Rabu, 11 April 2012
Mencegah Kejahatan dalam Perjalanan
Rabu, 11 April 2012 by Christie Damayanti
By Christie Damayanti
Tulisan ini lebih untuk wanita, yang sekarang banyak yang harus bepergian sendiri, kemanapun, dan kapanpun, karena suatu sebab atau karena pekerjaan. Mungkin bisa bermanfaat, seperti aku bisa mejadikan pedoman disaat aku harus bepergian sendiri, sebelum aku sakit …..
Pertama kali aku pergi sendiri dalam waktu yang cukup lama, ketika aku tinggal di negara asing, sendiri, untuk melanjutkan sekolah. Sebenarnya, bukan yang ini, karena aku sudah di program untuk tinggal di rumah orang tua angkatku sebagai orang tua kost, kuliah di tempat itu dan berkegiatan dengan rutinitas sebagai mahasiswa.
Sebenarnya, ketika kami sekeluarga sedang berwisata kemanapun, papaku selalu membuat daftar khusus, bukan hanya daftar barang2 yang akan dibawa, tetapi termasuk nama dan nomor telpon emergensi yang harus kami pula. Tetapi, kami tahu bahwa papa punya segalanya, sehingga kami malas mencatatnya. Tetapi ketika au memang harus pergi sendiri, apalagi dalam waktu yang relatif lama, mau tidak mau aku harus memikirkan tentang ‘bahaya’ sebagai wanita yang ada di tempat asing.
Beberapa minggu sebelum aku berangkat ke Australia, papa sudah membuat daftar banyak hal yang harus aku persiapkan, mulai dengan barang2 pribadiku, buku2 kuliah, kartu kredit baru (khusus dari orang tuaku), bahkan asuransi, termasuk surat2 pribadiku jika dibutuhkan. Juga banyak nomor telpon penting untukku, nomor saudara2 serta dokter2ku. Daftar itu banyak sekali! Dan di Australia, aku diminta langsung mencari nomor trlpon orng tua angkatku, kampusku, polisi dan rumah sakit. Waahhh …..
Semua aku jalankan dan aku merasa kenyamanan dan keamanan walau malam hari jika aku harus pulang larut malam setelah belajr di perpustakaan kampus.
Ketika suatu saat aku juga harus pergi sendiri (masih kuliah) di Amerika (waktu itu, aku dan orang tuaku disana, tetapi mekera harus segera pulang, tetapi aku harus melanjutkan dari East Coast (NY, Washington dan Boston) ke West Coast (California), dengan tiba2, dan papaku tidak sempat untuk membuat daftar nomor telpon emergensi.
Walau itu membuat aku sedikit ketakutan, aku tetap berpedoman seperti apa yang papaku selalu katakan. Dan, sungguh Puji Tuhan, semua yang beliau katakan sangat membuat aman, diluar kita harus terus memohon perlindungan Tuhan!
Waktu itu, sore hari kami di Washinton DC Dulles International Airport, dimana aku harus ke Los Angeles dan orang tuaku harus langsung ke Jakarta, karena 2 hari kemudian mereka harus ada di Bandung menghadiri wisuda S1 adikku di Universitas Parahyangan. Kami berpisah, dan aku harus mencari sendiri penerbangan ke LA, dengan pesawat lokal.
Jam 6 sore waktu setempat. Ternyata semua pesawat ke LA penuh, kecuali jam 11 malam! Wah, aku bingung, apa yang aku akan lakukan? Hotel agak jauh, pun aku sama sekali belum memikirkan berapa biayanya dan bagamana transportsinya. Sementara di LA memang aku ditunggu oleh beberapa teman papaku yang seharusnya papaku mengikuti seminar tata kota, dan aku justru harus mewakilinya.
Akhirnya, aku mengambil pesawat malam itu. Jam 11 malam waktu setempat, dan perjalanan dari Washingyon DC ke Los Angeles sekitar 7 jam, dan aku akan mendarat sekitar jam 8 atau 9 esok paginya, waktu setempat. Hmmmm …… aku agak takut …..
Begitu aku membayar tiket itu, aku hanya duduk di lobi airport, termenung dan memikirkan apa yang akan terjadi nanti. Aku, seorang wanita Asia, kecil mungil, ada di tengah2 airport di kota dan negara besar yang tingkat kejahatannya termasuk tinggi di dunia. Jujur, aku menangis karena takut! Apalagi, aku ada di airport ini, bukan tempat penerbangan lokal, jadi aku harus menyeberang untuk kesana.
Dulu, belum ada bis atau kereta untuk kesana, jadi aku harus berjalan sendirian, dimalam gelap dan atu tahu dengan pasti waktu itu, banyak sekali ‘kulit hitam’ duduk2 di jalan ….. sangat menakutkan!
