Selasa, 23 Oktober 2012
Kapan ya, Pantura Tidak Mengalami ‘Jalan Rusak?’
Selasa, 23 Oktober 2012 by Christie Damayanti
By Christie Damayanti
Ratusan kali aku melewati jalan Pantura
jika kami ‘pulang kampung’, belum pernah ada cerita Panturan bebas jalan
rusak. Jika waktu2 tertentu pemda memperbaiki jalan Pantura ( biasanya
menjelang Lebaran, atau waktu2 tertentu ), sepertinya tidak ada jalan
Panturan yang benar2 bebas jalan rusak, karena kami biasanya 1 tahun
sekali melewati jalan Pantura.
Ketika jika kita melewati jalan Pantura
sesaat sebelum Lebaran, tetap saja kerusakan jalan pun masih mewarnai
jalan tersebut. Masih banyak penduduk setempat yang ‘memberhentikan’
kendaraan yang melewati jalan tersebut untuk meminta dana karena ( salah
satunya ) jalan rusak. Padahal kalau kita baca koran atau berita, jalan
Panturan terus di perbaharui dan di bikin bagus, tetapi tetap saja kita
tidak terlalu nyaman untuk melewatinya.
Fisik jalan yang bergelombang, akan membuat si pengendara dan semua orang di dalamnya merasa tidak nyaman …..
Coba lihat foto diatas, kelihatannya
saja jalan ini mulus. Tetapi, ternyata dengan mobil pribadipun, kami
merasakan jalan yang ‘berayun’, bergelombang dan sering berlubang. Tiba2
bisa ada lubang besar, ketika kami melaju dengan kecepatan tinggi,
sehingga bisa terjadi kecelakaan. Sama sekali tidak nyaman dan tidak
aman …..
Sebenarnya apa yang menyebabkan jalan
Panturan ( juga banyak jalan yang lain di Indonesia, terutama jalan luar
kota ) bermasalah dengan fisik badan jalannya? Aku sih tidak terlalu
mengerti tentang itu, karena aku seorang arsitek, insinyur sipil-lah
yang bisa memperhitangkan berapa besar beban jalan untuk 1 m2 atau untuk
suatu satuan tertentu.
Ketika aku seharian berjalan dari Jakarta menuju Tegal tempat almarhum tukang kayu ku, Nur Ali tinggal ( lihat tulisanku Kisah Ke-4 Anak Nur Ali, si Tukang Kayu yang Berpulang ….. ),
seperti biasa aku hanya mengamati apapun yang terjadi disekelilingku.
Dan ketika aku merasakan jalan Panturan sangat tidak nyaman dan kami
harus selalu memperingatkan supir kami untuk berhati2 karena bisa saja
tiba2 ada sebuah lubang atau jalan bergelombang yang mengakibatkan kami
bisa celaka, aku mulai berpikir, apa sih yang menyebabkan itu?
Namanya saja jalan luar kota. Jalan
untuk mobil2 besar yang membawa barang2 untuk distribusi ( truk besar,
truk gandeng, truk container ), selain mobil2 bis angkutan penumpang
atau mobil2 pribadi. Pengamatanku tertuju pada angkutan distribusi truk2
besar. Dimana kelihatannya barang2nya melebihi beban yang dianjurkan.
Aku tidak tahu berapa bebannya dan berapa lekebihannya. T
etapi jelas
sekali dengan beberapa truk sampai miring dan jalannya tersendat. Tinggi
barang2 yang selalu terturup plastik biru atau warna lain, jauh diatas
kepala truknya. Buatku sangat riskan, karena truk bisa mengalami
terguling ……
Sebuah truk dngan bak terbuka dengan
tinggi dinding bak, seharusnya sudah di hitung beban barangnya, yang
TIDAK MELEBIHI TINGGI BAK. Jika barang berada lebih dari tinggi bak,
secara kasat mata, beban barang ini sudah melebihi beban kendaraan,
apalagi truk itu sampai ‘miring’ …..
Aku tanya pada papaku yang berada dalam
mobil kami. Sebagai insinyur sipil dan sempat mendesain jalan raya dan
banyak jembatan di beberapa kota di Indonesia, papaku mengatakan banyak
hal berhubungan dengan studi dan riset kecil2an ku di pejalanan kami ke
Tegal.
Beliau mengatakan, dalam peraturan PU jaman beliau masih aktif,
bahwa untuk sebuah kendaraan besar, 1 gardan ( sepasang roda ) = 8 ton,
dan jarak antar kendaraan besar tersebut sejauh 5 meter, dan ini
terutama utk menghitung jembatan. Jadi jika truk besar dengan 12 roda (
jadi ada 6 gardan ) beban truk tersebut termasuk barang2 di atasnya
seberat 6 x 8 ton = 48 ton, dengan jarak d meter antar kendaraan besar.
Tetapi kenyataannya?
Fisik jalan bergelombang, sering
menyebabkan si pengedara tidak bisa mengontrol kendaraannya karena jika
kendaraan melaju cepat akan oleng dan mungkin terguling …..
Dalam sehari itu saja aku melihat banyak
truk2 besar dengan barang2 berat tanpa jarak, artinya jaraknya hanya
0,5 meter antar truk. Bagaimana dengan jarak pada wakru2 tertentu yang
macet? Misalnya jaman Lebaran? Apakah titik2 penimbangan kendaraan yang
ada di jalan luar kota tidak berfungsi lagi? Mungkinkah ini salah atunya
yang membuat jalan2 luar kota, khususnya Pantura ini selalu rusak? (
Walau memang masih banyak faktor2 yang lain ).
Sekilas tentang pembebanan jalan raya :
Bahwa pemerintah sebenarnya sudak
mengawasi beban angkut barang dan terus dipeerketat, sehingga semaksimal
mungkin menjaga kualitas jalan sekaligus memperlancar arus angkutan
barang untuk memberi kontribusi positif pada perekonomian nasional.
Bahwa adalah ketentuan beban
maksimal yang dikenakan harus dipatuhi, pengawasan yang benar jangan ada
pungli dan semua patuh serta ditata. Ternyata memang pembatasan
pembebanan angkutan sering diselewengkan oleh pihak2 yang tidak
bertanggung jawab, sehingga beban jalan menjadikan fisik jalan rusak.
Dan dalam survey tentang kualitas jalan raya, ternyata banyaknya
kendaraan angkutan barang yang beratnya melebihi kemampuan beban jalan
yang seharusnya bisa bertahan 10 tahun, tetapi hanya mampu bertahan 1
tahun saja …..
Bahwa adalah tentang pembuatan jalan
raya yang memang harus baik, sehingga fisik jalan mampu menerima beban
dari truk2 besar dan tidak mudah rusak.
***
Ah, aku memang warga negara biasa saja,
yang hanya ingin berkendara yang nyaman dan aman, tidak mau
mendiskreditkan tentang suatu hal. Aku hanya iseng memperhatikan
lingkunganku, bosen dengan waktu yang terbuang percuma karena kemacetan
dan jalan rusak. Mungkin tulisan ini tidak berguna bagi banyak orang,
tetapi untukku ini salah satu hobiku ‘menbunuh’ waktu sekalian terapi
otakku …..
Salam dari Pantura …..
Tentang Saya:
Christie Damayanti. Just a stroke survivor and cancer survivor, architect, 'urban and city planner', traveller, also as Jesus's belonging. Follow me on Twitter
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Responses to “Kapan ya, Pantura Tidak Mengalami ‘Jalan Rusak?’”
Posting Komentar