Minggu, 17 Maret 2013
Persiapan Papa Menjadikan Kami Berguna…
Minggu, 17 Maret 2013 by Christie Damayanti
By Christie Damayanti
So, Sabtu itu aku menelpon papa ku untuk tanya kapan pulang dan aku membutuhkan peralatan itu. Bahwa aku tahu, mereka akan pulang hari Rabu, itu sebenarnya aku sudah mengerti, tetapi tetap saja aku bertanya.
Meja gambarku, aset seorang arsitek ( dahulu ), pemberian papa …..
___________________________________________________________________________________
Untuk anak2, pastilah kita berusaha
sekali memenuhi kebutuhan mereka. Begitu juga papa, untuk kami, termasuk
untukku. Ketika kita sudah ‘masuk’ ke ranah pendidikan anak2 kita,
untukku dan pasti juga untuk orang2 tua lainnya, pasti merupakan hal
yang terpenting, untuk masa depan mereka. Karena anak2 kita adalah aset
kita, aset keluarga dan aset Tuhan untuk dunia lebih baik …..
Cerita ini memang hanya tentang aku,
walau adik2ku mempunyai cerita2 yang tidak kalah serunya, yang
berhubungan dengan papa, untuk mempersiapkan kami, anak2nya berguna di
masa depan dalam Tuhan …..
Suatu ketika, aku baru semester 2
Fakultas Teknik Arsitektur di universitas dimana aku kuliah, aku mulai
membutuhkan meja gambar beserta penggaris ‘Mutoh’ nya. Aku tahu, meja
gambar dan penggaris itu mahal dan ini adalah aset terpenting bagi
mahasiswa arsitektur dan bagi arsitek2 untuk mendesain dan menggambar.
Dulu belum ada Auto CAD atau 3D, semua masih manual.
Jaman itu, tahun 1988 harga meja gambar +
penggaris ( kalau tidak salah ingat ) sekitar 1 juta. Sangat mahal (
jaman dulu ), jadi aku belum meminta kepada orang tua, karena aku masih
bisa menggambar dengan penggaris ‘T’ dengan meja tulis sebagai
pegangannya.
Walau sering bermasalah, aku berusaha untuk tidak selalu
menyusahkan orang tua, karena bukan hanya peralatan ini yang dipakai,
bahkan buku2 khusus arsitekturpun sangat mahal. Belum ada internet,
buku2 itu semua import. Jadi, pintar2nya aku saja untuk meminjam
perpustakaan atau mem-foto copy walau gambarnya menjadi tidak jelas.
Hari itu adalah Sabtu, aku ingat betul.
Orang tuaku sedang dalam tugas ke sebuah kota, beberapa hari itu dan
mereka akan pulang hari Rabu, minggu depan.
Aku benar2 membutuhkan meja gambar +
penggarisnya, karena aku harus menyelesaikan tugasku dengan detail. Jika
aku tidak memakai peralatan ini, aku akan kesulitas karena penggaris
ini mampu menggaris se-per-milimeter dan se-per-1 derajat dengan mulus
tanpa mataku setajam elang serta tanganku bisa bergerak dengan cepat dan
lancar. Jika memakai penggaris ‘T’ dan busur derajat standard, tugasku
akan selesai berbulan2 dengan gambar yang sangat tidak sesuai dengan
kenyataan.
So, Sabtu itu aku menelpon papa ku untuk tanya kapan pulang dan aku membutuhkan peralatan itu. Bahwa aku tahu, mereka akan pulang hari Rabu, itu sebenarnya aku sudah mengerti, tetapi tetap saja aku bertanya.
Ketika aku bercakap dengan papa, sekonyong2 papa berucap,
“Sebentar lagi, kita pulang. Tunggu ya, sore nanti kita ke Gramedia”, dan papa menutup teleponnya …
Aku kaget dan tidak bisa lagi menghubunginya. Dan beberapa jam kemudian
mereka sudah sampai rumah setelah supir menjemput mereka di bandara. Dan
begitu mereka datang, papa langsung menggandengku ke Gramedia untuk
membeli meja gambar dan penggaris itu, dan papa membayar mahal untuk
salah satu aset awalku sebagai calon arsitek …..
