Kamis, 07 April 2011
( Seri 1 ) Osaka Plan 21 : Belajar dari Osaka untuk Jakarta - Perencanaan Kota
Kamis, 07 April 2011 by Christie Damayanti
By Christie Damayanti
Osaka dibangun sebagai suatu kota
ratusan tahin lalu. Selama masa sejarahnya, banyak mengalami perubahan,
antara lain perencanaan dan peneraan teknologi baru untuk mencapai
lingkungan kota yg nyaman bagi warganya. Perencanaan dan penerapan dari
zoning2 / pengelompokkan2 kegiatan merupakan pokok yg harus dapat
dilakukan secara konsisten dan konsekwen.
Osaka sering disebut ‘kota air’, dimana ‘waterfrent city’ area sangat dimanjakan pemerintah daerah.
Sebagai kota modern, Osaka menyadari
bahwa kesemuanya ini tidak akan pernah selesai. Pembangunan selalu
berjalan dan kesemuanya disesuaikan dengan keadaan jaman serta tuntutan
warganya. Hasil dari kepedulian Osaka terhadap warga dan komitmennya
adalah tumbuhnya suatu kota yg sangat nyaman, peraturan2 yg konsisten
serta perkembangan fisik serta psikis yg sehat deari seluruh warganya.
Osaka sebagai kota tua tetapi tetap
menjaga warganya, bukan hanya keadaan fisik kotanya, tetapi keadaan
perkembangan psikis warganya. Di Osaka lebuh menikmati memakai sepeda
dan berjalan kaki. Pemerintah daerah Osaka sangat memperhatikan
warganya, dgn membuat rambu2 khusus bersepeda dan berjalan kaki.
Osaka Master Plan - Konsep Dasar
Osaka mempunyai rencana2 khusus dalam mengahadapi abad-21 yg terkenal dengan nama “Dua Konsep Osaka Plan 21″ yaitu :
1. Kota yang mencintai warganya
2. Kota yang merupakan bagian dari dunia
Konsep ‘kota yang mencintai
warganya’ memang sangat dipenuhi oleh pemerintah daerah Osaka. Coba
lihat, dengan suasana yg seperti ini, warga Osaka menjadi lebih baik,
dari segi psikis. Renovasi ‘waterfront city’ nya, sangat membantu kota
Osaka, bukan hanya untuk warganya, tetapi juga untuk pariwisata.
Dimana dalam pelaksanaannya dan penerapannya harus didasari pada keseimbangan yg harmoni antara tempat tinggal, tempat kerja dan rekreasi dalam kehidupan seluruh warganya. Tujuan perencanaan kota Osaka sebagai berikut :
1. Mengutamakan kesehatan dan keamanan
2. Penekanan perhatian pada gaya hidup perkotaan
3. Penerapan kota dari elemen2 budaya lama dengan mengabdikan budaya lama dalam kota modern
Kuil Shinsaibashi di tengah kota, merupakan penerapan elemen2 budaya lama dengan kota modern Osaka.
4. Pendekatan ekonomi pada pembangunan dan pengembangan kehidupan sosial
5. Terbuka terhadap masukan2 secara internasional dengan konsep2 globalisasi
Sistim pengembangan kota ‘osaka :
1. Pengembangan pusat kota dan pembangunan ‘pusat2 kota’ lain ( suburb )
2. Pengembangan akses utara-selatan serta timur-barat
3. Pengembangan perkotaan sesuai dengan karakter masing2 daerah
Konsep zoning Osaka sama dengan Jakarta yaitu :
1. Area pemukiman
2. Area Bisnis dan perdagangan
3. Area manufacturing dan industry
4. Area perkotaan
5. Area rekreasi dan hiburan
tetapi ada yg sangat bagus disini : area
Technoport, yaitu merupakan daerah konsentrasi dari hunian semua level
untuk rekreasi serta pengembangan penelitian, budaya, hiburan dan
peristirahatan.
Pusat kebudyaan Osaka, mempunyai
daerah yg nyaman, mudah didatangi dan daerah ini menjadi tempat untuk
berdiskusi dan berpameran kebudayaan.
Pembaharuan daerah perkotaan disesuaikan dengan masa depan serta situasi dan kondisi dari masing2 area dengan menggunakan metoda pengembangan kembali, renovasi dan konservasi. Hal seperti ini, mungkin juga bisa diterapkan di Jakarta. Tujuan utamanya adalah untuk pengkajian ulang perkotaan, tindakan pencegahan atas hal2 yg tidak dikehendari serta untuk mendapatkan lingkungan perkotaan yg nyaman.
Renovasi Dotonbori River, yang
membuat Osaka juga disebur dengan ‘kota air’. Pedestrian2nya sangat
nyaman untuk pejalan kaki jan bersepeda. Hubungan antara bangunan yg 1
dengan bangunan yg lain dibuat serasi ( tidak semrawut ) sehingga warga
betah berjalan kaki disini.
Renovasi Oh River. Sungai besar
ini, tidak Cuma untuk berlayar, tetapi juga untuk berwisata, seperti di
Seine River, Paris ( lihat tulisan Sepanjang Sungai Seine yang Romantis ….. ).
