Selasa, 12 Maret 2013
Aku Sebagai ‘Asisten’ Papa …..
Selasa, 12 Maret 2013 by Christie Damayanti
By Christie Damayanti
Tags:
Catatan Harian ,
Sosok
Aku dan papa, tahun 2005
Papa adalah idolaku. Papa adalah
panutanku. Papa adalah matahariku. Itu sudah aku katakan dari dulu.
Ketika aku terpuruk, ketika aku harus bisa melakukan sesuatu, ketika
Yesus membisikkan kata2 tentang kasih, aku melihat papa yang menjadi
motivatorku. Kasih. Aku melihat papa adalah Yesus, dan Yesus adalah papa
…..
Seorang papa yang sungguh mengasihi kami sebagai keluarganya,
saudara2nya, sahabat2nya, teman2nya bahkan semua orang, dan khususnya
aku sebagai putri terkasihnya …..
Kehidupan papa seperti layaknya seorang
papa pada umumnya. Walau papa sudah berumur ( terakhir 73 tahun ) dan
dalam hidup pensiun sebagai pegawai pemda Jakarta, papa tetap bekerja.
Memang bukan untuk mencari uang lagi, tetapi untuk mengabdikan dirinya
sebagai seorang ‘pelayan’ yang melayani banyak orang.
Baik sebagai
pelayan di Gereja kami, sebagai pelayan di pembangunan RS Cikini,
pelayan di perusahaan beliau dalam dunia konstruksi ataupun beberapa
kegiatan yang sangat berarti untuk hidup orang banyak. Serta setelah aku
stroke, papa adalah sebagai papa yang melayani putri terkasihnya, yang
dalam keterbatasan …..
Aku ingat sekali. Ketika aku masih sangat kecil, papa bertanya,
“Nanti kamu mau menjadi apa kalau kamu sudah besar? Apakah kamu ingin menjadi insinyur seperti papa?”
Dan sejak itu, sungguh aku ingin
mengikuti jejak papa, menjadi seorang insinyur, seperti papa. Walau
bukan insinyur sipil tetapi seorang insinyur arsitek …..
Sejak itu, papa sering membawaku dan
kedua orang adikku ke beberapa proyek papa, atau ke kantor papa. Tetapi
lama kelamaan, adik2ku tidak terlalu tertarik dengan pekerjaan papa,
sehingga hanya aku yang bisa mengikyti ide2 atau pemikiran papa tentang
sebuah ‘dunia baru’, dunia yang sebenarnya masih asing bagi aku sebagai
seorang anak, bagiku dan bagi kami …..
Aku juga ingat betul, ketika sewaktu aku
kelas 2 SMP tahun 1984. Waktu itu Bandara Soekarno Hatta baru di
bangun, memakai pondasi ‘cakar ayam’, sebuah inovasi baru. Sangat
excited aku mengikuti papaku! Kalau tidak salah, dulu papa ku sebagai
penasehat desain strukturnya. Dan papa sering kesana, dan aku sering
ikut dengannya jika harus bekerja di akhir minggu.
Papa dengan gagah, membawa kertas2
kerjanya. Gulungan2 gambar besar dengan beberapa map tulisan2 papa, aku
sempat membawa beberapa dari itu. Bangga sekali aku! Aku mengikuti papa,
melompat2 di proyek, melihat2 strukturnya ( walau aku sama sekali tidak
tahu, apa itu struktur atau untuk apa itu karena aku baru SMP ). Aku
mengikuti papa, seakan2 aku adalah asisten papa …..
Dan aku yakin, bahwa
papa bangga padaku …..
Beberapa mitra kerjanya, aku ingat, sering bertanya ke papa,
“Asistennya?”
Karena tubuhku sudah besar dengan
dandanan khas sebagai ‘insinyur muda’, mungkin menjadikan aku seperti
benar2 asisten papa, dengan membawa kertas2 kerja papa ….. Dan aku
sangat bangga menjadi ‘asisten papa’ …..
Aku, kelas 2 SMP tahun 1984,
diperkenalkan sebagai ‘asisten papa’ di depan teman2nya, insinyur2
senior : Ir. Liman ( baju putih ) dan Ir. Sijabat ( baju pink).
Cerita lain lagi, ketika papa sering
mengajakku untuk survey ke pelosok2 Jakarta sebagai pegawai pemda DKI di
DP2K ( sekarang DP2B ), untuk mengawasi pembangunan gedung2 di seluruh
pelosok Jakarta. Papa sebagai Kepala Dinas nya. Di semua mobil kami,
selalu ada notes, berisi standard laporan tentang bangunan2 di seluruh
Jakarta, yang tidak mempunyai ijin untuk membangun ( IMB ), dengan tidak
adanya papan berwarna kuning.
Kami berdua, sering menyusuri Jakarta, di
saat2 libur atau akhir minggu. Aku membawa notes dan catatan2 khusus,
menulis, mem-foto permasalahnnya, dan setelah di titik tertentu selesai,
kami ke kantor papa, memasukkan hasil survey kami ke dalam tempat
khusus untuk ditindak-lanjuti oleh anak2 buah papa.
Aku dengan bangga,
membawa kamera pocket sederhana, dan membawa hasil catatanku. Film dari
kamera langsung di cetak untuk laporan. Dan papa terlihat bangga, dengan
selalu mengajarkan bahwa kepedulian warga Jakarta, akan terus harus
berlanjut, jika kita mau menyatakan kasih kita lewat kepedulian …..
Sampai aku mampu menyelesaikan studiku
sebagai seorang arsitek, papa tetap terus mendukungku. Apapun yang aku
perlukan untuk tugas2 perkuliahanku, dengan sekuat tenaga, papa pasti
mengadakannya. Bahkan tidak itu saja, sampai sekarangpun papa tetap
mendukungku sebagai seorang arsitek. Papa pernah berkata padaku, bahwa
kami anak2nya, bisa menjadikannya bangga dengan keberadaan kami ….. Ah
papa … Justru kami lah yang sangat bangga kepadamu …
Terima kasih, papa
…..
***
Di atas tadi, adalah sedikit cerita betapa papa adalah duniaku. Menjadi
seorang arsitek adalah cita2 papa dan aku, tetap menjadi seorang arsitek
yang mampu menerapkan daya juang dan konsep2 yang berguna bagi banyak
orang, adalah cita2ku untuk membanggakan papa. Bahwa, putri terkasih
papa, bisa menjadikan papa bangga dan aku bisa berguna bagi pelayanan
dalam Tuhan, sesuai dengan pengajaran papa …..
Dan sekarang, aku benar2 menjadi
‘asisten papa’, baik dari segi pemikiran, segi konsep2 desain atau dari
segi pelayanan. Bahwa aku benar2 sangat terinspirasi dengan apa yang
diperbuat papa, dan berusaha untuk terus menerapkan apapun, yang papa
ingin lakukan. Dan sekarang, setelah papa sudah ada di sisi Yesus, aku
akan terus melakukan apa yang papa inginkan untuk aku perbuat …..
Aku berjanji, pa …..
Terima kasih Tuhan, terima kasih papa …..
Tentang Saya:
Christie Damayanti. Just a stroke survivor and cancer survivor, architect, 'urban and city planner', traveller, also as Jesus's belonging. Follow me on Twitter
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Responses to “Aku Sebagai ‘Asisten’ Papa …..”
Posting Komentar