakarta untuk membeli
vill2 di daerah hulu Bogor - Puncak sangat masuk akal. Aku sih tidak mau
bicara tentang ‘ada tidak ya biayanya sampai menanam pepohonan dan
menjadi daerah yang baik untuk peresapan’. Tetapi ketika kita mempunyai
niat dengan tulus serta kepedulian yang tinggi, seharus nyalah kita
mendukungnya.
Jika costnya memang besar, tidak ada salahnya pemda
Jakarta dengan pemda Bogor - Puncak berembuk dengan pemilik2 tanah dan
villa untuk diskusi, ‘bagaimana jika villa2 serta tanah2 tersebut dijual
murah’. Bukan ‘murah’ seperti tanah2 dam villa2 yang tergusur, mlainkan
‘murah’ yang manusiawi. Jangan si pemilik langsung mematok ‘harga
damai’.
“Kan yang butuh mereka? Jadi harus
mau donk sesuai dengan harga kita?Jika tidak mau, ya sudah toh memang
villa dan tanah kami merupakan property kami …..”
Ya! Itu benar. Toh si pemilik villa dan
tanah sudah sesuai dengan ‘prosedur’ ( dalam tanda kutip ), jual beli
dan membangun villa, seakan2 tidak bermasalah. Dan karena tanah dan
villa merupakan property pribadi, tidak bisa di hitung profitnya, toh
daerhhah itu sudah dimilik tahunan bahwakan puluhan tahun, yang kalau di
bisniskan, sudah kembali modal.
Tetapi permasalahnya tentang ‘prosedur’ (
dengan tanda kutip ),aku sangat yakin, sebagian besar pemilik tanah dan
villa waktu mereka jual beli property mereka, tahukan mereka bahwa jika
mereka mau membuat vila di tanah mereka aturannya adalah KDB 10% sampai
20% ? Artinya, Jika mau membangun villa di daerha Bogo - Puncak (
secara detail, harus dilihat di peraturan daerah masing2 tanah tersebut
), hanya bisa 10% atau 20% saja dari luas tanah …
..
Coba saja lihat foto diatas. Sebuah
villa di Cisarua lengkap dengan fasilitas kemewaannya dan kolam renang.
Kolam renang itu buka Ruang Terbuka Hijau. Itu termasuk bangunan walau
tidak beratap, karena justr semua ada beton yang tidak bisa menyerap
air. Antara villa dan kolam renangnya, menurut anda berapa % dari luas
tanahnya? Ini property pribadi lho. Kemungkinan lebih dari 50% - 60%
dari luas tanah …..
Ah, aku benar2 yakin bahwa justru si
pemilik tanah membangun villa2 tersebut seluas2nya, apalagi jika untuk
di bisnis kan. Ingat tidak, ketika sekitar akhir tahun 1990-an dan awal
tahun 2000-an banyak pejabat2 Jakarta membeli dan membangun villa2 di
atas 20% KDB? Wah, aku lupa kelanjutannya, apakah mereka di ‘gusur’ atau
justru ‘dilindungi’ dan ‘untouchable?’
Karena jika hanya di himbau untuk si
pemilik tanah dan villa sebagai ‘warga yang sadar akan lingkungan dan
untuk peduli dengan Jakarta’, menurutku sangat tidak mungkin …..
***
Aku tidak mengerti, mengapa baru
sekarang ada berita tentang ‘reboisasi’ daerah hulu dengan membeli,
membongkar dan menanami kembali. Secara ekonomis memang sangat mahal,
tetapi secara lingkungan serta secara kepedulian sosial dan kepedulian
warga kota serta hubungan dengan kotanya sendiri dengan kota Jakarta
sebagai Ibu Kota, merupakan konsep yang brillian. Jika itu sudah
terbeli, antara pemerintah daerah kota Jakarta serta pemerintah daerah
Bogor - Puncak, harus medesain sedemikian sebagai ‘master plan daerah
hulu’ untuk membantu Jakarta sebagai penyerapan ……
Jangan lupa dengan peta counter 3 dimensi yang aku sudah tuliskan pada Jakarta Butuh Peta Contour 3 Dimensi untuk Kebijakkan Banjir.
Bahwa untuk mendesai master plan, termasuk daerah hulu ini, jangan
hanya memakai peta 2 dimensi saja, tetapi memakai peta 3 dimensi. Dimana
jika mendesain master plan artinya untuk ’selamanya’ sesuai dengan
kebutuhan2 air yang mengalir dari Bogor - Puncak sampai Jakarta.
***
So, jangan berlama2 pak Jokowi untuk
membli tanah dan villa di daerah hulu, sehingga langsung memulai untuk
mengerjakannya demi lingkungan dan Jakarta. Karena jika terus menunggu,
Jakarta akan semakin ‘tenggelam’ dengan arti harafiahnya …..
Salam penghijauan …..
Tentang Saya:
Christie Damayanti. Just a stroke survivor and cancer survivor, architect, 'urban and city planner', traveller, also as Jesus's belonging. Follow me on Twitter
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Responses to “Pak Jokowi, Jadi Tidak Membeli Villa Daerah Hulu untuk Dibongkar dan Ditanami Kembali sebagai Daerah Resapan untuk Jakarta?”
Posting Komentar