Kamis, 29 November 2012

Fenomena Kehidupan Modern Kaum Urban Jakarta



By Christie Damayanti

1354183683488197814
iannewscom

Apartemen kecil sekarang semakin menjadi fenomena untuk warga Jakarta. Awalnya ketika akhir tahun 1980-an dan awal tahun 1990-an, di Jakarta diperkenalan kehidupan apartemen oleh pengembang2 besar. Dimana ketika itu aku masih sebagai junior arsitek, membangun beberapa apartemen mewah di Jakarta. Waktu itu, apartemen baru diperkenalkan, dan masih sebagai hunian mahal dan mewah dengan luas per-unitnya antara 60 m2 sampai dengan ratusan m2 di Penthouse, dengan spesifikasi yang tinggi.

Sebagai arsitek muda, aku sangat antusias untuk berusaha mendesain yang terbaik, secara waktu itu, tempat aku bekerja, hanya disanalah baru ada pengembang dengan konsep apartemen mewah dengan konsultan2 asing, dan aku sangat menikmati dalam perencanaan serta diskusi2 penting demi kelancaran proyek ini. Dan ternyata fenomena apartemen di Jakarta, bertumbuh sebagai dasar hidup kaum urban Jakarta. 

Seperti di tulisanku tentang ‘Rusun Kampung Deret’: Konsep Menarik bagi Warga Jakarta, Tetapi ….., dengan bertambahnya warga Jakarta karena arus urbanisasi, ternyata konsep apartemendengan unit besar untuk keluarga, tidak selamanya diminati, secara harga hunian besar semakin lama semakin mahal. Sehingga, banyak warga Jakaarta memilih membeli rumah di pinggiran Jakarta, juga ternyata banyak pengembang yang menggambar-gemborkan bahwa tinggal di pinggiran Jakarta lebih baik dibandingkan tinggal di ‘downtown’ kota Jakarta.

Tetapi dengan adanya konsep ‘Back to The City’ ( lihat tulisanku Konsep ‘Back to the City’: Dampak dari Kehidupan Hunian Perkotaan ), ternyata kaum urban lebih memilih membeli apartemen kecil, ditambah para pengembang juga merubah konsep sebelumnya. Dan pengembangpun membangun banyak apartemen kelas menengah ke bawah dengan unit2 yang semakin kecil …..

Seperti beberapa apartemen kelas menengah ke bawah, per-unitnya hanya seperi type RSS yaitu type 21 m2, 36 m2 dan 48 m2. Bahkan ada yang bertype belasan m2 saja.

Untukku, konsep ini sangat relevan bagi warga Jakarta. Tetapi, dengan adanya konsep unit sebesar type RSS, aku sangat prihatin. Jika ada di atas tanah, maksudnya merupakan bangunan rumah, mungkin masih terasa manusiawinya. Bangunan rumah type 21 m2, 36 m2 dan 48 m2 teryata cukup manusiawi, terlebih dengan adanya kelebihan di pekarangannya. Tetapi jika hunian bertipe di atas ada di sebuah bangunan tinggi seperti apartemen atau rusun, aku merasa sangat tidak manusia.

Mari kita amati. Rata2 keluarga Indonesia dengan konsep KB berhasil, ada 4 orang / keluarga, 1 anak laki2 dan 1 anak perempuan. Dengan type 21 m2, 36 m2 dan 48 m2 saja, tidak dimungkinkan untuk 3 kamar. Sebuah kamar untuk orang tuanya, sebuah kamar untuk anak laki2 dan sebuah kamar untuk anak perempuan. Tetapi pun, bisa diperoleh dengan menata dan mendesain dengan fleksible.

Tetapi jika 1 keluarga lebih dari 5 orang, akan sangat tidak manusiawi lagi, sehingga jika kita ke sebuah rusunami atau apartemen dari pengembang besar tetapi bertype seperti di atas, kesan pertama adalah ‘kumuh’. Dengan kepadatan warga di lingkungan rusun atau apartemen kecil tadi, ditambah banyaknya fasilitas2 berdagang ( tetapi TIDAK DENGAN fasilitas2 umum seperti RTH serta ruang terbukan untuk bermain anak2 ), menyebabkan kekumuhan sebuah apartemen dan rusun menjadi sebuah daerah ’slum’ baru dalam dunia modern.

Slum-slum di rusun apartemen2 bertype unit kecil, ternyata juga tidak memberikan pencerahan bagi warga Jakarta untu berusaha membuat hunian mereka lebih baik lagi. Justru semakin berkembanglah kekumuhannya, dengan ‘menggandeng’ kegiatan2 yang seharusnya tidak ada di sebuha hunian keluarga …..