Dan papa mengorbankan
pekerjaannya demi aku yang membutuhkan barang, padahal pekerjaan papa
itu pun sebenarnya juga untuk kami ….. Lihat tulisanku [CFBD] Cikal Bakal Dunia Karierku sebagai Arsitek Profesional
Bukan hanya itu saja. Papa sering
mengorbankan pekerjaannya, meeting2nya dengan mitra2nya atau
pertemuan2nya dengan client2nya, ketika papa mengetahui bahwa aku tidak
ada yang mengantar jemput dari rumah atau ke kampus.
Papa tidak pernah membolehkan aku pulang
pergi menggunakan kendaraan umum ataupun beliau tidak memperbolehkan
aku setir sendiri. Papa sangat takut dengan keselamatanku, karena beliau
sangat mengasihiku dan beliau trauma dengan meninggalnya kakakku
sebelum aku lahir. Sehingga jika supirku tidak masuk atau ada halangan,
jika tidak ada temanku yang bisa mengantarkan aku pulang, papa akan
langsung menjemput aku sendiri dan membubarkan meeting2nya atau
pertemuan2nya, segera, untuk menjemputku!
Pernah malam2, aku sebenarnya sudah ijin
untuk begadang di kampus dengan teman2ku untuk membuat tugas maket.
Tetapi entah mengapa ( aku lupa ), jam 1 malam aku harus pulang dan
teman2ku tidak bisa mengantar aku. Sehingga aku telpon papa untuk
menjemputku. Dan dengan suara serak karena baru bangun mendengar suara
telpon, papa cepat2 menjemputku ……
Sering sekali papa melakukan seperti
itu, hingga aku hanya bisa trenyuh. Sebagai anak waktu itu, bukannya
membantu orang tua tetapi justru menyusahkan orang tua, terutama papa.
Sehingga aku bertekad, bahwa aku harus lulus S1 dengan secepat mungkin
untuk membanggakan kedua orang tuaku! Dan Tuhan mengabulkan permintaanku
… 4 tahun aku lulus dengan gemilang ( dulu lulus arsitek sangat susah.
Dengan 5 tahun kuliahpun jarang ada yang lulus. Waktu itu paling tidak
7-10 tahun, ( apalagi sebelum sistim SKS ), sebagai arsitek muda yang
membuat tawa bahagia orang tua, terutama papa …..
Dan aku melihat orang tuaku, dengan
bangga mengantarku wisuda sebagai seorang aesitek muda. Apa lagi ketika
aku lulus S2, dengan menggendong Dennis ( cucu pertama papa ) tahun
1997, papa sangat bangga ketika aku lulus dengan predikat Cum Laude …..
Papa sudah mengajarku tentang tanggung
jawab, sejak kecil. Bermain, bersekolah sampai bekerja. Dari jaman SD
sampai lulus kuliah, kami ( khususnya aku ) berusaha untuk terus
berprestasi, untuk membuat kedua orang tua kami, bangga. Dan ketika
kami, anak2 papa bertiga ini, sudah lulus sesuai dengan keinginan kedua
orang tua kami, aku tahu bahwa papa dan mama bangga pada kami.
Dan aku
juga tahu bahwa papa sangat bangga padaku, anak sulungnya, yang benar2
mengikuti apa yang papa mau aku lakukan …..
Terima kasih papa. Tugas papa sudah
selesai. Tinggal kami, termasuk aku, yang akan meneruskan cita2 papa,
menjadikan generasi penerus papa dalam menerapkan kasih Tuhan di dunia
…..
Tags: Catatan Harian
Tentang Saya:
Christie Damayanti. Just a stroke survivor and cancer survivor, architect, 'urban and city planner', traveller, also as Jesus's belonging. Follow me on Twitter
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Responses to “Persiapan Papa Menjadikan Kami Berguna…”
Posting Komentar