Kamis, 30 Mei 2013
Kebebasan Tanpa Batas Bagi Insan Disabled untuk Berperan dalam Penyelamatan Bencana
Kamis, 30 Mei 2013 by Christie Damayanti
By Christie Damayanti
Tags:
sosbud
Ketika aku mulai berpikir tentang
‘bagaimana evakuasi bagi disabled atau penyandang cacat’, aku mulai
mencari2 referensi yang akurat. Lewat mba Google, ternyata bulan Oktober
2012 yang lalu, dengagn adanya Diskusi “Vulnerability and Inclusion :
Widening the Participation of Persons wit Dissabilities in Disaster
Reduction ( DDR ) in Asia” di Yogya Expo Centre, Yogyakarta. Karena
ternyata, insan disabled masih dilupakan dalam upaya untum mengurangi
resiko bencana, PADAHAL mereka justru sebenarnya bisa berkontribusi
dalam penyelamatan dirinya sendiri bila saat terjadi bencana!
Banyak yang mengungkapkan bahwa dalam
program pengurangan resiko bencana, insan disabled sering dan selalu
justru dianggap korban. Insan disabled selalu dipandang lemah dan justru
dipandang harus dan sangat perlu diselamatkan, dibanding insan normal.
Jujur, ketika aku aku menulis artikel ini Peduli dengan Adanya Kebakaran? Sepertinya Tidak …… ,
sepertinya ustru benar2 aku yang harus berusaha untuk mencari
’pertolongan’ jika aku berada di sebuah tempat yang sedang mengalami
bencana.
Ya, dengan suasana yang sangat ‘chaos’ karena bencana, aku
harus berusaha menyelamatkan diri sendiri! Karena semua orang akan
berusaha masing2 menyelamatkan diri sendiri, jadi bagaimana aku bisa
menyelamatkan diri sendiri jika hanya mengharapkan pertolongan orang
lain?
Ternyata pada kenyataannya, insan
disabled justru mampu untuk menyelamatkan diri sendiri, tapa melibatkan
orang lain, dari beberapa referensi nara sumber waktu itu.
Ya, aku menjadi malu! Ketika
aku sempat berpikir ‘bagaimana aku bisa meminta bantuan orang lain
dengan cacat tubuhku jika aku berada di dalam suasana bencana’, tetapi
yang aku baca ini justru aku harus berpikir untuk menyelamatkan diri
sendiri! Bahkan jika memang berkenan, aku juga bisa menyelamatkan orang
lain! Astagaaaa ……
*Forgive me, GOD!*
Aku mulai membuka wawasanku, bahwa saat
ini insan disabled masih terkendala dengan pola pikir tentang ‘kelemahan
tubuh’. Bahwa ‘kelemahan tubuh’ akan mendapat prioritas, termasuk dalam
program2 penyelamatan dalam bencana. Mindsetnya memang harus diubah!
Bahwa ‘insan disabled tidak bisa apa2′, itulah yang harus diubah!
Tetapi bagaimana cara insan disabled
yang benar2 tidak mampu untuk berlari atau berjalan dengan baik, seperti
memakai kursi roda, tuna netra atau down-syndrom yang tidak mengerti
tentang penyelamatan diri? Padahal, mereka paati akan terdesak oleh
orang2 normal yang mencari selamat sindiri. Itu yang masih aku pikirkan
…..
Yang jelas, upaya pengurangan bencana
bagi insan disabled, harus inklusif ( bukan eksklusif ). Bahwa antara
insan normal dengan insan disabled harus bersatu padu, bekerja sama
untuk memberikan yang terbaik bagi semuanya.
Jika ada pelatihan2 tentang
resiko bencana di bangunan2 umum, misalnya, ajaklah insan disabled,
ajarkan mereka untuk melindungi diri dan berusaha menjadikan
‘keterbatasannya’ tetap bisa berjuang demi penyelamatan dirinya sendiri,
tanpa bantuan orang lain. Juga dalam penyelamatan bencana, sebagai
insan disabled akan bisa menjadi pelaku yang membantu orang lain …..
Dalam kenyataannya, insan disabled
sekarang ini benar2 tidak atau belum dipedulikan, di Indonesia. Insan
disabled, termasuk aku, merupakan kaum ‘eksklusif’! Sebagian besar dari
mereka, insan normal, melihat kami sebagai ‘orang aneh’ yang sediit
direndahkan dan dianggap tidak mampu beerbuat apa2.