Sebagai arsitek dan urban planner, aku sering men-survey banyak rusun dan apartemen2 berunit type kecil. Tempat2 itu terasa tidak terlalu nyaman bagi kehidupan keluarga. Bukan hanya fisiknya saja, tempat itu sangat ’suram dan mengerikan’, ketika kita berada disana tanpa mengenal daerah dan warga disana.

Suram maksudnya, benar2 suram secara secara harafiah. Sepertinya, si pengembang dan manajemen sudah ‘lepas tangan’ tanpa aturan dan tanpa maintenance secara fisik sama sekali. Bangunan2 itu tidak pernah di pelihara (?), cat sudah mengelupas, banyak pintu tidak pernah di servis mejadi selalu berbunyi, lampu2 suram yang sebenarnya ditanggung oleh manajemen, serta lingkungannya yang tidak nyaman, walau hanya untuk melintas saja.

13541837281631906186
beritajakarta.com
 
Salah satu rusun di Jakarta yang tidak terawat sama sekali …..

Belum lagi ketika aku mewawancarai beberapa orang yang tinggal di daerah itu, ternyata banyak warga di lokasi ini sangat rentan dengan prostitusi ataupun perjudian. Tidak menyolok tetapi sangat intensif dan terus berjalan sejak dulu, bahkan sampai sekarang.

Jika dilihat dari likasi dan ‘kekumuhan’nya, sangat tidak mungkin akan ada yang mempunyai mobil mewah. Tetapi kenyataannya, banyak sekali mobil2 mewah Eropa tahun terbaru berada di pekarangan rusun dan apartemen berunit kecil. Bukan aku membedakan, tetapi sangat logis ketika kita melihat sebuah lokasi kumuh tetapi bisa mempunyai mobil2 mewah terbaru. Bukan pula berprasangka buruk, tetapi paati banyak warga yang bertanya2 seperti pertanyaanku di atas.

Konsep urban yang bekerja di Jakarta, merupakan fenomena masa kini. Dengan kekerasan hidup kota metropolitan, sangat dimengerti jika masing2 warga bekerja keras demi uang, walau tidak banyak yang bisa mencari uanng dengan lebih baik, di lokasi2 yang seperti itu. Memang tidak bisa disama-ratakan satu dengan yang lain, dan kita tidak boleh berprasangka negatif.

Konsep rusun dengan hunian kecilpun, dimanfaatkan oleh sekelompok warga yang mempunyai uang berlebih untuk membeli beerapa unit, bahkan membeli unit di 1 lantai. Untuk apa? Bisa untuk investasi, untuk di sewakan atau dijual lagi beberapa saat kemudian sebagai ‘2nd layer’ dan harganya pasti menanjak dengan drastis.

Ada pula warga membeli unit banyak untuk disewakan khusus mahasiswa jika rusun atau apartemen itu berada di daerah kampus. Dan ternyata, cukup menyenangkan jika teman2 satu kampus, bahkan satu kelas, tinggal di tempat / kost yang sama …..

Tetapi ternyata ada juga warga masyarakat yang tidak bertanggung jawab. Banyak warga masyarakat yang ternyata ‘penduduk gelap’. Maksudnya, ketika survey-ku menanyakan tentang bukti diri berupa KTP ( jika aku survey untuk keperluan sesuatu, aku selalu menanyakan jati diri untuk terhindar dari ‘fitnah’, secara dari dulu aku adalah seorang perempuan yang kata banyak orang, lebih mirip menjadi seorang perempuan kuliahan dan bisa ter’fitnah’ jika aku berada dalam sebuah lingkungan yang tidak dikenal ) untuk bisa share. Jika aku tidak menanyakan KTP, mereka atau orang tersebut akan gampang mengatakan apapun tanpa pertanggungjawaban.

‘Penduduk gelap’ tersebut maksudku adalah warga masyarakat yang hasil arus urbanisasi dan tidak mempunyai KTP Jakarta, atau juga orang2 yang tidak mau disebutkan namanya tetapi mau bercerita, karena banyak hal. ‘Penduduk gelap’ itu juga ternyata hanya sementara di lokasi ini, karena mempunyai unit untuk ’sharing’, maksudnya antara pria dan wanita. Maksudnya juga, mereka berbagi unit tanpa ikatan perkawinan …..

Begitu banyak yang aku dapatkan di sebuah lokasi rusun atau apartemen2 berunit type kecil. Hampir semua yang aku datangi, walau tidak semuanya terkesan ’suram dan seram’. Dan fenomena ini,terus melaju, seiring dengan kehidupan dan lingkungan modern bagi kaum urban kota metropolitan …..

Tags: ,

0 Responses to “Fenomena Kehidupan Modern Kaum Urban Jakarta”

Posting Komentar

Subscribe

Berlangganan Artikel Saya

© 2013 Christie Damayanti. All rights reserved.
Designed by SpicyTricks