Jam 8 malam, aku berjalan sendiri, membawa trolley dengan barang2ku, menuju airport pesawat lokal. Si ‘kulit hitam’ tertawa2 melihatku, seorang wanita Asia berkulit putih dan berwajah oriental, berjalan membawa trolley ….. aku berjalan perlahan ….. berdoa dengan mata terbuka dan hati yang terkoyak karena takut ….. berjalan dalam dinginnya malam, di awal bulan Oktober, awal musim gugur disana …..
Apa yang aku mau katakana tentang cerita ini? Dalam aku termenung dan memikirkan hal itu di lobi airport, aku mulai mencatat dan mencari banyak hal untuk ‘keamanan dan kenyamanan’ perjalananku. Beberapa yang aku yakinkan bila aku bepergian sendiri, seturut nasehat papa :
1. Kenali rute perjalanan
Ya, aku berusaha mencari peta. Pertama, aku harus menyeberang menuju pesawatku ke Los Angeles. Setelah itu, aku mencari pos ’satpam’ atau polisi disana. Lalu telpon umum, karena waktu itu baru tahun 1993, aku belum punya selular phone dan juga belum banyak yang mempnyainya. Tetapi disana pasti ada telpon umum kartu, jika aku memang harus menelpon papaku di pesawat menuju Jakarta …..
2. Mencoba untuk berbaur dengan penampilan lingkungan
Bersyukur, aku tidak pernah berdandan yang khusus. Aku selalu hanya memakai jins dan kaos, dengan pullover, syal dan mantel abu2 serta sepatu boot hitam dan kaos kaki hitam, ’seragam’ musim dingin disana. Karena jika berdandan khusus, akan menarik sejumlah ‘mata’ dan kejahatan menjadi terbuka …..
3. Mencoba membangun ‘pertemanan’ di lingkungan
‘Pertemanan’ bukan hanya untuk ‘teman’, tetapi lebih ke bersosialisasi antar manusia. Aku dari dahulu memang sangat kooperatif dengan banyak orang baru, sehingga sering aku langsung meminta ‘contact name’ serta nomor telpon yang bisa aku hubungi, jika memang dibutuhkan. Aku sih justru arahnya untuk benar2 berteman, jika aku sudah sampai di tempat tujuan. Lihatlah, banyak teman2 ku yang orang ‘asing’ di FB ku, salah satunya sewaktu aku tinggal disana …..
4. Mencoba membangun ‘jaringan emergensi’
Jaringan emergensi, bukan hanya jaringan polisi, rumah sakit atau yang berbau2 seperti itu, tetapi lebih keaarah ‘jaringan’ pertemanan, apalagi di tempat2 yang aku ada. Seperti, aku memang banyak teman di Amerika walau tidak di Washington, tetapi paling tidak, aku mulai menuliskan nomor2 telpon atau alamat mereka di selembar kertas untuk aku letakkan di tas tanganku. Ya, sampai sekarang, aku selalu membawa buku notes kecil kemana2, semua nomor emergensiku ada disana, kecuali sekarang karena sudah aku pindahkan ke smartphone-ku …..
5. Selalu menuliskan ‘cek point’
Maksudnya adalah, aku menuliskan tempat2 yang aku datangi, untuk bisa orang lain mengecek keberadaanku, jika terjadi apa2 denganku. Misalnya, waktu itu aku menulis di lobi airport ( nomor 1) jam 7 malam. Lalu, aku berjalan ke ‘airport’ sebelah (nomor 2 ) dan aku akan makan malam di sebuah cafĂ© ( nomor 3 ), dan selanjutnya, termasuk aku ke toilet …..
6. Dan yan terpenting, jika aku di-untit, aku harus ‘masuk’ ke keramaian
Ini adalah nasehat papaku! Dengan aku masuk di keramaian, aku bisa ‘menyembunyikan ‘diri’ dan mungkin aku akan langsung mencari orang yang aku anggap baik, untuk menelpon polisi, atau membantu dan melindungiku. Aku berpikir, jika aku mengalamu seperti itu, aku akan ‘lari’ ke sebuah keluarga, dan meminta pelindungan disana …..
Dan dengan konsep keamanan dan kenyamanan di perjalanan seperti ini, aku setelah itu, sangat percaya diri. Sering aku melakukan perjalanan seorang diri, keluar kota bahkan ke luar negeri dalam tugas kantor. Dan nasehat papaku sangat bermanfaat, untuk ‘bidadari kecil’nya dan sebagai wanita yang memang harus melakukan kegiatan sediri dalam kesehariannya …..
Berhati-hatilah, untuk semua orang ….. Ingat, kejahatan sering ada, karena ada kesempatan …..
Salamku …..
Tentang Saya:
Christie Damayanti. Just a stroke survivor and cancer survivor, architect, 'urban and city planner', traveller, also as Jesus's belonging. Follow me on Twitter
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Responses to “ Mencegah Kejahatan dalam Perjalanan”
Posting Komentar