Jumat, 05 Oktober 2012
Seoul: Kota Berbukit-Bukit Membuat Betis ‘Kencang’
Jumat, 05 Oktober 2012 by Christie Damayanti
By Christie Damayanti
Seoul merupakan sebuah kota berbukit2.
Tidak ada dataran yang rata. Dari 1 rumah ke rumah yang lain pun, bisa
berjarak ketinggian 50 cm sampai 1 meter. Sebenarnya, catik sekali.
Untuk seorang arsitek seperti aku, kota Seoul sangat cantik dengan
bukit2nya, dibanding kota2 yang hanya berada dalam satu ketinggian yang
sama. Karena dengan ketinggian yang berbeda2, kot Seoul bisa dibuat ‘cut
and fill’ yang berlainan dan membuat kota ini lebih cantik …..
Jika kita sehat, maksudnya secara fisik
kita benar2 prima, kota Seoul memang merupakan sebuah kota yang harus
dipandang sebagai kota ‘perjuangan’. Hehehe … maksudnya, kota Seoul
memang sangat ‘berat’ dalam berjalan kaki. Seperti di kota2 besar
lainnya dan seperti di kota2 metropolitan
dunia, kota Seoul sudah mempunyai konsep kota serta transportasi
umumnya sendiri. Semua transportasi ada disana, dari mulai MRT kereta
bawah tanah dan atas tanah, bus kota, taxi, motor bahkan sepeda. Tetapi
karena kota Seoul berada di negara 4 musim, pada musim panas pun tidak
terlalu panas. Ditambah dengan sarana pedestrian yang cantik, menyebabkan warga kota Seoul serta wisatawannya lebih memilih berjalan kaki sejauh yang kita inginkan.
Alhasil, sebagai wisatawan, aku
‘berjuang’ untuk terus berjalan kaki, ketika sahabat2ku maunya selalu
berjalan2 kaki. Kami tinggal di sebuah apartemen, di sebuah bukit,
Namsan Hill. Puncak bukit ini terdapat Seoul Tower dan di pertengahan
bukit terdapat Hyatt Hotel, tempat sahabat2ku bekerja.
Aku di lingkungan apartemen sahabat2ku. Semua berbukit2, membuat betisku ‘kencang’ …..
Namanya juga bukit, artinya aku harus
naik turun bukit jika aku mau kemanapun! Apartemen kami berada tidak
jauh dari Seoul Hyatt Hotel. Jika aku ingin ke Seoul downtown,
sebenarnya lumayan. Artinya, aku bisa ‘berlari’ karena turun. Karena
bukit Namsan ini terjal, aku kadang2 tidak bisa ‘mengerem’ untuk
beristirahat. Alhasil, kadang2 aku keseleo walau aku memakai sepatu
kets.
Tetapi jika aku pulang dari jalan2 ke apartemen, aku harus mendaki bukit dengan terengah-engah. Sungguh, bukit ini terjalnya bisa lebih dari 45 derajat, bahkan ada yangekstrim bisa sampai 60 derajat! OMG! Setiap hari aku harus membungkus kakiku untuk di pijat di refleksi karena pegal2, walau setelah hari ke-2, aku sudah mulai terbiasa …..
Aku memang wisatawan disana. Bagaimana dengan pekerja dan pegawai2? Yang jelas, ketika aku mulai berjalan keluar dari apartemen, aku mendapatkan banyak pekerja perempuan yang selalu ‘fashionable’, memakai rok cantik dan sepatu pantofel dengan hak minimal 5 cm, berjalan kaki sampai kemana mereka inginkan.
Karena lingkuang apartemen kami sedikit jauh untuk mencapai halte bus, dan lumayan jauh sampai ke stasiun MRT. Jadi, minimal mereka harus berjalan kaki menuju halte bus sekitar 2 km, dengan naik turun bukit Namsan, dengan pantofel serta baju cantik untuk bekerja ….. dan aku melihat mereka biasa2 saja, sambil beer-bbm ria atau sambil makan sandwich, sementara aku dengan susah payah mengikuti mereka …..
Alhasil, aku sering melirik ke betis kaki2 mereka, waaaahhh …… besar2, hihihi ….. Akupun, ketika aku berlibur kesana tahun 2009 lalu, dalam waktu 10 hari betisku menjadi besar dan keras, menambah kekar fisikku sebagai ‘preman proyek’ …..
Jika laki2 sih, aku bisa mengerti dengan sepatu kets atau sepatu kerjanya, tetapi jika highheels?? Karena pernah aku bertemu dengan beberapa perempuan Korea yang memakai highheels dan baju2 cocktail yang canti melambai, santai saja melakukan ‘perjalanan’ menuju halte atau menuju MRT. Wah wah wah …..
Antara 1 apartemen ke apartemen
lainnya, ‘peil’-nya ( ketinggiannya ) bisa berubah antaara 50 cm sampai 1
meter, tergantung dengan kecuramannya, dan ‘cut and fill’nya …..
Jika aku dengang sahabat2ku berjalan2, kami pasti sambil ngobrol sehingga agak tidak berasa dengan ‘perjuangan’ naik turun bukit. Bahkan bisa ketawa ketiwi jika bercanda sehingga bisa santai. Tetapi jilka aku jalan sendiri, mendingan aku naik bus saja karena sungguh, aku kewalahan dengan ‘perjuangan’ ini, walau untuk sampai ke halte bus pun, butuh jarak 2 km …..
Tetapi dengan berjalan2 tidak menggunakan taksi, aku lebih bisa memperhatikan lingkungan tempat tinggal kami. Apartemen2 pendek ( antara 4 lantai sampai 8 lantai ), ternyata sangat ‘homy’, seperti di Jakarta.
Artinya, aku sering melihat sendiri rumah2 mereka yang terbuka pintunya dan melihat kehidupan didalam seperti kehidupan di Jakarta. Konsep apartemen Asia, yang tidak sama dengan konsep apartemen negara2 barat. Ibu2 memasak dengan bau masakan paginya khas : nasi goreng dan sandwich. Anak2 berlarian sebelum ibu mereka memanggil pulang. Ayah2 mereka memanasi mobil mereka ( yang membawa mobil ke tempat kerja mereka ) atau membantu istri2 mereka menjemur pakaian ….. sangat sederhana dan familier …..
Aku memang suka travelling, tetapi aku
tidak suka untuk tinggal di hotel mewah, kecuali memang diperlukan (
untuk bekerja atau meeting ). Aku lebih memilih untuk tinggal di
apartemen dengan teman. Selain lebih hemat biaya, aku bisa melihat,
merasakan serta mengamati kehidupan tempat aku tinggal. Dan pasti ada
‘pelajaran’ disana …..
Terbayang tidak, ketika aku pulang membawa 2 koper besar dengan oleh2 serta 1 tas cabin isi kamera besar dan 1 tas tangan? Walau aku diantar sahabat2ku, tetap aku merasa bersalah karena kami membawanya menuju halte bus untuk ke bandara, dengan terengah-engah …..
Ini sekilas tentang kota Seoul, menambah perbendaraan surveyku ke seluruh dunia. Untuk cerita tentang Seoul bisa di baca di tulisan2ku :
Salamku dari Seoul …..
Tentang Saya:
Christie Damayanti. Just a stroke survivor and cancer survivor, architect, 'urban and city planner', traveller, also as Jesus's belonging. Follow me on Twitter
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Responses to “Seoul: Kota Berbukit-Bukit Membuat Betis ‘Kencang’”
Posting Komentar