Rencana pembaharuan lingkungan perkotaan
Osaka membuat pengkajian ulang
perkotaan, tindakan pencegahan atas hal2 yg tidsk dikehendaki serta
untuk mendapatkan lingkungan perkotaan yg nyaaman : Area pusat kota,
area perkotaan secara umum dan area tepi air ( waterfront city ).
Perencanaan kota didasari pada “Hukum Perencanaan Kota” dimana bertujuan
untuk meningkatkan pengembangan kota dengan memaksimalkan
penggunaan lahan yg ada dan perbaikan2 fasilitas perkotaan serta
implementasi dari konsep2 perkotaan yg sudah dan pernah direncanakan
sebelumnya.
Peruntukan lahan di Osaka : Daerah penampungan kaum urban ( ini yg tidak dimiliki Jakarta )
Daerah penampungan kaum urban ini di bagi 2 :
- Daerah penampungan kaum urban alami, dimana daerah ini memang sengaja disediakan oleh pemerintah daerah.
- Daerah penampungan yg
terkontrol, dimana di daerah ini kaum urban dibatasi jumlahnya yg
disesuaikan dengan rencana2 pengembangan masa depan.
Daerah kaum urban. Hubungan antar kaum urbandengan warga kota tidak dibatasi, tetapi mereka saling berinteraksi.
Zonning merupakan implementasi dari
rencana kota untuk memastikan keadaan lingkungan perkotaan sesuai dengan
kebutuhan dan perkembangan kota. Aplikasnya tergantung pada dasar
“Hukum Perencanaan Kota” dan “Hukum Standard Bangunan” sejak tahun 1970.
Rasio / perbandingan volume bangunan juga bertambah.
Berdasarkan Hukum Osaka City tahun 1973,
mulai diadaptasikan sistim zoning baru dan aplikasi tentang pembatasan
perbandingan volume bangunan. Osaka sejak saat itu hanya mempunyai revisi2 minor dalam perbaikan setiap tahunnya. Dan ini juga TIDAK dipunyai Jakarta !
Pengontrolan ketinggian bangunan disesuaikan dengan kenyamanan penggunaan serta efisiensi pemakaian lahan. Arsitek2 di Osaka sangat ‘care’ / peduli untuk membuat bangunan yg nyaman serta aman ( Apakah Jakarta demikian ? ).
Dan di Osaka mempunyai 2 areal ketinggian:
- Pusat kota
Dengan ketinggian bangunan harus lebih dari 20 meter untuk effisiensi penggunaan lahan.
- Suburb
Dengan ketinggian bangunan paling tidak 7 meter ( sekitar 2 lantai atau 3 lantai ).
Daerah suburb yg dipakai untuk pemukiman di Osaka.
Super-blok ( mix used building ) juga
menggunakan aturan2 yg berlaku. Areal ini bertujuan untuk memaksimalkan
fungsi lahan ( konsep : banyak kegiatan dalam 1 bangunan ) sehingga
masih terdapat lahan untuk ruang terbuka hijau.
Daerah2 super blok ( bangunan mix used ) : Namba dan World Trade Centre.
Daerah pelabuhan berfungsi terutama
untuk angkutan barang serta transportasi. Osaka mengembangkan lebih dari
1700 hektar sebagai daerah pelabuhan.
Zone ruang terbuka hijau untuk
meningkatkan daya tarik kota dengan pengolshsn taman dan tempat rekreasi
yg indah dan nyaman. Contoh di Nakanoshima, Osaka Castle, Namba dan
Obeno serta Midosuji dengan luas sekitar 134,6 hektar.
Osaka Castle yg berada di tengah
kota, membuat suasana kota menjadi lebih hijau. Dengan taman2 Jepang yg
khas dan bunga2 Sakura, bisa membuat kota modern Osaka lebih nyaman.
Midosuji, tema taman Jepang, menjadikan ’scenic’ ini ciri dari kota Osaka.
‘Scenic’ area adalah suatu daerah dimana
segi estetika sangat dipertingkan, yaitu dengan komposisi bangunan yg
sesuai, landscape ala Japang yg khas serta elemen2 urban yg didesain
secara khusus. Ini juga tidak dipunyai oleh Jakarta. Bukankan kita
mempunyai daerah yg khas : yaitu Kota Batavia Lama? Sekarang ini, Osaka
mempunyai ratusan daerah ‘Scenic’ dengan total luas sekitar 96,45
hektar.
Adalah sebuah taman Sakura, Hanami,
sangat nyaman untuk warga Osaka. Jika musim semi dan musim panas, selalu
banyak warga untuk berpiknik bersama keluarga. Dan pemerintah memang
membyar konsep seperti ini.
Tentang Saya:
Christie Damayanti. Just a stroke survivor and cancer survivor, architect, 'urban and city planner', traveller, also as Jesus's belonging. Follow me on Twitter
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Responses to “( Seri 1 ) Osaka Plan 21 : Belajar dari Osaka untuk Jakarta - Perencanaan Kota”
Posting Komentar