Justru sekarang ini,
insandisabled muda Indonesia, salah satunya yang tergabung dalam IDCC (
Indonesia Disabled Care Community ), selalu menyuarakantentang
‘masyarakat disabled yang inklusif!’. Bahwa kami tidak mau di
‘eksklusif’kan. Kami mau membaur! Kami mau terus berkarya, seperti insan
normal!
Memang untuk menuju masyarakat disabled
yang inklusif, masing banyak sekali tantangannya. Jangankan kami bisa
menjadi bagian dari program penyelamatan bencana, untuk pendidikan bagi
insan disabled di Indonesia saja, masih sangat susah!
Pemerintah dalam
hal ini juga sangat meng-eksklusif’-an kami! Semuanya harus bersekolah
di Sekoah2 Luar Biasa ( SLB ). Dan menurutku, jika insan disabled mampu
bersekolah di sekolah2 nermal, sangat patut untuk diberi kesempatan,
bukan justru di ‘hina’ dan ‘terlempar’ ke sekolah2 yang sangat
eksklusif, yang hasilnya tidak akan mendukung menjadikan mereka
masyarakat disabled yang mandiri …..
Kembali lagi tentang penyelamatan
bencana. Sekali lagi, kami, insan disabled, pasti bisa berkarya seperti
insan2 normal. Termasuk dalam program2 penyelamatan2 bencana. Bukan
hanya untuk menyelamatkan diri sendiri saja, tetapi menjadi berkat bagi
orang lain, dan mampu menyelamatkan orang lain.
Tetapi, sebenarnya bagaimana caranya? Paling tidak, seperti aku, insan disabled dengan kelumpuhan ½ tubuh sebelah kanan?
Sambil berpikir dan merenung, aku
menuliskan tentang beberapa tahap dalam penyelamatan bencana di gedung
tinggi, untuk aku ( contoh : kebakaran ):
1. Aku harus tenang! Sebagai insan pasca stroke, aku harus benar2 tenang, walau bencana menghadang!
2. Berdoa! Minta Tuhan menuntunku untuk menyelamatkan diriku, dan mungkin bisa membantu penyelamatan teman ( - teman ) ku.
3. Mulai berbaur dengan teman2
dalam koridor, antre turun lewat tangga darurat. Tetap tenang dan jangan
panik! Karena untuk aku, panik ustru akan membuat aku down dan
terpuruk!
4. Aku arus tetap berusaha untuk
berpegang dinding tangga darurat. Menyusuri tangga, dengan suasana
‘chaos’ sangat berbeda dengan hari2 normal. Pasti akan ada beberapa
teman yang panik, menangis bahkan pingsan.
5. Mungkin jika aku benar2 berada
dalam keadaan seperti itu, dan menemukan teman yang panik, aku akan
membujuknya untuk tidak panik. Kami akan bisa terselamatkan jika kami
tetap dijalur evakuasi. Jadi kami akan saling menduung, berjalan bersama
sampai lantai dasar ……
Bagaimana dengan insan disabled dengan kursi roda? Itu yang masih aku pikirkan.
Tetapi
setidaknya, aku sydah sadar bahwa walau aku cacat, aku tetap bisa
membantu banyak orang dalam semua masalah, walaupun aku tetap juga
berada dalam keterbatasan …..
Mungkin ini sekedar ilustrasi, bahwa aku
akan bisa bertahan, jika aku tetap berdo dan memohon Tuhan menuntunku.
Memang tidak mudah sama sekali. Aku belum pernah berada di eadaan
seperti itu, dan aku belum pernah melihat ke-chaos-an nya. Tetapi aku
yain bahwa aku bisa memyelamatkan diriku ssendiri, dalam apapun
permasalaannya ……
Seperti aku bisa bertahan untuk
hidup dari beberapa kali cakar maut mencengkeramku, termasuk dari
ancaman maut karena stroke ini ……
Tentang Saya:
Christie Damayanti. Just a stroke survivor and cancer survivor, architect, 'urban and city planner', traveller, also as Jesus's belonging. Follow me on Twitter
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Responses to “Kebebasan Tanpa Batas Bagi Insan Disabled untuk Berperan dalam Penyelamatan Bencana”
Posting Komentar